Wednesday, April 04, 2007

UU PB UNTUK MENJAMIN KESELAMATAN WARGA NEGARA?

Setiap bencana terjadi, dimanapun.. yang ada adalah kegagapan dalam menangani kejadian bencana. "Jangan dulu bicara tentang sebab, tapi tangani dulu korban yang saat ini menderita". Itulah komentar para pemegang mandat pemerintahan. Kata begitu mulia itu begitu meyakinkan, seolah keluar dari mahluk tanpa setitik noda. Sebuah kata seolah telah berbuat banyak dalam upaya mereduksi risiko bencana.

UU Penanggulangan Bencana baru beberapa hari disahkan. Pengesahan yang terus terunda dengan banyak dalih. target 27 Maret 2007 terlewati, tapi beruntung tidak sampe masuk di bulan April 2007. Menteri PU pun berkomentar :

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dalam sambutannya mengatakan proses pembahasan RUU Penanggulangan Bencana yang dimulai sejak Mei 2005 berjalan cukup alot, namun semuanya dapat diselesaikan karena dilandasi kesamaan tekad, pandangan serta rasa tanggung jawab mengenai perlunya landasan hukum dalam bentuk UU.

Lebih lanjut Djoko Kirmanto menjelaskan, sebelum disahkan menjadi UU, Pemerintah dan DPR telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan telah melibatkan pihak-pihak terkait seperti DPD, Bakornas, PMI, serta masukan dari berbagai organisasi sosial lainnya.


Begitukah proses sesungguhnya dari pembahasan RUU PB? entahlah. kita terlalu sulit percaya lagi dengan para pemegang mandat negara ini. terlalu banyak kebohongan yang telah mereka keluarkan.

Hal yang pasti, sekalipun beberapa instansi telah membuat peta rawan bencana, tapi tidak pernah dievaluasi, apakah pekerjaan yang menggunakan dana rakyat itu sampai ke publik. apakah peta itu juga dijadikan dasar kebijakan sehingga tidak menambah tingkat kerentanan. Kerena kenyataanya adalah;
setiap terjadi bencana, banyak korban lebih dikarenakan mereka tidak pernah tahu jika daerahnya rawan bencana. tidak pernah ada informasi apa yang barus mereka lakukan.
Jika kembali pada kekekacauan dalam penanganan bencana, ada beberapa hal yang bisa dijadikan pembelajaran.
1) sistem penanganan, institusi dan SDM yang tidak siap
2) anggaran tidak didasarkan atas kebutuhan
3) tidak pernah ada perencanaan
4) kegiatan penanganan bencana hanya pada emergency response

ini jelas menunjukan, Pemerintah sebagai pemegang mandat negara masih belum menempatkan perlindungan dan keselamatan sebagai prioritas utama. Lalu, apakah UU PB dengan 58 pasal ini mampu menempatkan hak hakiki manusia sebagai prioritas utama untuk dijakankan Negara. Sehingga kebanggaan "bekerja keras" selama 2 tahun dalam penyusunan ada hasilnya. Bukan seperti UU Agraria yang hanya diundangkan tanpa mampu diterapkan. Juga UU LH yang begitu agung diusung untuk segera diundangkan.

Yang perlu dicermati dalam UU PB adalah pasal 32
1) dalam penanggulangan bencana, pemerintah dapat :
a. menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman dan atau
b. mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak kepemilikan setiap orang atas suatu benda sesuai dengan peraturan perundang-undangan

2) setiap orang yang hak kepemilikannya dicabut atau dikurangi sebagaimana dimaksud pasal 1) huruf b berhak mendapat ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal ini kalau digabungkan dengan Pepres 36? atau, ketika dibergabung dengan kepentingan individu/golongan yang memegang kekuasaan? atau sang penguasa yang gila kehormatan. dan ini bukan hal aneh terjadi di Indonesia. semua bisa terjadi. sedangkan hukum tidak bisa dijadikan andalan lagi..

Ini adalah salah satu bentuk kehawatiran. mungkin berlebihan. tapi tidak ada salahnya sebagai tidakan preventive. agar kita waspada..





terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA

No comments: