Sunday, April 22, 2007

Pembunuhan Massal, Jika Negara Tak Dukung Rumah Tahan Gempa

Ditulis Oleh: Bambang MBK http://www.mediacenter-ajiyogya.com/index.php?option=com_content&task=view&id=220&Itemid=37


Selasa, 17 April 2007
SLEMAN – Negara wajib memberikan bantuan pembangunan rumah kepada warga korban gempa di Yogyakarta. Jika bantuan pembangunan rumah sebesar Rp 15 juta tidak cukup untuk membuat rumah tahan gempa, seharusnya negara membuka peluang lain seperti memberi bantuan lunak tanpa bunga sehingga warga korban gempa dapat membuat rumah yang
benar-benar tahan gempa.

“Seharusnya proses rehabilitasi dan rekonstruksi menghasilkan rumah yang lebih bagus tetapi jika tidak mampu itu bukan proses rehablitasi dan rekonstruksi,” ujar Sofyan, manager program Disaster Management dari Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup. Sofyan menyatakan hal ini saat menjadi pembicara dalam diskusi multi pihak yang diadakan Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum (LABH) di gedung H. Agus Salim, UPN Yogyakarta, Sabtu (14/4).

Lebih lanjut Sofyan mengingatkan jika rumah milik penduduk yang dibangun saat ini tidak tahan gempa atau kualitasnya buruk maka jika ada gempa sedikit saja ada kemungkinan akan menjadi ‘kuburan massal’ bagi pemiliknya. “Kasarnya, jika negara melakukan pembiaran maka itu adalah suatu pembunuhan massal,” tambah Sofyan lagi.

Sejak dari awal, banyak pihak mengatakan jika dana Rp 15 juta tidak cukup untuk membuat sebuah rumah tahan gempa. Apalagi harga material juga melonjak tinggi. Fact Finding yang dilakukan LABH juga menunjukkan jika dana sebesar itu jelas tidak cukup untuk membangun rumah dengan konstruksi tahan gempa.

Akibatnya, banyak masyarakat yang harus menjual aset kekayaannya (ternak) atau bahkan terpaksa berhutang. Menurut Sofyan, menjual aset untuk membuat rumah agar menjadi tahan gempa juga bukan suatu solusi yang bagus. Hal ini justru akan membuat masyarakat terperosok dalam jurang kemiskinan.

Selain itu, Sofyan juga mengingatkan akan pentingnya mitigasi bencana dan standar penanganan terhadap pengungsi. Hal ini perlu dilakukan karena Indonesia adalah wilayah yang rawan bencana. “Jika dibuat statistik hampir setiap hari ada bencana di Indonesia,” ujar Sofyan.

Terhadap pengungsi, Sofyan menegaskan negara atau pemerintah wajib memberikan bantuan dan bahkan perlindungan.

Selanjutnya Sofyan juga mengatakan perlunya dibuat suatu pemetaan wilayah bencana, termasuk di dalamnya adalah industri dan luasan masyarakatnya yang kemungkinan akan terkena dampak polusinya. “Penting untuk dibuat pemetaan, mana saja yang potensial terjadi bencana, di mana tempat pengungsiannya dan apa saja sumber daya yang dapat dimobilisasikan,” urai Sofyan.

Menyinggung soal penanganan bencana gempa di Yogyakarta, Sofyan menyayangkan sikap pemerintah Kabupaten Bantul yang pada hari pertama (saat kejadian gempa terjadi) justru melakukan rapat tertutup. Padahal saat itu, menurut Sofyan, NGO Oxfam GB sudah siap dengan 2000 lembar terpal. Namun gerakan dari NGO ini juga terhambat karena tidak dapat berkoordinasi dengan pemerintah.

“Pada hari kedua, kembali pemerintah Bantul membuat rapat tertutup. Padahal kami sudah siap berada dibawah koordinasi satkorlak dan satlak,” ujar Sofyan. Karena sikap pemerintah Bantul yang tertutup itu, akhirnya NGO-NGO yang mau menolong korban gempa berjalan sendiri-sendiri. “Ini perlu menjadi catatan,” tandas Sofyan lagi.

terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA

No comments: