Sunday, April 22, 2007

MENDAPATKAN TEMPAT YANG AMAN ADALAH HAK..

"Bapak "harus" pindah. Ini perintah dari bapak bupati". "Semua penduduk "harus" mengungi!", Harus... harus dan harus...
tidak bisakan kata "harus" tersebut berubah menjadi, "bagaimana sebaiknya", atau.. bagaimana solusi terbaik menurut bapak ibu sekalian". sehingga pilihan tersebut tetap pada warga masyarakat. tentu dengan diimbangi informasi yang memadai dan berimbang. selanjutnya, pilihan terbaik bisa didiskusikan beserta risiko2 yang dihadapi.

Kata "harus" ketika terjadi ancaman bencana, atau ketika ada proyek memindahkan orang selalu muncul tanpa ada pilihan. Terakhir, opini tentang keharusan muncul ketika Merapi menunjukan kegagahannya. HB X pun sempet emosi ketika sang abdi dalem menunjukan sikap pembangkannya yang dipublikan secara gamblang oleh media.
sesuatu yang biasa namun menjadi luas biasa ketika dibenturkan dengan ketokohan sesorang. biasa, karena keduanya mempunyai keyakinan dari sisi pandangan yang berbeda. ketika pemaksaan mulai muncul, perlawanan pun mengiringi. terjadilah polemik tersebut.

Namun siapa sangka, satu hari sang juru kunci mengingatkan agar waspada ancaman dari selatan, Sabtu subuh, 27 Mei 2006 tanpa isyarat... bumi berguncang keras. 5,6 SR versi BMG dan 6,2 versi amrik. 205,057 rumah rontok. 4711 jiwa tewas. (dampak gempa hanya di jogjakarta - sumber pemda DIY dari rumah roboh, rusak berat dan sedang).
Gempa seketika mengalihkan opini polemik "keharusan" untuk mengungsi akibat ancaman awan panas Merapi yang sedang polah.

mendapatkan tempat yang aman, terlindungi dari berbagai ancaman adalah hak setiap manusia. hak setiap warga negara yang dijamin dalam konstitusi. sekalipun pada negeri yang 83 % daerahnya rawan bencana. Nah.. karena emang mayoritas daerahnyan rawan bencana.. tentu menjadi tidak bijak ketika kata "harus" pindah di terapkan. mau pindah kemana??? bebas dari erupsi gunungappi, disambut dengan gempa.. atau tsunami, atau wabah. bisa juga konflik sosial, kebakaran hutan, badai, banjir atau longsor.

Hal yang bijak, tentu menyipakan seluruh anak negeri ini lebih siap menghadapi ancaman bencana. Mempunyai kemampuan untuk mereduksi risiko bencana. Dapat beradaptasi dengan wilayahnya yang menawarkan ancaman. gampangnya.. berkawan dengan ancaman bencana.
Untuk sampai kesitu, tentunya perlu berbagai upaya sistematis dan keserisan tinggi. tidak lah cukup komitmen, apalagi seuntai kata2 penghibur diri karena adanya tekanan publik saat ini.

Memetakan kawasan-kawasan rawan bencana plus komunitasnya. Memfasilitasi kelompok2 masyarakat yang tinggal dikawasan rawan bencana untuk lebih siap. men-design pembangunan sesuai dengan jenis ancaman, termasuk pendidikan. sehingga, ketika ancaman datang, tidak lagi menjadi bencana. karena masyarakat telah siap. tidak akan ada keterganggunan sistem sosial, apalagi kerugian harta dan jiwa. sehingga apapun bahaya yang ada; gempa bumi, banjir, longsor, erupsi gunung api dll hanyalah menjadi fenomena alam saja. tidak lagi menjadi bencana. tidak lagi menguras anggaran negara yang lebih afdol diperuntukan untuk pelayanan dan fasilitas publik. bukan untuk meresponse kejadian bencana (emergency response - relief), pemilihan serta pembangunan kembali (rehalitasi dan rekonstruksi).

Indah nian Negara, ketika semua pihak saling mengisi ruang-ruang kosong.
Kita tidak membutuhkan pemimpinan anti kritik. pemimpin penumbar janji. pemimpin yang menebar pesona. Kita butuh pemimpin yang menjamin warganya bebas dari rasa takut. terlindungi dan terselamatkan dari ancaman bencana. Memberikan jalan dan jaminan untuk kehidupan yang bermartabat.



terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA

No comments: