Ya... 29 Mei 2007, genap satu tahun semburan lumpur panas akibat mata bor PT Lapindo Brantas menenggelamkan 3 Kecamatan di Kab. Sidoarjo. Dua hari sebelumnya, tepatnya 27 Mei 2007, genap pula satu tahun peristiwa gempa yang merontokan DI Jogjakarta dan Kab. Klaten. Sebuah tragedi yang sungguh luar biasa di tanah Jawa.
Kepadatan penduduk adalah faktor yang menyebabkan banyaknya jumlah warga terkena dampak. Maklum aja, Jawa sebagai pulau harapan dihuni lebih dari 60% penduduk Indonesia. terpusatnya semua bidang di Pulau kecil ini menyebabkan Jawa menjadi satu2nya harapan untuk hidup lebih sejahtera. Degradasi pemahaman sejahtera yang hanya pada aspek ekonomi, derasnya iklan serta kepemilikan media informasi (TV dan Radio), menyeret masyarakat berlomba mendapatkan uang. Menunjukan kesuksesan dengan berbagai barang produksi. Yang mungkin tidak begitu penting bagi kehidupannya.
Bencana gempa dan lumpur panas begitu dahsyat. Bahkan sampai saat ini masih belum jelas, bagaimana cara mengatasinya. Diantara gegap gumpita peringatan, tak sedikitpun menjamin mereka yang terkena dampak dapat kembali hidup bermartabat. Janji para pemimpin bangsa, hanyalah sebuah janji. Kenyataan membuktikan lain. Sejuta teori berkumandang menawarkan selosi. Realitas berkata lain. Dan bermilyar, bahkan trilyun dana dikeluarkan. tapi tidak untuk menuntaskan akar persoalan. Menjadikan warga terkena dampak hidup lebih baik. Lebih bermartabat dari sebelum kejadian bencana.
Satu tahun bukan waktu pendek. Seorang bayi telah dapat berjalan lewat proses alamiah. Tanaman padi lokal telah menghasilkan bulir2 padi untuk dipetik. Seekor kambing muda telah menghasilkan 2 ekor anak kambing yang siap berkembang biak.
Tapi bagi Negeri sejuta ancaman. Repulik Bencana ini semakin tidak menjanjikan apa2. Ancaman yang mencapai 83% dari kawasannya belum dijadikan sebagai dasar. Dasar untuk melindungi dan menyelamatkan warganya dari ancaman bencana.
satu tahun bukanlah waktu pendek.... lalu??????
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
Terlindungi dan terselamatkan dari ancaman bencana... adalah HAK DASAR MANUSIA.. lihat juga beberapa tulisan tentang pengelolaan risiko bencana di http://www.sofyan-eyanks.blogspot.com/
Thursday, May 31, 2007
Monday, May 21, 2007
BENCANA LAGI.. GAK SALAH???
Pagi subuh, 17 Mei 2007.. wilayah pantai barat Sumatra tiba2 dikejutkan oleh gelombang besar air laut. Tsunami??? bukan. tapi kekuatannya tidak kalah kuat. ratusan rumah kandas. Infrastruktur publik pun porak poranda. Beberapa ruas jalan terputus aksesnya. Dan.. ada pula korban jiwa. Ribuan pengungsi pun mengalir. Dan ternyata, tidak hanya Sumatra. Sepanjang pesisir utara Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Papua serta sebagian Kalimantan mengalami hal yang serupa. Bencana lagi???? jangan becanda akh...
Ya.. ini sudah menjadi bencana. Karena sebuah kejadian atau rentetan kejadian yang menyebabkan ketergangguan sistem sosial, merugikan jiwa atau harta serta komunitas terkena dampak tidak mampu mengatasi sendiri masuk dalam katagori bencana. Nah.. kalau udah ada ribuan yang ngungsi, rumah pada rusak, bahkan hancur total. mata pencaharian nelayan berenti bahkan ada pula korban jiwa, apa masih mangkir disebut bencana?
Supermarket Bencana, begitu tempo memberi judul liputan khususnya dalam edisi minggu ini. Fakta-fakta kejadian bencana, jauh sebelum mega bencana tsunami dibeberkan. Kejailan2 wartawan profesional mengungkap "goblok"nya Negeri ini mengurus bencana dipajang. Plus bonus sanggahan orang2 yang dipercaya menjabat posisi penting si supermarket.
Udah gak terhitung deh masukan2, nasihat, hujatan sampe caci maki ketidak pedulian negeri ini menghadapi berjuta ancaman bencana. Gak sedikit para pakar, baik yang tulus hati sampe sang penjilat menurunkan tim-nya untuk mengurangi dampak bencana. Dari yang rajin nulis di koran sampe ngocol di seminar2. Apakah para pejabat Negeri ini gak pernah baca koran? nonton berita? karena kalau ngikuti diskusi atau seminar, udah kita udah tahu bersama. Mereka pasti mangkir. Sekalipun datang, mereka enggan untuk mendengar. mereka lebih suka menjadi narasumber atau key note speaker. Yang setelah berkhutbah bak pen-dai, trus ngacir dengan alasan ada acara yang lebih penting. Ketemu presiden lah, dipanggil wapres lah, rapat dengan para menteri lah de el el. yang intinya, mereka enggan mendengar.
Mungkin inilah yang menyebabkan mereka super bodoh. Mereka takut membaca realitas, kalau mereka gak becus ngurus negeri ini. Negeri yang telah mengorbankan jutaan orang untuk memerdekakan diri. Negeri yang juga ditumbali warga2 tak berdosa tergilas rentetan kejadian bencana.
Menjadi sangat logis, Tuhan menurunkan ayat pertama kepada Nabi Muhammad adalah perintah : bacalah!!! Iqra!!! "bacalah atas nama Tuhanmu.." ya... membaca atas nama Tuhan sang pencipta berarti membaca dengan kejujuran hati. Dengan ketulusan jiwa dan raga. Tanpa ada bias apapun, apalagi karena iming2 godaan duniawi. Baca.. liat.. dan analisis. apa yang terjadi? Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban dari kepemimpinannya. begitulah kira2 Nabi Muhammad SAW berpesan. Atas dirinya sendiri saja akan dituntut, apalagi ketika dibebankan tanggung jawab untuk menjaga 220 juta jiwa.
Tapi, apakah pesan religi ini masih bisa efektif? Sepertinya terlalu sulit untuk menjawab "Iya". karena untuk mendapatkan jabatan saja dilakukan dengan cara2 haram. Saat menjabat pun cenderung dimanfaatkan untuk mendapatkan yang haram. Atas nama rakyat, atas nama keadilan, atas nama Tuhan..
Lalu, apakah cukup meminimalisasi ancaman bencana dengan doa? Tablig akbar yang digelar dan disorot media dan disaksikan jutaan pasang mata. Sementara berbagai kebijakannya (diamnya seorang pemimpin adalah kebijakan), mendorong untuk jatuhnya korban jiwa dan harta.
Gelombang pasang kembali memaksa kita untuk melihat, membaca dan menganalisis. Negeri ini memang repubik bencana..
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
Ya.. ini sudah menjadi bencana. Karena sebuah kejadian atau rentetan kejadian yang menyebabkan ketergangguan sistem sosial, merugikan jiwa atau harta serta komunitas terkena dampak tidak mampu mengatasi sendiri masuk dalam katagori bencana. Nah.. kalau udah ada ribuan yang ngungsi, rumah pada rusak, bahkan hancur total. mata pencaharian nelayan berenti bahkan ada pula korban jiwa, apa masih mangkir disebut bencana?
Supermarket Bencana, begitu tempo memberi judul liputan khususnya dalam edisi minggu ini. Fakta-fakta kejadian bencana, jauh sebelum mega bencana tsunami dibeberkan. Kejailan2 wartawan profesional mengungkap "goblok"nya Negeri ini mengurus bencana dipajang. Plus bonus sanggahan orang2 yang dipercaya menjabat posisi penting si supermarket.
Udah gak terhitung deh masukan2, nasihat, hujatan sampe caci maki ketidak pedulian negeri ini menghadapi berjuta ancaman bencana. Gak sedikit para pakar, baik yang tulus hati sampe sang penjilat menurunkan tim-nya untuk mengurangi dampak bencana. Dari yang rajin nulis di koran sampe ngocol di seminar2. Apakah para pejabat Negeri ini gak pernah baca koran? nonton berita? karena kalau ngikuti diskusi atau seminar, udah kita udah tahu bersama. Mereka pasti mangkir. Sekalipun datang, mereka enggan untuk mendengar. mereka lebih suka menjadi narasumber atau key note speaker. Yang setelah berkhutbah bak pen-dai, trus ngacir dengan alasan ada acara yang lebih penting. Ketemu presiden lah, dipanggil wapres lah, rapat dengan para menteri lah de el el. yang intinya, mereka enggan mendengar.
Mungkin inilah yang menyebabkan mereka super bodoh. Mereka takut membaca realitas, kalau mereka gak becus ngurus negeri ini. Negeri yang telah mengorbankan jutaan orang untuk memerdekakan diri. Negeri yang juga ditumbali warga2 tak berdosa tergilas rentetan kejadian bencana.
Menjadi sangat logis, Tuhan menurunkan ayat pertama kepada Nabi Muhammad adalah perintah : bacalah!!! Iqra!!! "bacalah atas nama Tuhanmu.." ya... membaca atas nama Tuhan sang pencipta berarti membaca dengan kejujuran hati. Dengan ketulusan jiwa dan raga. Tanpa ada bias apapun, apalagi karena iming2 godaan duniawi. Baca.. liat.. dan analisis. apa yang terjadi? Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban dari kepemimpinannya. begitulah kira2 Nabi Muhammad SAW berpesan. Atas dirinya sendiri saja akan dituntut, apalagi ketika dibebankan tanggung jawab untuk menjaga 220 juta jiwa.
Tapi, apakah pesan religi ini masih bisa efektif? Sepertinya terlalu sulit untuk menjawab "Iya". karena untuk mendapatkan jabatan saja dilakukan dengan cara2 haram. Saat menjabat pun cenderung dimanfaatkan untuk mendapatkan yang haram. Atas nama rakyat, atas nama keadilan, atas nama Tuhan..
Lalu, apakah cukup meminimalisasi ancaman bencana dengan doa? Tablig akbar yang digelar dan disorot media dan disaksikan jutaan pasang mata. Sementara berbagai kebijakannya (diamnya seorang pemimpin adalah kebijakan), mendorong untuk jatuhnya korban jiwa dan harta.
Gelombang pasang kembali memaksa kita untuk melihat, membaca dan menganalisis. Negeri ini memang repubik bencana..
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
Wednesday, May 16, 2007
PENGURASAKAN KREATIF
Kreatif Mencipta Ancaman Bencana
Agak terkejut saat kawanku menyebut istilah itu. Kreatif kok merusak? tapi setelah dia sedikit menjelaskan maksudnya, bener juga apa yang dia sebutkan. Sungguh ngeri jadinya. Apalagi keratifitas tersebut didukung kekuasaan. Maka terciptakah sebuah kerentanan baru yang sebetulnya telah dapat diprediksi dengan mudah.
Kedungombo, tentu kita masih ingat lokasi yang sebetulnya jauh dari keramaian. Tidak jarang disebut2. tapi mendadak nge-top setelah ditetapkan lokasi sebegai project bendungan besar. Sebuah waduk yang dipersiapkan menampung 750 juta M3 air. Peruntukan waduk yang wah telah diworo2 seriring response negatif banyak pihak terhadap rencana yang serat pelanggaran HAM. Waduk yang menelan lahan nyaris sama dengan luas Taman Nasional Merapi tersebut harus menyingkirkan 30.000 jiwa penduduk. Menghasilkan energi listrik 22,5 MW, serta mampu mengairi sawah seluas 70.000 ha. Kedungombo pun akan menciptakan lapangan pekerjaan baru seperti petani ikan dan dari sektor pariwisata. Waduk ini juga menjanjikan dapat mengendalikan banjir.
Selain pelanggaran HAM, prediksi Kedungombo akan menciptakan bencana telah disampaikan. Perubahan secara drastis fungsi alam tentu akan berdampak buruk bagi lingkungan. Daratan yang disulap menjadi lahan basah melalui rekayasa bukan mustahil akan menciptakan kerusakan. Kekeringan dan banjir justru akan terjadi jauh melebihi fungsi DAM yang mampu mengairi 70.000 ha sawah. Krisis air disepanjang DAS yang dibendung, atau kelebihan air yang harus dibuang untuk menjaga bangunan DAM akan menjadi ancaman banjir bandang. Belum lagi kerusakan ekologis yang tercipta akibat pemaksaan daratan menjadi lahan basah. Yang harus tetap diingat adalah, tujuan akhir dari pembangunan yang harus lebih mensejahterakan rakyat.
Pro kontra para akademisi mulai berlangsung. Pengabaian terhadap disiplin ilmu tertentu menjadi lumrah. Masalah teknis menjadi jawara diatas disiplin ilmu yang lain. analisis dampak lingkungan begitu mudah ditutup dengan berbagai pendekatan rekayasa. Dampak sosial yang ditimbulkan cukup ditutup dengan sosialisasi. Jika masih membangkang atau menolak, pendekatan premanisme pun akan menjadi jurus pamungkas.
Kedungombo adalah salah satu contoh, bagaimana perusakan kreatif dilakukan. Hasilnya, terjadi peningkatan kerentanan. Tidak hanya warga yang tergusur dan sampai saat ini masih terus berjuang menuntut haknya. Kemiskinan menjadi kado 30.000 jiwa yang dipaksa angkat kaki. Keadilan masih belum berpihak pada warga Kedungombo, sekalipun telah terjadi pergantian pemimpin Negari ini. Bahkan sampai Presiden yang langsung dipilih oleh rakyat.
Pengrusakan kreatif adalah sebuah upaya yang dilakukan secara sistematis, melibatkan berbagai disiplin ilmu sebagai penguat, melibatkan banyak orang dengan latar belakang berbeda dalam satu komando, dan menciptakan kertanan terhadap bencana dimasa depan jauh melebihi manfaatnya. Dengan mudah kita bisa mendapatkan contoh lain, bagaimana pengurasakan kreatif dilakukan. Eksploitasi hutan yang saat berlangsung seperti HPH, IPPHK, HTI dll adalah contoh kongrit, bagaimana pengrusakan kreatif dilakukan. Demikian juga dengan pembangunan berbagai MAL dipusat kota, perumahan atau kawasan elit maupun pertambangan. Secara sempurna, mereka mengetahui, apa dan bagaimana dampak dari pengurusan alam tersebut akan terjadi. Namun, dengan berbagai dalik science dan didukung oleh kekuasaan, toh pemanfaatan sumber-sumber kehidupan yang mengarah pada kerusakan tetap dilakukan. dan perguruan tinggi menjadi pintu utama atas upaya pengurasakan kreatif tersebut.
Dualisme perguruan tinggi sebagai sarana belajar berbaur dengan peran mencari untung. Project2 penelitian menjadi lahan basah bagi para dosen dan birokrat kampus. AMDAL, menyusun tata ruang, meneliti berbagai dampak akibat beroperasinya perusahaan sampai menjalankan project community development nya perusahaan yang jelas2 merusak lingkungan dan merugikan masyarakat tempatan. Bagaimana kita bisa saksikan, sebuah perguruan tinggi besar di Sulawesi Utara tega mengabaikan penderitaan masyarakat Buyat Pante yang telah sekarat. Kita bisa saksikan, bagaimana Perguruan besar di Jawa Barat, Jogjakarta, Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah mengabaikan dampak negatif akibat dari berbagai project gila. Tambang, perkebunan skala besar sampai lahan gambut sejuta hektar. Bagaimana ketika dampak buruk tersebut telah nyata? Semua akan tutup mata tutup telinga. Atau bahkan ramai2 mencari pembenar. jika perlu ikut2 menghujat sang penguasa penebar gagasan.
Betul2 kreative bukan... dalam merusak dan menciptakan ancaman bencana.
Masih percayakan anak cucu kita dititipkan pada sekolah2 yang jelas2 menciptakan kehancuran. jawabnya.... tidak ada pilihan kawan.....
terlindungi & terselamatkan dari bencana.. adalah HAK DASAR MANUSIA
Agak terkejut saat kawanku menyebut istilah itu. Kreatif kok merusak? tapi setelah dia sedikit menjelaskan maksudnya, bener juga apa yang dia sebutkan. Sungguh ngeri jadinya. Apalagi keratifitas tersebut didukung kekuasaan. Maka terciptakah sebuah kerentanan baru yang sebetulnya telah dapat diprediksi dengan mudah.
Kedungombo, tentu kita masih ingat lokasi yang sebetulnya jauh dari keramaian. Tidak jarang disebut2. tapi mendadak nge-top setelah ditetapkan lokasi sebegai project bendungan besar. Sebuah waduk yang dipersiapkan menampung 750 juta M3 air. Peruntukan waduk yang wah telah diworo2 seriring response negatif banyak pihak terhadap rencana yang serat pelanggaran HAM. Waduk yang menelan lahan nyaris sama dengan luas Taman Nasional Merapi tersebut harus menyingkirkan 30.000 jiwa penduduk. Menghasilkan energi listrik 22,5 MW, serta mampu mengairi sawah seluas 70.000 ha. Kedungombo pun akan menciptakan lapangan pekerjaan baru seperti petani ikan dan dari sektor pariwisata. Waduk ini juga menjanjikan dapat mengendalikan banjir.
Selain pelanggaran HAM, prediksi Kedungombo akan menciptakan bencana telah disampaikan. Perubahan secara drastis fungsi alam tentu akan berdampak buruk bagi lingkungan. Daratan yang disulap menjadi lahan basah melalui rekayasa bukan mustahil akan menciptakan kerusakan. Kekeringan dan banjir justru akan terjadi jauh melebihi fungsi DAM yang mampu mengairi 70.000 ha sawah. Krisis air disepanjang DAS yang dibendung, atau kelebihan air yang harus dibuang untuk menjaga bangunan DAM akan menjadi ancaman banjir bandang. Belum lagi kerusakan ekologis yang tercipta akibat pemaksaan daratan menjadi lahan basah. Yang harus tetap diingat adalah, tujuan akhir dari pembangunan yang harus lebih mensejahterakan rakyat.
Pro kontra para akademisi mulai berlangsung. Pengabaian terhadap disiplin ilmu tertentu menjadi lumrah. Masalah teknis menjadi jawara diatas disiplin ilmu yang lain. analisis dampak lingkungan begitu mudah ditutup dengan berbagai pendekatan rekayasa. Dampak sosial yang ditimbulkan cukup ditutup dengan sosialisasi. Jika masih membangkang atau menolak, pendekatan premanisme pun akan menjadi jurus pamungkas.
Kedungombo adalah salah satu contoh, bagaimana perusakan kreatif dilakukan. Hasilnya, terjadi peningkatan kerentanan. Tidak hanya warga yang tergusur dan sampai saat ini masih terus berjuang menuntut haknya. Kemiskinan menjadi kado 30.000 jiwa yang dipaksa angkat kaki. Keadilan masih belum berpihak pada warga Kedungombo, sekalipun telah terjadi pergantian pemimpin Negari ini. Bahkan sampai Presiden yang langsung dipilih oleh rakyat.
Pengrusakan kreatif adalah sebuah upaya yang dilakukan secara sistematis, melibatkan berbagai disiplin ilmu sebagai penguat, melibatkan banyak orang dengan latar belakang berbeda dalam satu komando, dan menciptakan kertanan terhadap bencana dimasa depan jauh melebihi manfaatnya. Dengan mudah kita bisa mendapatkan contoh lain, bagaimana pengurasakan kreatif dilakukan. Eksploitasi hutan yang saat berlangsung seperti HPH, IPPHK, HTI dll adalah contoh kongrit, bagaimana pengrusakan kreatif dilakukan. Demikian juga dengan pembangunan berbagai MAL dipusat kota, perumahan atau kawasan elit maupun pertambangan. Secara sempurna, mereka mengetahui, apa dan bagaimana dampak dari pengurusan alam tersebut akan terjadi. Namun, dengan berbagai dalik science dan didukung oleh kekuasaan, toh pemanfaatan sumber-sumber kehidupan yang mengarah pada kerusakan tetap dilakukan. dan perguruan tinggi menjadi pintu utama atas upaya pengurasakan kreatif tersebut.
Dualisme perguruan tinggi sebagai sarana belajar berbaur dengan peran mencari untung. Project2 penelitian menjadi lahan basah bagi para dosen dan birokrat kampus. AMDAL, menyusun tata ruang, meneliti berbagai dampak akibat beroperasinya perusahaan sampai menjalankan project community development nya perusahaan yang jelas2 merusak lingkungan dan merugikan masyarakat tempatan. Bagaimana kita bisa saksikan, sebuah perguruan tinggi besar di Sulawesi Utara tega mengabaikan penderitaan masyarakat Buyat Pante yang telah sekarat. Kita bisa saksikan, bagaimana Perguruan besar di Jawa Barat, Jogjakarta, Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah mengabaikan dampak negatif akibat dari berbagai project gila. Tambang, perkebunan skala besar sampai lahan gambut sejuta hektar. Bagaimana ketika dampak buruk tersebut telah nyata? Semua akan tutup mata tutup telinga. Atau bahkan ramai2 mencari pembenar. jika perlu ikut2 menghujat sang penguasa penebar gagasan.
Betul2 kreative bukan... dalam merusak dan menciptakan ancaman bencana.
Masih percayakan anak cucu kita dititipkan pada sekolah2 yang jelas2 menciptakan kehancuran. jawabnya.... tidak ada pilihan kawan.....
terlindungi & terselamatkan dari bencana.. adalah HAK DASAR MANUSIA
Tuesday, May 15, 2007
ADAPTASI HIDUP PADA DAERAH RAWAN BENCANA siasat hidup atau bertahan hidup?
Toyib tanpa semangat membabat tanaman padinya. Bukan panen. Karena masih membutuhkan 1,5 bulan lagi padi tersebut dapat dipanen. Wajah kesal, kecewa dan entah apalagi tergambar pada wajah tegarnya. Bias hitam tubuhnya yang terpanggang matahari, menambah kesan kuatnya dia menghadapi sejuta ujian menjalani kehidupan. Tanaman2 padi itu, akan menjadi kado istimewa ternaknya.
Tangan kecil fatah, tangkas mengikuti sang ayah. Memangkas tanaman padi. Tangan terlalu kecil menggenggam gagang arit (semacam golok yang melengkung pada bagian ujungnya). Dikepala berkecemuk sejuta tanya. Kenapa harus dibabat. Bukankah belum saatnya tanaman2 diakhiri hidupnya. Bukankan padi2 masih sangat muda untuk jadi beras. Penjelasan singkat ayahnya tentang keharusan mengganti tanaman tidak mampu dicerna oleh belia usianya yang baru menginjak 7 tahun. Namun Fatah tidak berani bertanya lebih jauh. Jawaban sang ayah sudah bisa ditebak. "Anak kecil, ikut saja apa yang Bapak bilang", nanti kamu akan paham".
Tahun sebelumnya, Fatah masih terlalu kecil untuk berfikir. Fatah lebih suka bermain dengan anak2 tetangga yang sebaya. Tidak begitu perduli dengan apa yang dilakukan Ibu dan Ayahnya. Yang dia tahu, saat perut terasa lapar, nasi dan lauk pauk telah siap untuk disantap. Jika haus, ada minum yang tersedia diceret atau kendi. Sesekali, ketika ada penjual keliling, dengan sedikit rengekan, akan mendapatkan keberuntungan. Mendapatkan apa yang dia mau. Sekalipun ada bonus omelan dari sang bunda.
Fatah kecil semakin tak mengerti ketika sang ayah kembali mengolah lahan sawahnya. Dia duduk termenung, sambil sesekali pikirannya melayang pada indahnya lamunan. Menghayal menjadi dokter, tentara, atau guru. Sedikitpun tidak pernah terpikir untuk menjadi petani, seperti sang Ayah. Kegagahan tentara dengan seragamnya lengkap plus senjata api menghujam hasratnya kelelakiannya. Namun, kadang mimpinya sirna ketika menyaksikan dokter berkendaraan mewah sekejap mampir ke puskesmas kumuh dekat kampungnya.
"Lek... ambilkan Bapak minum". teriakan sang ayah membuyarkan lamunannya. "Iya Pak.." jawab Fatah singkat. Fatah kecil kembali pada dunia nyata. Kaki mungilnya membenam coklatnya lumpur. "Besok, kamu bantu ibu untuk mulai menam kangkung yo lek". Sebuah permintaan halus sang Ayah. Permintaan yang berarti perintah bagi sang anak. Menami lagi? apakah tanaman ini akan mengalami nasib yang sama dengan sang padi. dihabisi sebelum waktunya panen? sejenak Fatah bertanya dalam hati. Hanya dalam hati.. ya, cukup dalam hati saja. Rasa enggan mendapatkan jawaban tak memuaskan dari sang Ayah mengurungkan niat untuk mengetahui lebih jauh.
Fatah membutuhkan waktu untuk bisa mengerti, mengapa sang ayah menebas seluruh tanaman padi sebelum waktunya. Harus rela kehilangan modal; dari mulai benih, pupuk dan tenaga perawatan selama 2 bulan tanpa hasil. Modal dan tenaga yang dikeluarkan harus rela diserahkan kepada sang ternak. Namun, jika Ayahnya nekat mempertahankan tanaman padinya, keluarga ini sama sekali tidak akan mendapatkan apa2. Sebuah pilihan dalam sebuah drama kehidupan pada daerah rawan bencana banjir.
Toyib mulai menjelaskan dengan lembut kepada Fatah kecil ketika banjir mulai merendam seluruh areal sawahnya. Saat tolek fatah kembali diajak ayahnya untuk memetik daun dan batang kangkung. Dengan perahu kecil tanpa cadik dan layar. "Liat lek, kalau kita tidak mengganti tanaman. Kita tidak akan bisa makan apa2 dari sawah kita. Karena padi tidak akan mampu bertahan hidup jika terendam air lebih dari satu minggu".
Toyib dan banyak keluarga di Kebumen melakukan itu dengan sebuah keyakinan. Lokasi pertaniannya yang berada pada daerah cekungan dan menjadi tempat parkir limpahan 2 aliran sungai. Setiap tahun, saat musim hujan, daerahnya menjadi nampan raksasa air bak kopi susu. Paling sebentar, air coklat tua tersebut ngendon pada lahan pertanian selama 2 minggu. Waktu yang cukup untuk membunuh tanaman padi jenis unggulan. Padi yang sama sekali tidak diperuntukan terendam air dalam waktu yang lama. Padi yang diciptakan hanya menggenjot produktifitas dan memperpendek masa tanam serta "konon" tahan terhadap hama.
Tidak diketahui pasti, kapan adaptasi itu mulai dilakukan penduduk desa dan memilih tanaman kangkung sebagai alternatif tanaman. Tanaman yang mampu berproduksi pada saat air menenggelamkan seluruh areal persawahan. Bahkan sebagian rumah-rumah penduduk. Adaptasi lain adalah tersedianya perahu2 kecil sebagai sarana transportasi warga serta model rumah. Umumnya warga meninggikan pondasi rumah serta memiliki loteng untuk menyimpan barang2 berharga dari banjir.
Kesadaran atas ancaman banjir telah betul2 disadari warga desa. Mengamati fenomena alam pun telah menjadi pekerjaan rutin ketika musim pengujan tiba. Roda semakin digalakan. tanda2 bahaya telah disepakati jika sewaktu2 banjir kiriman dari daerah hulu datang. berbagai upaya mitigasi dan kesiapsiagaan terus dilakukan warga masyarakat. Memperkuat tanggul, menanami tanaman disepanjang DAS, atau membangun sistem kesiapsiagaan dan deteksi dini.
Justru yang masih monoton dan tidak siap adalah dari pemerintah itu sendiri. Organisasi yang diciptakan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah.
Pragmatisme selalu ditunjukan dalam penanggulangan banjir. Bahkan, ancaman bencana dijadikan sebagai project untuk mendapatkan hutang luar negari. Normalisasi sungai, pelurusan sungai, atau pembuatan tanggul beton. Sedangkan kekuatan2 yang telah tercipta ditingkat diabaikan. Kesiapsiagaan yang telah ada, tidak dijadikan sebagai starting point untuk dikembangkan. Mitigasi yang telah ada tidak didorong untuk terus dikembangkan menjadi sebuah sistem pengelolaan bencana berbasis masyarakat.
Banjir yang terjadi tidak bisa dilepaskan dengan wilayah hulu. menjadi sia-sia tentunya ketika persoalan banjir diwilayah tengah dan hilir yang diakibatkan wilayah hulu tidak disentuh sama sekali. Pola hubungan warga masyarakat hulu - hilir yang seharusnya dibangun justru dikotakan atas dasar administrasi kewenangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan pengkotakan kewenangan lain yang bersifat sektoral. Perhutani, PU, pertanian, bahkan pada sub dinas. belum lagi ketika persoalan menyangkut kewenangan pusat dan daerah.
Tapi, inilah realitas kehidupan pada Negara Republik Indonesia tercinta. Slogan "untuk kepentingan rakyat", cukup berhenti pada saat acara seremonial. Pada kenyataannya, kepentingan lah yang akan berbicara. sedangkan berbagai problem rakyat, rakyat lah yang harus menanggung beban. Bahkan, rakyat masih harus dipaksa mensubsidi negara.
Kondisi ini akan semakin tidak menentu ketika dampak perubahan iklim telah nyata menjadi ancaman. Musim hujan yang lebih besar volumenya, musim kering yang lebih panjang serta naiknya permukaan air laut. Mampukan Fatah kecil kembali mensiasatinya dengan kearifan lokalnya. atau, Fatah yang akan tumbuh menjadi dewasa dan menggantikan peran sang ayah collapse terlindas fenomena alam yang datang lebih cepat.
terlindungi & terselamatkan dari bencana.. adalah HAK DASAR MANUSIA
Toyib tanpa semangat membabat tanaman padinya. Bukan panen. Karena masih membutuhkan 1,5 bulan lagi padi tersebut dapat dipanen. Wajah kesal, kecewa dan entah apalagi tergambar pada wajah tegarnya. Bias hitam tubuhnya yang terpanggang matahari, menambah kesan kuatnya dia menghadapi sejuta ujian menjalani kehidupan. Tanaman2 padi itu, akan menjadi kado istimewa ternaknya.
Tangan kecil fatah, tangkas mengikuti sang ayah. Memangkas tanaman padi. Tangan terlalu kecil menggenggam gagang arit (semacam golok yang melengkung pada bagian ujungnya). Dikepala berkecemuk sejuta tanya. Kenapa harus dibabat. Bukankah belum saatnya tanaman2 diakhiri hidupnya. Bukankan padi2 masih sangat muda untuk jadi beras. Penjelasan singkat ayahnya tentang keharusan mengganti tanaman tidak mampu dicerna oleh belia usianya yang baru menginjak 7 tahun. Namun Fatah tidak berani bertanya lebih jauh. Jawaban sang ayah sudah bisa ditebak. "Anak kecil, ikut saja apa yang Bapak bilang", nanti kamu akan paham".
Tahun sebelumnya, Fatah masih terlalu kecil untuk berfikir. Fatah lebih suka bermain dengan anak2 tetangga yang sebaya. Tidak begitu perduli dengan apa yang dilakukan Ibu dan Ayahnya. Yang dia tahu, saat perut terasa lapar, nasi dan lauk pauk telah siap untuk disantap. Jika haus, ada minum yang tersedia diceret atau kendi. Sesekali, ketika ada penjual keliling, dengan sedikit rengekan, akan mendapatkan keberuntungan. Mendapatkan apa yang dia mau. Sekalipun ada bonus omelan dari sang bunda.
Fatah kecil semakin tak mengerti ketika sang ayah kembali mengolah lahan sawahnya. Dia duduk termenung, sambil sesekali pikirannya melayang pada indahnya lamunan. Menghayal menjadi dokter, tentara, atau guru. Sedikitpun tidak pernah terpikir untuk menjadi petani, seperti sang Ayah. Kegagahan tentara dengan seragamnya lengkap plus senjata api menghujam hasratnya kelelakiannya. Namun, kadang mimpinya sirna ketika menyaksikan dokter berkendaraan mewah sekejap mampir ke puskesmas kumuh dekat kampungnya.
"Lek... ambilkan Bapak minum". teriakan sang ayah membuyarkan lamunannya. "Iya Pak.." jawab Fatah singkat. Fatah kecil kembali pada dunia nyata. Kaki mungilnya membenam coklatnya lumpur. "Besok, kamu bantu ibu untuk mulai menam kangkung yo lek". Sebuah permintaan halus sang Ayah. Permintaan yang berarti perintah bagi sang anak. Menami lagi? apakah tanaman ini akan mengalami nasib yang sama dengan sang padi. dihabisi sebelum waktunya panen? sejenak Fatah bertanya dalam hati. Hanya dalam hati.. ya, cukup dalam hati saja. Rasa enggan mendapatkan jawaban tak memuaskan dari sang Ayah mengurungkan niat untuk mengetahui lebih jauh.
Fatah membutuhkan waktu untuk bisa mengerti, mengapa sang ayah menebas seluruh tanaman padi sebelum waktunya. Harus rela kehilangan modal; dari mulai benih, pupuk dan tenaga perawatan selama 2 bulan tanpa hasil. Modal dan tenaga yang dikeluarkan harus rela diserahkan kepada sang ternak. Namun, jika Ayahnya nekat mempertahankan tanaman padinya, keluarga ini sama sekali tidak akan mendapatkan apa2. Sebuah pilihan dalam sebuah drama kehidupan pada daerah rawan bencana banjir.
Toyib mulai menjelaskan dengan lembut kepada Fatah kecil ketika banjir mulai merendam seluruh areal sawahnya. Saat tolek fatah kembali diajak ayahnya untuk memetik daun dan batang kangkung. Dengan perahu kecil tanpa cadik dan layar. "Liat lek, kalau kita tidak mengganti tanaman. Kita tidak akan bisa makan apa2 dari sawah kita. Karena padi tidak akan mampu bertahan hidup jika terendam air lebih dari satu minggu".
Toyib dan banyak keluarga di Kebumen melakukan itu dengan sebuah keyakinan. Lokasi pertaniannya yang berada pada daerah cekungan dan menjadi tempat parkir limpahan 2 aliran sungai. Setiap tahun, saat musim hujan, daerahnya menjadi nampan raksasa air bak kopi susu. Paling sebentar, air coklat tua tersebut ngendon pada lahan pertanian selama 2 minggu. Waktu yang cukup untuk membunuh tanaman padi jenis unggulan. Padi yang sama sekali tidak diperuntukan terendam air dalam waktu yang lama. Padi yang diciptakan hanya menggenjot produktifitas dan memperpendek masa tanam serta "konon" tahan terhadap hama.
Tidak diketahui pasti, kapan adaptasi itu mulai dilakukan penduduk desa dan memilih tanaman kangkung sebagai alternatif tanaman. Tanaman yang mampu berproduksi pada saat air menenggelamkan seluruh areal persawahan. Bahkan sebagian rumah-rumah penduduk. Adaptasi lain adalah tersedianya perahu2 kecil sebagai sarana transportasi warga serta model rumah. Umumnya warga meninggikan pondasi rumah serta memiliki loteng untuk menyimpan barang2 berharga dari banjir.
Kesadaran atas ancaman banjir telah betul2 disadari warga desa. Mengamati fenomena alam pun telah menjadi pekerjaan rutin ketika musim pengujan tiba. Roda semakin digalakan. tanda2 bahaya telah disepakati jika sewaktu2 banjir kiriman dari daerah hulu datang. berbagai upaya mitigasi dan kesiapsiagaan terus dilakukan warga masyarakat. Memperkuat tanggul, menanami tanaman disepanjang DAS, atau membangun sistem kesiapsiagaan dan deteksi dini.
Justru yang masih monoton dan tidak siap adalah dari pemerintah itu sendiri. Organisasi yang diciptakan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah.
Pragmatisme selalu ditunjukan dalam penanggulangan banjir. Bahkan, ancaman bencana dijadikan sebagai project untuk mendapatkan hutang luar negari. Normalisasi sungai, pelurusan sungai, atau pembuatan tanggul beton. Sedangkan kekuatan2 yang telah tercipta ditingkat diabaikan. Kesiapsiagaan yang telah ada, tidak dijadikan sebagai starting point untuk dikembangkan. Mitigasi yang telah ada tidak didorong untuk terus dikembangkan menjadi sebuah sistem pengelolaan bencana berbasis masyarakat.
Banjir yang terjadi tidak bisa dilepaskan dengan wilayah hulu. menjadi sia-sia tentunya ketika persoalan banjir diwilayah tengah dan hilir yang diakibatkan wilayah hulu tidak disentuh sama sekali. Pola hubungan warga masyarakat hulu - hilir yang seharusnya dibangun justru dikotakan atas dasar administrasi kewenangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan pengkotakan kewenangan lain yang bersifat sektoral. Perhutani, PU, pertanian, bahkan pada sub dinas. belum lagi ketika persoalan menyangkut kewenangan pusat dan daerah.
Tapi, inilah realitas kehidupan pada Negara Republik Indonesia tercinta. Slogan "untuk kepentingan rakyat", cukup berhenti pada saat acara seremonial. Pada kenyataannya, kepentingan lah yang akan berbicara. sedangkan berbagai problem rakyat, rakyat lah yang harus menanggung beban. Bahkan, rakyat masih harus dipaksa mensubsidi negara.
Kondisi ini akan semakin tidak menentu ketika dampak perubahan iklim telah nyata menjadi ancaman. Musim hujan yang lebih besar volumenya, musim kering yang lebih panjang serta naiknya permukaan air laut. Mampukan Fatah kecil kembali mensiasatinya dengan kearifan lokalnya. atau, Fatah yang akan tumbuh menjadi dewasa dan menggantikan peran sang ayah collapse terlindas fenomena alam yang datang lebih cepat.
terlindungi & terselamatkan dari bencana.. adalah HAK DASAR MANUSIA
13 HARI LAGI...
13 hari lagi, genap sudah gempa Jogja satu tahun. 27 Mei 2006 pagi, Jogja tiba2 menjerit. Gunjangan 5,9 skala richter merontokan 205.057 rumah. 4.711 jiwa meninggal. Inilah data resmi pemerintah DIY yang dikeluarkan per-29 Juni 2006 atas nama Sekda Prop. DIY sebagai pelaksana harian Satkorlak.
Banyaknya komplin warga masyarakat atas proses dan mekanisme pendataan menunjukan, jumlah di atas jauh lebih sedikit dari fakta dilapangan. Sama halnya dengan Aceh - Nias ketika gelombang tsunami menyapu sepanjang pesisir Barat sampai Utara Aceh. Pemerintah menyebutkan angka 125 ribu jiwa. angka lain menyebutkan 173.981 jiwa. Realitas dilapangan, banyak yang meyakini korban jiwa lebih dari angka 200 ribu jiwa.
Jogja, daerah istimewa di tengah pulau Jawa harus pasrah. Ketika pemerintah hanya mampu memberikan kewajibannya menangani para penyintas yang harus hidup dari titik nol dengan 15 juta. Jogja pun dipaksa menerima, janji2 surga mendapatkan beras dan lauk-pauk serta perlengkapan rumah tangga dipungkiri. Jogja pun harus pasrah, para akademisi yang berkhutbah hidupnya untuk bangsa dan negara mangkir dan berebut recehan.
13 hari lagi, genap gempa yang memporak porandakan kehidupan. Kesombongan siap menghadapi ancaman, siap menghadapi kondisi emergency hanya omong kosong. Sama omong kosongnya para wakil rakyat yang berjuang untuk kepentingan rakyat.
13 hari lagi, Jogja akan memperingati, bagaimana negeri ini tidak pernah belajar atas kelalayan. tidak belajar atas ketidak pedulian. dan tidak pernah belajar, bahwa mereka telah menghianati mandat negeri ini. sebuah janji untuk melindungi dan menyelamatkan bangsa dan tumpah darah ini...
Jogja.. sebuah kota tempat berkumpulnya para cerdik pandai. sebuah tempat para budayawan. sebuah tempat belajar dan pusat aktifis Ornop..
Ya... 13 hari lagi, kita akan menyaksikan omong kosong tentang gerakan sosial. akan menyaksikan ketidak berdayaan menghadapi sistem korup. ketidak berdayaan menghadapi sistem bobrok untuk kepentingan jiwa2 kotor.....
Jogja.. oh ... Jogja, 13 hari lagi.....
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
13 hari lagi, genap sudah gempa Jogja satu tahun. 27 Mei 2006 pagi, Jogja tiba2 menjerit. Gunjangan 5,9 skala richter merontokan 205.057 rumah. 4.711 jiwa meninggal. Inilah data resmi pemerintah DIY yang dikeluarkan per-29 Juni 2006 atas nama Sekda Prop. DIY sebagai pelaksana harian Satkorlak.
Banyaknya komplin warga masyarakat atas proses dan mekanisme pendataan menunjukan, jumlah di atas jauh lebih sedikit dari fakta dilapangan. Sama halnya dengan Aceh - Nias ketika gelombang tsunami menyapu sepanjang pesisir Barat sampai Utara Aceh. Pemerintah menyebutkan angka 125 ribu jiwa. angka lain menyebutkan 173.981 jiwa. Realitas dilapangan, banyak yang meyakini korban jiwa lebih dari angka 200 ribu jiwa.
Jogja, daerah istimewa di tengah pulau Jawa harus pasrah. Ketika pemerintah hanya mampu memberikan kewajibannya menangani para penyintas yang harus hidup dari titik nol dengan 15 juta. Jogja pun dipaksa menerima, janji2 surga mendapatkan beras dan lauk-pauk serta perlengkapan rumah tangga dipungkiri. Jogja pun harus pasrah, para akademisi yang berkhutbah hidupnya untuk bangsa dan negara mangkir dan berebut recehan.
13 hari lagi, genap gempa yang memporak porandakan kehidupan. Kesombongan siap menghadapi ancaman, siap menghadapi kondisi emergency hanya omong kosong. Sama omong kosongnya para wakil rakyat yang berjuang untuk kepentingan rakyat.
13 hari lagi, Jogja akan memperingati, bagaimana negeri ini tidak pernah belajar atas kelalayan. tidak belajar atas ketidak pedulian. dan tidak pernah belajar, bahwa mereka telah menghianati mandat negeri ini. sebuah janji untuk melindungi dan menyelamatkan bangsa dan tumpah darah ini...
Jogja.. sebuah kota tempat berkumpulnya para cerdik pandai. sebuah tempat para budayawan. sebuah tempat belajar dan pusat aktifis Ornop..
Ya... 13 hari lagi, kita akan menyaksikan omong kosong tentang gerakan sosial. akan menyaksikan ketidak berdayaan menghadapi sistem korup. ketidak berdayaan menghadapi sistem bobrok untuk kepentingan jiwa2 kotor.....
Jogja.. oh ... Jogja, 13 hari lagi.....
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
Friday, May 11, 2007
MAHLUK YANG ANEH....
98 % dari 220 juta warga republik Indonesia tidak siap menghadapi ancaman bencana. Percaya? secara statistik pasti, pasti sulit untuk dibuktikan. Karena menghitung secara tepat, repot juga. Sekalipun penduduk Indonesia 60 % berada di Jawa yang konon aksesnya cukup gampang (dibandingkan di luar pulau Jawa, Papua misalnya), namun realitasnya cukup merepotkan juga. Gunungkidul saja, satu dari 349 Kabupaten di Indonesia memiliki desa2 yang sulit untuk di jangkau. Memerlukan komitmen yang tinggi untuk bisa sampai ke satu desa. Atau perkampungan Baduy di Propinsi Banten yang harus jalan kaki berjam2.
Namun, jumlah tersebut menjadi make sense ketika kita bertanya pada diri sendiri, kepada tetangga, teman, anak, orang tua atau orang yang baru kita kenal. sekalipun yang ditanya adalah orang yang cukup getol menjadi volunteer kemanusiaan. siap menghadapi ancaman gempa dan tsunami, tapi belum tentu siap menghadapi banjir, longsor, erupsi gunungapi atau wabah penyakit. siap berarti mempunyai kemampuan untuk mengurangi risiko yang akan terjadi ketika bahaya betul-betul datang.
tidak sedikit relawan yang gagah berani datang pada lokasi bencana tidak punya kemampuan berenang. Atau punya pengetahuan tentang mengantisipasi kemungkinan terjadinya wabah. disentri, campak, ISPA, demam berdarah, malaria atau flue burung. saking semangatnya melakukan evakuasi mayat atau penyintas, relawan lupa akan keselamatan dirinya sendiri. hal yang sederhana adalah makan sesuai dengan kebutuhan tubuh atau kebersihan diri. Itu adalah cermain kita bersama, bagaimana kesiapan warga negara atas ancaman bencana.
Ya harap maklum mas dan mbak. La wong kita emang sejak bayi ceprot gak pernah dikasih pengetahuan tentang kebencanaan. apa saja ancaman yang ada disekitar kita, dan bagaimana harus mensikapinya. Kita selalu dijejali, setiap ada kejadian yang disebut bencana harus diterima dengan iklas dan lapang dada. karena diposisikan sebagai ujian Tuhan, sebagai takdir sebagai manusia yang tidak berdaya. Yang bisa dilakukan setiap manusia selain tabah bagi yang menerima (sekalipun ibu, bapak, adik, kakak, tante dll) menjadi korban bencana, adalah membantu. Kalau ada beras, ya kasih beras. kalau ada ikan, baju layak pake dll, ya disumbangin. sehingga tidak aneh, kalau terjadi bencana di suatu lokasi, perempatan jalan jadi tempat kampanye kepedulian terhadap kemanusiaan. selain spanduk dan bendera, juga banyak none/abang yang menyorongkan kerdus bekas mie instan or minuman mineral pada pengguna jalan.
341 kejadian bencana terjadi sepanjang 2006. well, itu baru yang terpantau oleh Media Nasional. Dari angka itu aja, artinya negeri ini hampir tiap hari disatroni bencana. kalau udah gini, apa masih bertanya lagi kalau negeri ini emang republik of disasters? Negeri yang takdirnya emang rentan. Gak disikapinya kondisi ini, baik dalam pengembangan wilayah (penataan ruang) sampe pendidikan plus sistem kehidupan menjadikan negeri ini bak arena pembantaian. Sebuah liang kubur yang siap kapan saja diperuntukan bagi si naas.
Negara dibentuk untuk bisa melindungi rakyatnya. Salah satu kompensasinya adalah, sang rakyat harus menyetor pajak. dan tentu saja harus ikut aturan main agar perlindungan dari negara dapat berjalan. Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan persiden sampe peraturan daerah. Lebih sempit, ada peraturan desa, rukun warga dan rukun tangga. Aturan2 tersebut wajib diikuti agar perlindungan dan ketertiban dalam kehidupan bernegara berjalan.
Tapi aneh bin ajaib untuk negeri tercinta, Indonesia. Sekalipun tsunami yang mengantarkan 200 ribu jiwa, disusul 2 kali banjir bandang dan gempa susulan di Aceh dan Sumut menjadi peringatan, tapi tak bergeming. Kesibukan dan pengakuan ketidak siapan hanya bertahan 3 hari saja sejak kejadian bencana. kembali diungkapkan ketika ada diskusi terbuka atau pertanyaan wartawan atas berbagai kejadian bencana. Namun, gak ada perubahan juga. RUU PB saat awal inisiasi akan digeber dalam waktu 6 bulan, eh.. jadinya molor sampe 2 tahun. BRR yang dibentuk melalui UU konon akan menjamin pembangunan kembali jadi oke. Nyatanya, complain datang bertubi2. tuntutan untuk di bubarkan tidak hanya 100 kali terjadi.
Mahluk yang aneh.. eh, negara yang aneh. Lalu buat apa negara ini terus dipertahankan ya. kenapa 220 juta (dikurangi warga yang mati berjamaah akibat bencana) tetep loyal. Padahal, untuk bikin KTP saja, yang itu juga bagian dari eksistensi Negeri ini harus rela antri, menunggu bahkan harus keluar harta. Untuk mendapatkan kerja, apalagi jadi PNS, harus menjual aset-aset kehidupan; tanah, ternak atau hutang. Untuk sekolah yang sedikit berkualitas, harus bayar muahal...
Bener-bener.... Mahluk yang aneh.. eh.. Negeri yang Aneh.....
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
98 % dari 220 juta warga republik Indonesia tidak siap menghadapi ancaman bencana. Percaya? secara statistik pasti, pasti sulit untuk dibuktikan. Karena menghitung secara tepat, repot juga. Sekalipun penduduk Indonesia 60 % berada di Jawa yang konon aksesnya cukup gampang (dibandingkan di luar pulau Jawa, Papua misalnya), namun realitasnya cukup merepotkan juga. Gunungkidul saja, satu dari 349 Kabupaten di Indonesia memiliki desa2 yang sulit untuk di jangkau. Memerlukan komitmen yang tinggi untuk bisa sampai ke satu desa. Atau perkampungan Baduy di Propinsi Banten yang harus jalan kaki berjam2.
Namun, jumlah tersebut menjadi make sense ketika kita bertanya pada diri sendiri, kepada tetangga, teman, anak, orang tua atau orang yang baru kita kenal. sekalipun yang ditanya adalah orang yang cukup getol menjadi volunteer kemanusiaan. siap menghadapi ancaman gempa dan tsunami, tapi belum tentu siap menghadapi banjir, longsor, erupsi gunungapi atau wabah penyakit. siap berarti mempunyai kemampuan untuk mengurangi risiko yang akan terjadi ketika bahaya betul-betul datang.
tidak sedikit relawan yang gagah berani datang pada lokasi bencana tidak punya kemampuan berenang. Atau punya pengetahuan tentang mengantisipasi kemungkinan terjadinya wabah. disentri, campak, ISPA, demam berdarah, malaria atau flue burung. saking semangatnya melakukan evakuasi mayat atau penyintas, relawan lupa akan keselamatan dirinya sendiri. hal yang sederhana adalah makan sesuai dengan kebutuhan tubuh atau kebersihan diri. Itu adalah cermain kita bersama, bagaimana kesiapan warga negara atas ancaman bencana.
Ya harap maklum mas dan mbak. La wong kita emang sejak bayi ceprot gak pernah dikasih pengetahuan tentang kebencanaan. apa saja ancaman yang ada disekitar kita, dan bagaimana harus mensikapinya. Kita selalu dijejali, setiap ada kejadian yang disebut bencana harus diterima dengan iklas dan lapang dada. karena diposisikan sebagai ujian Tuhan, sebagai takdir sebagai manusia yang tidak berdaya. Yang bisa dilakukan setiap manusia selain tabah bagi yang menerima (sekalipun ibu, bapak, adik, kakak, tante dll) menjadi korban bencana, adalah membantu. Kalau ada beras, ya kasih beras. kalau ada ikan, baju layak pake dll, ya disumbangin. sehingga tidak aneh, kalau terjadi bencana di suatu lokasi, perempatan jalan jadi tempat kampanye kepedulian terhadap kemanusiaan. selain spanduk dan bendera, juga banyak none/abang yang menyorongkan kerdus bekas mie instan or minuman mineral pada pengguna jalan.
341 kejadian bencana terjadi sepanjang 2006. well, itu baru yang terpantau oleh Media Nasional. Dari angka itu aja, artinya negeri ini hampir tiap hari disatroni bencana. kalau udah gini, apa masih bertanya lagi kalau negeri ini emang republik of disasters? Negeri yang takdirnya emang rentan. Gak disikapinya kondisi ini, baik dalam pengembangan wilayah (penataan ruang) sampe pendidikan plus sistem kehidupan menjadikan negeri ini bak arena pembantaian. Sebuah liang kubur yang siap kapan saja diperuntukan bagi si naas.
Negara dibentuk untuk bisa melindungi rakyatnya. Salah satu kompensasinya adalah, sang rakyat harus menyetor pajak. dan tentu saja harus ikut aturan main agar perlindungan dari negara dapat berjalan. Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan persiden sampe peraturan daerah. Lebih sempit, ada peraturan desa, rukun warga dan rukun tangga. Aturan2 tersebut wajib diikuti agar perlindungan dan ketertiban dalam kehidupan bernegara berjalan.
Tapi aneh bin ajaib untuk negeri tercinta, Indonesia. Sekalipun tsunami yang mengantarkan 200 ribu jiwa, disusul 2 kali banjir bandang dan gempa susulan di Aceh dan Sumut menjadi peringatan, tapi tak bergeming. Kesibukan dan pengakuan ketidak siapan hanya bertahan 3 hari saja sejak kejadian bencana. kembali diungkapkan ketika ada diskusi terbuka atau pertanyaan wartawan atas berbagai kejadian bencana. Namun, gak ada perubahan juga. RUU PB saat awal inisiasi akan digeber dalam waktu 6 bulan, eh.. jadinya molor sampe 2 tahun. BRR yang dibentuk melalui UU konon akan menjamin pembangunan kembali jadi oke. Nyatanya, complain datang bertubi2. tuntutan untuk di bubarkan tidak hanya 100 kali terjadi.
Mahluk yang aneh.. eh, negara yang aneh. Lalu buat apa negara ini terus dipertahankan ya. kenapa 220 juta (dikurangi warga yang mati berjamaah akibat bencana) tetep loyal. Padahal, untuk bikin KTP saja, yang itu juga bagian dari eksistensi Negeri ini harus rela antri, menunggu bahkan harus keluar harta. Untuk mendapatkan kerja, apalagi jadi PNS, harus menjual aset-aset kehidupan; tanah, ternak atau hutang. Untuk sekolah yang sedikit berkualitas, harus bayar muahal...
Bener-bener.... Mahluk yang aneh.. eh.. Negeri yang Aneh.....
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
Wednesday, May 02, 2007
ISU FLUBUR, WABAH KORUPSI, DAN MEDIA YANG TERJEBAK
artikel ini diambil dari millis FOSSEI; http://www.mail-archive.com/fossei@yahoogroups.com/msg00565.html
Yang pertama adalah FAKTA semua pemberian tentang pasien flu burung didahului kata SUSPECT, DIDUGA, atau TERINDIKASI. Hampir tak ditemukaan pemberitaan rekan wartawan cetak maupun elektronik, yang MEMASTIKAN bahwa pasien terkena Benar-benar FLUBUR. Aneh kan? Baru SUSPECT saja kok pemberitaannya demikian berutbi-tubi, kayak nggak ada berita yang jelas-jelas FAKTA lainnya. Ada apakagh gerangan ini???
Yang kedua, perspektif soal FLUBUR selama ini DIDOMINASI oleh menteri Kesehatan belaka. Sehingga targetnya adalah VAKSIN, DESINFEKTAN, PEMUSNAHAN MASSAL, dst. Kenapa tidak ada perpespektif lain yang dimunculkan? Dari DINAS PETERNAKAN, dari DOKTER HEWAN, dari PELAKU PETERNAKAN, dari PASAR-PASAR BURUNG sehingga ada Model Pemberitaan yang Berimbang! Adakah sekenario tertentu untuk menggiring pada OPiNI tertentu karena ada target Goal tertentu?
Rumornya, sebelum dana Rp 600 Milyar untuk penanggulangan FLUBUR ini cair sepenuhnya maka ISU FLUBUR akan terus-menerus digencarkan dimana-mana. Sebab, cairnya dana sebesar itu berkait dengan Jumlah Vaksin yang harus dibeli (dari farmasi Eropa???). masalah dana itu pernah sekali ditulis di Jawa Pos bulan September, tetapi entah mengapa kemudian tak dilanjutkan lagi. Tiarap karena ditekan????
Ketiga, adalah FAKTA bahwa saat ini ada 4,2 juta kandang ternak ayam dengan jumlah pekerja kandang mencapai 10 juta orang lebih, smenjak beroperasi dari tahun 80-an, SATU PUN pekerja itu belum ada yang kena FLU BUrung. Semuanya sehat wal afiat Kalau ada toh yang sakit ya cuma flu biasa karena udara dingin dan langusng sembuh dengan obat FLU biasa. Pemberitaan yang berubi-tubi tentang FLUBUR telah menimbulkan keresahan baru di kalangan pekerja kandang sehingga banyak peternakan ayam kemudian off karena pekerjanya berhenti takut kena FLUBUR. Pekerja Media tak pernah memperhitungkan efek Hilangnya mata pencaharian jutaan peternak ayam dan pekerjanya hanya gara-gara Berita yang dipublikasikannya masih bersifat SUSPECT. Mereka kan tahunya sudah benar-benar terjadi, Bukan SUSPECT lagi. Begitu DASYATNYA efek media sehingga masyarakat tidak kritis meskipun telah diselipin kata SUSPECT. Orang tahunya bukan SUSPECT tapi FAKTa. Padahal, FAKTA sangat berbeda dengan FIKSI bukan???
Anehnya, ketika pekerja pekerja kandang itu (yang jelas potensi kena fluburnya lebih tinggi) satu pun nggak ada yang terkena FLUBUR, malah orang-orang yang Tinggal di TENGAH KOTA, PERUMAHAN PADAT, berubi-tubi dikabarkan kena FLUBUR. Aneh bin ajaib bin mustahal, bukan???
Jangan-jangan itu penyakit lain, lalu karena RS sudah ditekan untuk mengatakan FLUBUR maka RS berlindung dibalik kata SUSPECT Flubur. Jadi, RS pun sangsi dengan FLUBuR itu sehingga untuk tidak terlalu membohongi publik mereka pakai istilah SUSPECT. Kalau ada serangan dari pihak-pihak yang tahu duduk persoalannya, Rumah Sakit mudah sekali berkilah: dari awal kan kita bilangnya SUSPECT bukan Flubur betulan???
Nah lo, betapa hebatnya teori konspirasi dimainkan dalam soal FLUBUR ini!
Yang Ketiga, berdasarkan data departemen Kesehatan sendiri yang seharusnya dinyatakan sebagai WABAH atau KLB itu kan DEMAM BERDARAH dan RABIES. Ini karena populasi penderitanya sangat tinggi. Di antara 2-5 % dan riel terjadi di masyarakat. Sedangkan kejadian FLUBUR ini tidak ada 0.01 % dari total populasi penduduk di Indonesia. Kenapa bisa terjadi keanehan seperti ini? Yang masih SUSPECT dikategorikan KLB/WABAH dan dikampanyekan besar-besara, sementara yang benar-benar KLB/WABAH tidak ditangani secara serius. salahkan kita memilih pemimpin.
Kalau ada yang mau datanya lebih detil bisa kontak dengan DR. DRH. EDi BUDI SANTOSA, dari Pasca sarjana Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Satu-satunya Doktor Spesialis Burung di Indonesia lulusan Ludwigh Jerman, mahasiswanya Prof Ghrimm (akar burung dan unggas Jerman). HP DR EDI BUDI 081 668 0464. sewaktu banyak berbincang dengannya, saya banyak terperangah karena banyaknya data lain, perpektif lain, yang jauh bertolakbelakang dari yang kita baca selama ini di media. sayangnya, tulisan-tulisan dia yang mau mengcounter LOGIKA FLUBURUNG selama ini, tak diberi tempat Oleh media. beberapa rekan media malah menganggapnya "Gila", nyleneh, ingin mencari popularitas dengan cara kontroversial. Padahal, data dan opini yang dia miliki sebenarnya memang yang sesuai dengan FAKTA soal FLU BURUNG. Termasuk teori bahwa Virus H5N1 ini TIDAK MUNGKIN menjalar ke Manusia, BAIK lewat UNGGAS maupun LALAT karena resepien sel kita sangat berbeda. Jadi, sungguh memang ada banyak hal yang aneh bin ajaib dineger ini. termasuk Logika teman-teman media yang sudah jungkir balik juga terkontaminasi olelh Skenario Besar Rezim sehingga membuat mereka tiak
kritis lagi tetapi malah sebaliknya IKUT MENGOMPORI / MEMBAKAR hal yang seharusnya bisa diredamnya. Ada orang yang tentu tertawa-tawa dengan cara kerja teman-teman media yang bisa disetting seperti itu.
Yang Keempat, kalau mau lebih konkret kerja kita sesungguhnya kita bisa mengalihkan ISU FLU BURUNG yang masih dalam taraf SUSPECT itu ke persoalan WABAH yang lebih Riel menimpa negeri ini. yakni WABAH KORUPSI. Ini yang jelas-jelas hanya menguntungkan mereka yang di atas dan merugikan rakyat banyak yang dipaksa rutin membayar PAJAK. Nah, kalau logika kita NALAR mana yang lebih afdhol ngurusi berita ISUflubur yang belum jelas tapi menimbulkan kepanikan masyarakat atau FAKTA Korupsi yang sudah menjadi WABAH itu, bahkan bisa dikategorikan KLB (Kondisi Luar Biasa) yang kalau kita beritakan justru akan DIDUKUNG penuh rakyat.
Disinilah logika dan nurani kita diuji?????????????
Yang terakhir, kalau memang harus ada pemusnahan massal Unggas, mbok yao dilakukan dengan cara yang bijak. Masak dilakukan dengan CARA BAKAR_BAKARAN, diekspose besar-besaran, ditonton oleh Jutaan pemirsa, lalu menimbulkan kepanikan di mana-mana. Benarkan begitu cara memusnahkan hewan yang benar? Coba deh pejabat tanya kepada Dokter-dokter Hewan. Pastilah mereka akan geleng-geleng kepala.
Kalau mau lebih berani lagi, tanya ke ulama-ulama salaf. Pastilah mereka akan berkata: Itu Tindakan kekufuran. Semua binatang di Bumi Ini Bertasbih kepada Tuhan-Nya. malah kadang manusianya yang jarang bertasbih memuji Tuhan bahkan lupa pada Tuhan, kok dengan entengnya orang-orang gedean itu MEMBAKAR MAHLUK ALLAH yang setiap Hari mengucapkan tasbih dengan kokok dan kicauannya yang merdu.
Semoga itu menjadi salah satu perpektif lain kita dalam memahami ISU FLUBUR.
Salam hangat dari Yogya
Among Kurnia Ebo
Taman Najmi kav-21 Kalasan Yogyakarta
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
artikel ini diambil dari millis FOSSEI; http://www.mail-archive.com/fossei@yahoogroups.com/msg00565.html
Yang pertama adalah FAKTA semua pemberian tentang pasien flu burung didahului kata SUSPECT, DIDUGA, atau TERINDIKASI. Hampir tak ditemukaan pemberitaan rekan wartawan cetak maupun elektronik, yang MEMASTIKAN bahwa pasien terkena Benar-benar FLUBUR. Aneh kan? Baru SUSPECT saja kok pemberitaannya demikian berutbi-tubi, kayak nggak ada berita yang jelas-jelas FAKTA lainnya. Ada apakagh gerangan ini???
Yang kedua, perspektif soal FLUBUR selama ini DIDOMINASI oleh menteri Kesehatan belaka. Sehingga targetnya adalah VAKSIN, DESINFEKTAN, PEMUSNAHAN MASSAL, dst. Kenapa tidak ada perpespektif lain yang dimunculkan? Dari DINAS PETERNAKAN, dari DOKTER HEWAN, dari PELAKU PETERNAKAN, dari PASAR-PASAR BURUNG sehingga ada Model Pemberitaan yang Berimbang! Adakah sekenario tertentu untuk menggiring pada OPiNI tertentu karena ada target Goal tertentu?
Rumornya, sebelum dana Rp 600 Milyar untuk penanggulangan FLUBUR ini cair sepenuhnya maka ISU FLUBUR akan terus-menerus digencarkan dimana-mana. Sebab, cairnya dana sebesar itu berkait dengan Jumlah Vaksin yang harus dibeli (dari farmasi Eropa???). masalah dana itu pernah sekali ditulis di Jawa Pos bulan September, tetapi entah mengapa kemudian tak dilanjutkan lagi. Tiarap karena ditekan????
Ketiga, adalah FAKTA bahwa saat ini ada 4,2 juta kandang ternak ayam dengan jumlah pekerja kandang mencapai 10 juta orang lebih, smenjak beroperasi dari tahun 80-an, SATU PUN pekerja itu belum ada yang kena FLU BUrung. Semuanya sehat wal afiat Kalau ada toh yang sakit ya cuma flu biasa karena udara dingin dan langusng sembuh dengan obat FLU biasa. Pemberitaan yang berubi-tubi tentang FLUBUR telah menimbulkan keresahan baru di kalangan pekerja kandang sehingga banyak peternakan ayam kemudian off karena pekerjanya berhenti takut kena FLUBUR. Pekerja Media tak pernah memperhitungkan efek Hilangnya mata pencaharian jutaan peternak ayam dan pekerjanya hanya gara-gara Berita yang dipublikasikannya masih bersifat SUSPECT. Mereka kan tahunya sudah benar-benar terjadi, Bukan SUSPECT lagi. Begitu DASYATNYA efek media sehingga masyarakat tidak kritis meskipun telah diselipin kata SUSPECT. Orang tahunya bukan SUSPECT tapi FAKTa. Padahal, FAKTA sangat berbeda dengan FIKSI bukan???
Anehnya, ketika pekerja pekerja kandang itu (yang jelas potensi kena fluburnya lebih tinggi) satu pun nggak ada yang terkena FLUBUR, malah orang-orang yang Tinggal di TENGAH KOTA, PERUMAHAN PADAT, berubi-tubi dikabarkan kena FLUBUR. Aneh bin ajaib bin mustahal, bukan???
Jangan-jangan itu penyakit lain, lalu karena RS sudah ditekan untuk mengatakan FLUBUR maka RS berlindung dibalik kata SUSPECT Flubur. Jadi, RS pun sangsi dengan FLUBuR itu sehingga untuk tidak terlalu membohongi publik mereka pakai istilah SUSPECT. Kalau ada serangan dari pihak-pihak yang tahu duduk persoalannya, Rumah Sakit mudah sekali berkilah: dari awal kan kita bilangnya SUSPECT bukan Flubur betulan???
Nah lo, betapa hebatnya teori konspirasi dimainkan dalam soal FLUBUR ini!
Yang Ketiga, berdasarkan data departemen Kesehatan sendiri yang seharusnya dinyatakan sebagai WABAH atau KLB itu kan DEMAM BERDARAH dan RABIES. Ini karena populasi penderitanya sangat tinggi. Di antara 2-5 % dan riel terjadi di masyarakat. Sedangkan kejadian FLUBUR ini tidak ada 0.01 % dari total populasi penduduk di Indonesia. Kenapa bisa terjadi keanehan seperti ini? Yang masih SUSPECT dikategorikan KLB/WABAH dan dikampanyekan besar-besara, sementara yang benar-benar KLB/WABAH tidak ditangani secara serius. salahkan kita memilih pemimpin.
Kalau ada yang mau datanya lebih detil bisa kontak dengan DR. DRH. EDi BUDI SANTOSA, dari Pasca sarjana Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Satu-satunya Doktor Spesialis Burung di Indonesia lulusan Ludwigh Jerman, mahasiswanya Prof Ghrimm (akar burung dan unggas Jerman). HP DR EDI BUDI 081 668 0464. sewaktu banyak berbincang dengannya, saya banyak terperangah karena banyaknya data lain, perpektif lain, yang jauh bertolakbelakang dari yang kita baca selama ini di media. sayangnya, tulisan-tulisan dia yang mau mengcounter LOGIKA FLUBURUNG selama ini, tak diberi tempat Oleh media. beberapa rekan media malah menganggapnya "Gila", nyleneh, ingin mencari popularitas dengan cara kontroversial. Padahal, data dan opini yang dia miliki sebenarnya memang yang sesuai dengan FAKTA soal FLU BURUNG. Termasuk teori bahwa Virus H5N1 ini TIDAK MUNGKIN menjalar ke Manusia, BAIK lewat UNGGAS maupun LALAT karena resepien sel kita sangat berbeda. Jadi, sungguh memang ada banyak hal yang aneh bin ajaib dineger ini. termasuk Logika teman-teman media yang sudah jungkir balik juga terkontaminasi olelh Skenario Besar Rezim sehingga membuat mereka tiak
kritis lagi tetapi malah sebaliknya IKUT MENGOMPORI / MEMBAKAR hal yang seharusnya bisa diredamnya. Ada orang yang tentu tertawa-tawa dengan cara kerja teman-teman media yang bisa disetting seperti itu.
Yang Keempat, kalau mau lebih konkret kerja kita sesungguhnya kita bisa mengalihkan ISU FLU BURUNG yang masih dalam taraf SUSPECT itu ke persoalan WABAH yang lebih Riel menimpa negeri ini. yakni WABAH KORUPSI. Ini yang jelas-jelas hanya menguntungkan mereka yang di atas dan merugikan rakyat banyak yang dipaksa rutin membayar PAJAK. Nah, kalau logika kita NALAR mana yang lebih afdhol ngurusi berita ISUflubur yang belum jelas tapi menimbulkan kepanikan masyarakat atau FAKTA Korupsi yang sudah menjadi WABAH itu, bahkan bisa dikategorikan KLB (Kondisi Luar Biasa) yang kalau kita beritakan justru akan DIDUKUNG penuh rakyat.
Disinilah logika dan nurani kita diuji?????????????
Yang terakhir, kalau memang harus ada pemusnahan massal Unggas, mbok yao dilakukan dengan cara yang bijak. Masak dilakukan dengan CARA BAKAR_BAKARAN, diekspose besar-besaran, ditonton oleh Jutaan pemirsa, lalu menimbulkan kepanikan di mana-mana. Benarkan begitu cara memusnahkan hewan yang benar? Coba deh pejabat tanya kepada Dokter-dokter Hewan. Pastilah mereka akan geleng-geleng kepala.
Kalau mau lebih berani lagi, tanya ke ulama-ulama salaf. Pastilah mereka akan berkata: Itu Tindakan kekufuran. Semua binatang di Bumi Ini Bertasbih kepada Tuhan-Nya. malah kadang manusianya yang jarang bertasbih memuji Tuhan bahkan lupa pada Tuhan, kok dengan entengnya orang-orang gedean itu MEMBAKAR MAHLUK ALLAH yang setiap Hari mengucapkan tasbih dengan kokok dan kicauannya yang merdu.
Semoga itu menjadi salah satu perpektif lain kita dalam memahami ISU FLUBUR.
Salam hangat dari Yogya
Among Kurnia Ebo
Taman Najmi kav-21 Kalasan Yogyakarta
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
Demam Berdarah, Ketiduran Luar Biasa!
Dr. Marius Widjajarta:
artikel ini diambil dari Kompas on line.
Jakarta, KCM
Dalam beberapa hari terakhir keluhan masyarakat yang masuk ke Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) berkaitan merebaknya penyakit demam berdarah dengue (DBD) cukup banyak. Dalam empat hari saja lebih dari 25 pengaduan masuk.
Berikut ini wawancara dengan Dr. Marius Widjajarta, Ketua YPKKI.
Apa yang dikeluhkan masyarakat?
Banyak sekali laporan ke YPKKI menyangkut wacana perkataan gratis dari pejabat. Mulai dari pejabat tertinggi sampai yang bawah. Mereka yang tadinya nggak punya duit berbondong-bondong ke rumah sakit terutama rumah sakit pemerintah. Nah, di rumah sakit timbul berbagai kendala karena ketidakjelasan wacana gratis tadi. Mengapa saya sebut wacana? Karena ternyata dalam beberapa hal tidak gratis. Masyarakat harus membayar biaya administrasi, untuk beli obat, beli infus. Tidak jelas benar bagaimana caranya mendapatkan pengobatan yang benar-benar gratis.
Dalam kunjungan bersama Presiden ke RS Persahatan, Senin (1/3), Menteri Kesehatan kembali menegaskan penderita DBD yang tak mampu dibebaskan dari biaya perawatan, tanpa membutuhkan surat keterangan.
Perkataan gratis itu jangan terlalu diumbarlah. Supaya ada implementasi yang jelas sesuai UU Perlindungan Konsumen no 8 tahun 1999, bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan jelas. Birokrasinya jangan terlalu panjang. Kalau birokrasinya berbelit-belit masyarakat miskin lebih banyak meninggal daripada yang hidup. Bukan tidak mungkin pula mereka dibebani biaya-biaya administrasi. Masyarakat ini sudah ngap-ngapan, ekonomi lagi terpepet. Saya bicara ini tidak ada hubungannya dengan politik. Saya bukan orang politik.
Pernyataan gratis itu sekadar angin surga?
Benar, itu masih merupakan angin surga. Kalau memang tidak melaksanakan janganlah memberikan angin surga bagi orang miskin. Angin surga bagi orang miskin itu kasihan. Nanti sakitnya dua kali.
Seluruh rumah sakit di Jakarta kan sudah dikumpulkan dan diberitahu oleh pemerintah.
Ya, mereka memang diharuskan menerima pasien orang miskin. Gratis. Tapi implementasinya, kita nggak tahu. Sering pejabat-pejabat itu cuma ngomong gratisnya doang. Seharusnya diinformasikan pula kalau ke rumah sakit itu apa saja yang harus dibeli. Apa yang gratis. Jadi mereka bisa berpikir, seandainya uangnya kurang mencari kemana lagi. Jangan sudah sampai di rumah sakit, tapi ternyata omong doang.
Bisa jadi ada kekhawatiran klaim yang diajukan rumah sakit tidak dibayar pemerintah
Kan ada persatuannya. Perhimpunan Rumahsakit Seluruh Indonesia (PERSI). Mereka bisa ramai-ramai menagih janji pemerintah, katanya mau dibayar, katanya mau diganti, mana uangnya? Kan ada jalurnya, apalagi semua rumah sakit sudah dikumpulkan oleh pemerintah. Kita sekarang menagih janji, kenyataan. Bukan hanya ngomomg-ngomong doang. Ngomong mah gampang, saja juga bisa. Malah ada yang bertanya pada saya: Apakah sebaiknya Menteri Kesehatan mundur?
Jawaban Anda?
Masalah mundur atau tidak, saya nggak mau berpolitik. Yang penting tanggung jawab. Kalau toh saya bilang mundur, belum tentu mau mundur. Jadi sebaiknya, bertanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan. Kalau perlu diusut ke pengadilan, silakan. Kalau masalah turun enggaknya itu terserah ibu presiden. Peraturan perundangan mana yang dilanggar?
Kan ada Undang-Undang Wabah.
Kasus DBD ini sudah bisa dikategorikan wabah?
Pemerintah baru menyebut kondisi kejadian luar biasa (KLB) nasional. Kalau dinyatakan KLB, UU Wabah jadi tidak berlaku. Tapi kalau DBD digolongkan wabah, pejabatnya bisa diancam hukuman, karena kealpaannya. Mereka bisa dikurung 6 bulan plus denda 500.000 rupiah. Untuk menentukan wabah atau bukan harus ada data epidemiologinya. Apabila di bulan sama, tempat yang sama, pada tahun berbeda korbannya sudah lebih dari dua kali lipat, menurut saya sudah wabah.
Tapi, interpretasi masing-masing orang kan bisa berbeda
Ya karena PP-nya tidak jelas. Akibatnya, bisa timbul multi interpretasi. Dalam keadaan seperti ini, pemerintah harus tegas. Kalau melihat jumlah penderita DB yang dirawat sudah dua kali lipat dalam bulan yang sama, ini sudah bisa disebut wabah. Kalau pemerintah bilang ini kondisi Kejadian Luar Biasa nasional, saya menyebutnya Keterlambatan Luar Biasa atau Ketiduran Luar Biasa.
Bagaimana tahapan yang benar dalam menangani demam berdarah?
Dalam kaidah ilmu kesehatan, agar mencapai program yang berhasil harus ada tindakan preventif promotif, terakhir baru kuratif. Pemerintah berpikir preventif-promotif ini tidak menguntungkan, yang dilakukan lebih banyak ke kuratif. Beli-beli alat dan banyak membangun sarana. Padahal preventif-promotif dalam ilmu kesehatan masyarakat harus dilaksanakan. Sekitar bulan September-Desember tindakan pencegahan demam berdarah seharusnya sudah dilakukan seperti warning, kemudian analisa warning. Saat ini Departemen Kesehatan cenderung beli alat-alat pengadaan rumah sakit, yang sifatnya kuratif. Kalau mereka mengikuti kaidah ilmu kesehatan masyarakat seharusnya ada tindakan preventif promotif. Ini tidak dilaksanakan. Apakah hal seperti ini bisa dibenarkan?
Menurut Anda, Depkes yang paling bertanggungjawab?
Iya, pihak yang paling bertanggung jawab dalam hal ini Depkes. Demam berdarah kan penyakit yang sudah tahunan lamanya. Ini siklus tahunan. Demam berdarah pertama di Indonesia tahun 1968, di Surabaya dan Jakarta. Dari tahun 1968-2004 itu kan sudah 36 tahun, kalau manusia itu sudah dewasa tua. Harusnya penanganannya sudah canggih, ini kok malah mundur. Tindakan preventif promotif tak dilaksanakan, kan antik. Bagimana dengan cita-cita Indonesia Sehat 2010. Apakah benar tahun 2010 kesehatan sebagai investasi. Investasinya siapa, rakyatnya? atau oknumnya?
Sebagian pihak mengatakan sudahlah jangan tunjuk kesalahan orang lain wong tidak akan mengubah keadaan.
Saya tidak menunjuk kesalahan orang lain. Tapi, seharusnya dengan berbesar hati sikap bertanggungjawab ini harus dibudayakan. Kalau nunjuk-nunjuk kesalahan orang memang nggak betul. Tidak usah dipolitikkan. Tapi yang seharusnya bertanggungjawab melaksanakan program pemberantasan penyakit demam berdarah itu siapa? Harusnya kan ada program preventif promotif antara September-Desember, mengapa itu tidak dilaksanakan? Nah, sikap bertanggungjawab inilah yang harus dibudayakan. Bukan mau tunjuk menunjuk, sebab menunjuk kesalahan orang lain memang gampang. Yang jelas, sikap mau bertanggungjawab dalam masyarakat Indonesia masih lemah. Apakah kalau sudah ada musibah begini kita harus minta pertanggungjawaban rumput yang bergoyang...? (ZRP)
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
Dr. Marius Widjajarta:
artikel ini diambil dari Kompas on line.
Jakarta, KCM
Dalam beberapa hari terakhir keluhan masyarakat yang masuk ke Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) berkaitan merebaknya penyakit demam berdarah dengue (DBD) cukup banyak. Dalam empat hari saja lebih dari 25 pengaduan masuk.
Berikut ini wawancara dengan Dr. Marius Widjajarta, Ketua YPKKI.
Apa yang dikeluhkan masyarakat?
Banyak sekali laporan ke YPKKI menyangkut wacana perkataan gratis dari pejabat. Mulai dari pejabat tertinggi sampai yang bawah. Mereka yang tadinya nggak punya duit berbondong-bondong ke rumah sakit terutama rumah sakit pemerintah. Nah, di rumah sakit timbul berbagai kendala karena ketidakjelasan wacana gratis tadi. Mengapa saya sebut wacana? Karena ternyata dalam beberapa hal tidak gratis. Masyarakat harus membayar biaya administrasi, untuk beli obat, beli infus. Tidak jelas benar bagaimana caranya mendapatkan pengobatan yang benar-benar gratis.
Dalam kunjungan bersama Presiden ke RS Persahatan, Senin (1/3), Menteri Kesehatan kembali menegaskan penderita DBD yang tak mampu dibebaskan dari biaya perawatan, tanpa membutuhkan surat keterangan.
Perkataan gratis itu jangan terlalu diumbarlah. Supaya ada implementasi yang jelas sesuai UU Perlindungan Konsumen no 8 tahun 1999, bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan jelas. Birokrasinya jangan terlalu panjang. Kalau birokrasinya berbelit-belit masyarakat miskin lebih banyak meninggal daripada yang hidup. Bukan tidak mungkin pula mereka dibebani biaya-biaya administrasi. Masyarakat ini sudah ngap-ngapan, ekonomi lagi terpepet. Saya bicara ini tidak ada hubungannya dengan politik. Saya bukan orang politik.
Pernyataan gratis itu sekadar angin surga?
Benar, itu masih merupakan angin surga. Kalau memang tidak melaksanakan janganlah memberikan angin surga bagi orang miskin. Angin surga bagi orang miskin itu kasihan. Nanti sakitnya dua kali.
Seluruh rumah sakit di Jakarta kan sudah dikumpulkan dan diberitahu oleh pemerintah.
Ya, mereka memang diharuskan menerima pasien orang miskin. Gratis. Tapi implementasinya, kita nggak tahu. Sering pejabat-pejabat itu cuma ngomong gratisnya doang. Seharusnya diinformasikan pula kalau ke rumah sakit itu apa saja yang harus dibeli. Apa yang gratis. Jadi mereka bisa berpikir, seandainya uangnya kurang mencari kemana lagi. Jangan sudah sampai di rumah sakit, tapi ternyata omong doang.
Bisa jadi ada kekhawatiran klaim yang diajukan rumah sakit tidak dibayar pemerintah
Kan ada persatuannya. Perhimpunan Rumahsakit Seluruh Indonesia (PERSI). Mereka bisa ramai-ramai menagih janji pemerintah, katanya mau dibayar, katanya mau diganti, mana uangnya? Kan ada jalurnya, apalagi semua rumah sakit sudah dikumpulkan oleh pemerintah. Kita sekarang menagih janji, kenyataan. Bukan hanya ngomomg-ngomong doang. Ngomong mah gampang, saja juga bisa. Malah ada yang bertanya pada saya: Apakah sebaiknya Menteri Kesehatan mundur?
Jawaban Anda?
Masalah mundur atau tidak, saya nggak mau berpolitik. Yang penting tanggung jawab. Kalau toh saya bilang mundur, belum tentu mau mundur. Jadi sebaiknya, bertanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan. Kalau perlu diusut ke pengadilan, silakan. Kalau masalah turun enggaknya itu terserah ibu presiden. Peraturan perundangan mana yang dilanggar?
Kan ada Undang-Undang Wabah.
Kasus DBD ini sudah bisa dikategorikan wabah?
Pemerintah baru menyebut kondisi kejadian luar biasa (KLB) nasional. Kalau dinyatakan KLB, UU Wabah jadi tidak berlaku. Tapi kalau DBD digolongkan wabah, pejabatnya bisa diancam hukuman, karena kealpaannya. Mereka bisa dikurung 6 bulan plus denda 500.000 rupiah. Untuk menentukan wabah atau bukan harus ada data epidemiologinya. Apabila di bulan sama, tempat yang sama, pada tahun berbeda korbannya sudah lebih dari dua kali lipat, menurut saya sudah wabah.
Tapi, interpretasi masing-masing orang kan bisa berbeda
Ya karena PP-nya tidak jelas. Akibatnya, bisa timbul multi interpretasi. Dalam keadaan seperti ini, pemerintah harus tegas. Kalau melihat jumlah penderita DB yang dirawat sudah dua kali lipat dalam bulan yang sama, ini sudah bisa disebut wabah. Kalau pemerintah bilang ini kondisi Kejadian Luar Biasa nasional, saya menyebutnya Keterlambatan Luar Biasa atau Ketiduran Luar Biasa.
Bagaimana tahapan yang benar dalam menangani demam berdarah?
Dalam kaidah ilmu kesehatan, agar mencapai program yang berhasil harus ada tindakan preventif promotif, terakhir baru kuratif. Pemerintah berpikir preventif-promotif ini tidak menguntungkan, yang dilakukan lebih banyak ke kuratif. Beli-beli alat dan banyak membangun sarana. Padahal preventif-promotif dalam ilmu kesehatan masyarakat harus dilaksanakan. Sekitar bulan September-Desember tindakan pencegahan demam berdarah seharusnya sudah dilakukan seperti warning, kemudian analisa warning. Saat ini Departemen Kesehatan cenderung beli alat-alat pengadaan rumah sakit, yang sifatnya kuratif. Kalau mereka mengikuti kaidah ilmu kesehatan masyarakat seharusnya ada tindakan preventif promotif. Ini tidak dilaksanakan. Apakah hal seperti ini bisa dibenarkan?
Menurut Anda, Depkes yang paling bertanggungjawab?
Iya, pihak yang paling bertanggung jawab dalam hal ini Depkes. Demam berdarah kan penyakit yang sudah tahunan lamanya. Ini siklus tahunan. Demam berdarah pertama di Indonesia tahun 1968, di Surabaya dan Jakarta. Dari tahun 1968-2004 itu kan sudah 36 tahun, kalau manusia itu sudah dewasa tua. Harusnya penanganannya sudah canggih, ini kok malah mundur. Tindakan preventif promotif tak dilaksanakan, kan antik. Bagimana dengan cita-cita Indonesia Sehat 2010. Apakah benar tahun 2010 kesehatan sebagai investasi. Investasinya siapa, rakyatnya? atau oknumnya?
Sebagian pihak mengatakan sudahlah jangan tunjuk kesalahan orang lain wong tidak akan mengubah keadaan.
Saya tidak menunjuk kesalahan orang lain. Tapi, seharusnya dengan berbesar hati sikap bertanggungjawab ini harus dibudayakan. Kalau nunjuk-nunjuk kesalahan orang memang nggak betul. Tidak usah dipolitikkan. Tapi yang seharusnya bertanggungjawab melaksanakan program pemberantasan penyakit demam berdarah itu siapa? Harusnya kan ada program preventif promotif antara September-Desember, mengapa itu tidak dilaksanakan? Nah, sikap bertanggungjawab inilah yang harus dibudayakan. Bukan mau tunjuk menunjuk, sebab menunjuk kesalahan orang lain memang gampang. Yang jelas, sikap mau bertanggungjawab dalam masyarakat Indonesia masih lemah. Apakah kalau sudah ada musibah begini kita harus minta pertanggungjawaban rumput yang bergoyang...? (ZRP)
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
DUKA UNTUK HILMA...
Senin pagi, 7.45 wib, tangis kepedihan merobek langit. Jauh menembus ruang2 kosong di angkasa nan kelam. Menghujam jauh kerak2 bumi.. Saat sang bocah imut nan ceria, kembali ke pelukan sang pencipta. Bocah 3 tahun itu tak kuasa menahan ganasnya virus dengue. Hal yang menambah duka adalah kesalahan diagnosa medis dan cara penanganan.
Bocah mungil tak kuasa menolak ketika medis menyatakan terkena ISPA, lalu berubah ke diagnosis TYPUS. 2 hari menjelang kepergian ke alam abadi, baru diketahui secara pasti lewat lab. menderita DEMAM BERDARAH. Namun terlambat... Diagnosis dan penanganan yang keliru, serta penanganan wabah itu sendiri kembali merenggut jiwa.
Hilma mungil, harus menerima perlakuan medis yang tidak semestinya dilakukan. Cairan infus masuk ke tubuh lunglai 2 botol dalam semalam. Medis menyatakan, ini dibutuhkan karena Hilma kurang cairan. sehingga perlu diberi banyak cairan. Infus adalah medianya. akibatnya... cairan infus memasuki seluruh ruang2 dibadannya. bahkan sampai masuk ke paru2. Kondisi Hilma yang telah gelisah sejak masuk RS, bahkan saat di rumah.. tidak dilaporkan paramedis. padahal, orang tuanya telah menyampaikan kepada paramedis. Dokter spesialis lah yang menghungkapkan kesalahan penanganan medis, sejak dari awal pada detik-detik kehidupan Hilma nan ayu.. kepanikan para medis begitu luar biasa ketika sang dokter dengan gemas menyatakan keselahan2 secara spontan.
Hilma mungilku.. akhirnya harus merelakan tubuh kasarnya kembali menyatu tanah.
Sekalipun jiwa2 manusia dan seluruh mahluk hidup itu milik Tuhan, namun ikhtiar yang dikuasakan kepada manusia adalah amanah. Takdir hanya Tuhan yang mengetahuinya. Kapan itu ditentukan. Sangat tidak pantas jika manusia buru2 memvonis setiap kejadian adalah sebuah takdir.
Serang, ibu kota Propinsi Banten telah menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti/Aedes Albopoctus, pembawa virus dangue. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus Dengue tipe Den 1 dan DEN 3. Infeksi Virus Dengue yang merupakan penyebab DBD termasuk family Flaviviridae, yang berukuran sangat kecil yaitu 35-45 nm. Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti/Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Eithopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang.
Pada saat menggigit manusia nyamuk memindahkan virusnya bersama air ludah ke dalam tubuh. Setelah itu disusul dengan periode dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia dan menginfeksi sel-sel darah putih serta kelenjar getah bening. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia). Sebenarnya, virus ini hanya ada di dalam darah selama 3 hari sejak ditularkan oleh nyamuk. Pada saat itu terjadi pertempuran antara antibodi dan virus dengue yang dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Badan biasanya mengalami gejala demam dengan suhu tinggi antara 39-40 serajat celcius dan dapat diertai menggigil.
Bagaimana penanganan propinsi yang baru saja melangsungkan pesta demokrasi rakyat? Jika kita bertanya pada 9.309.000 jiwa warga, hanya gelangan lemah yang akan diperoleh. sekalipun, rumah sakit yang ada tidak lagi menampung jumlah penderita DBD. warga terpaksa membawa pulang kembali keluarganya yang terinveksi virus mematikan karena memang rumah sakit tidak lagi ada ruang perawatan.
Di Kabupaten Rangkasbitung, satu dari kabupaten Propinsi Banten penderinta DBD hanya pada bulan Januari saja 47 orang. Sedang Dinkes propinsi mencatat 57 kasus. Ada yang aneh dari data ini. Artinya, hanya 10 kasus untuk Kabupaten lain seperti Serang, pandeglang, Tangerang,dan kotib Cilegon. Padahal, hanya dari satu kampung :KALORAN, dimana Hilma tercinta tinggal, telah lebih dari 20 kasus DBD? Hanya satu kampung...
Pada pemberitaan tanggal 2 Februari 2007, Rt. Atut, Gubernur terpilih telah menyatakan Propinsi Banten dalam kondisi KLB (Kondisi Luar Biasa). Karena 343 kasus telah terdeteksi menderita DBD. dari kasus yang terdeksi, jauh lebih besar kondisi yang sebebernya. 10 x atau mungkin 50 x. Pemda telah mengambil langkah2 : menggratiskan pengobatan RSUD kls 3, pengadaan alat fogging 204 bh serta menyediakan ABATE yang bisa diakses gratis di puskesmas.
Apakah sudah memadai tindakan Pemda untuk melindungi dan menyelamatkan warga dari ancaman bencana wabah? Efektifkan langkah yang diambil untuk bisa menghilangkan wabah yang dibawa nyamuk dengan daya jelajah 100 m dan daya jangkau tertinggi 6 meter (bisa lebih tinggi karena terbawa oleh manusia ke lantai yang lebih tinggi).
K3 adalah gerakan masyarakat yang telah cukup lama dihembuskan. tapi sampai saat ini tidak berjalan dengan efektif. sudah kah diketahui penyebabnya?
Fogging, apakah sudah diselidiki lebih jauh efektifitasnya. karena pada negeri korupsi ini, bukan tidak mungkin korupsi pun terjadi disini. dengan mengurangi zat adiptif dan diganti dengan zat lain.
NEGARA MELINDUNGI SEGENAP TUMPAH DAN DARAH DAN BANGSA.. apakah hanya semboyan..
Selamat Jalan Hilma ku tercinta...
Sampaikan kepada Tuhan dan para malaikat di alam sana...
Untuk menghukum para pemimpin korup dan tidak mengemban amanah...
kematian adalah keniscayaan..
Namun kematian akibat kelalayan dan kesalahan Negara.. adalah sebuah penghianatan
dari pamanmu yang berduka...
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
Senin pagi, 7.45 wib, tangis kepedihan merobek langit. Jauh menembus ruang2 kosong di angkasa nan kelam. Menghujam jauh kerak2 bumi.. Saat sang bocah imut nan ceria, kembali ke pelukan sang pencipta. Bocah 3 tahun itu tak kuasa menahan ganasnya virus dengue. Hal yang menambah duka adalah kesalahan diagnosa medis dan cara penanganan.
Bocah mungil tak kuasa menolak ketika medis menyatakan terkena ISPA, lalu berubah ke diagnosis TYPUS. 2 hari menjelang kepergian ke alam abadi, baru diketahui secara pasti lewat lab. menderita DEMAM BERDARAH. Namun terlambat... Diagnosis dan penanganan yang keliru, serta penanganan wabah itu sendiri kembali merenggut jiwa.
Hilma mungil, harus menerima perlakuan medis yang tidak semestinya dilakukan. Cairan infus masuk ke tubuh lunglai 2 botol dalam semalam. Medis menyatakan, ini dibutuhkan karena Hilma kurang cairan. sehingga perlu diberi banyak cairan. Infus adalah medianya. akibatnya... cairan infus memasuki seluruh ruang2 dibadannya. bahkan sampai masuk ke paru2. Kondisi Hilma yang telah gelisah sejak masuk RS, bahkan saat di rumah.. tidak dilaporkan paramedis. padahal, orang tuanya telah menyampaikan kepada paramedis. Dokter spesialis lah yang menghungkapkan kesalahan penanganan medis, sejak dari awal pada detik-detik kehidupan Hilma nan ayu.. kepanikan para medis begitu luar biasa ketika sang dokter dengan gemas menyatakan keselahan2 secara spontan.
Hilma mungilku.. akhirnya harus merelakan tubuh kasarnya kembali menyatu tanah.
Sekalipun jiwa2 manusia dan seluruh mahluk hidup itu milik Tuhan, namun ikhtiar yang dikuasakan kepada manusia adalah amanah. Takdir hanya Tuhan yang mengetahuinya. Kapan itu ditentukan. Sangat tidak pantas jika manusia buru2 memvonis setiap kejadian adalah sebuah takdir.
Serang, ibu kota Propinsi Banten telah menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti/Aedes Albopoctus, pembawa virus dangue. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus Dengue tipe Den 1 dan DEN 3. Infeksi Virus Dengue yang merupakan penyebab DBD termasuk family Flaviviridae, yang berukuran sangat kecil yaitu 35-45 nm. Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti/Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Eithopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang.
Pada saat menggigit manusia nyamuk memindahkan virusnya bersama air ludah ke dalam tubuh. Setelah itu disusul dengan periode dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia dan menginfeksi sel-sel darah putih serta kelenjar getah bening. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia). Sebenarnya, virus ini hanya ada di dalam darah selama 3 hari sejak ditularkan oleh nyamuk. Pada saat itu terjadi pertempuran antara antibodi dan virus dengue yang dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Badan biasanya mengalami gejala demam dengan suhu tinggi antara 39-40 serajat celcius dan dapat diertai menggigil.
Bagaimana penanganan propinsi yang baru saja melangsungkan pesta demokrasi rakyat? Jika kita bertanya pada 9.309.000 jiwa warga, hanya gelangan lemah yang akan diperoleh. sekalipun, rumah sakit yang ada tidak lagi menampung jumlah penderita DBD. warga terpaksa membawa pulang kembali keluarganya yang terinveksi virus mematikan karena memang rumah sakit tidak lagi ada ruang perawatan.
Di Kabupaten Rangkasbitung, satu dari kabupaten Propinsi Banten penderinta DBD hanya pada bulan Januari saja 47 orang. Sedang Dinkes propinsi mencatat 57 kasus. Ada yang aneh dari data ini. Artinya, hanya 10 kasus untuk Kabupaten lain seperti Serang, pandeglang, Tangerang,dan kotib Cilegon. Padahal, hanya dari satu kampung :KALORAN, dimana Hilma tercinta tinggal, telah lebih dari 20 kasus DBD? Hanya satu kampung...
Pada pemberitaan tanggal 2 Februari 2007, Rt. Atut, Gubernur terpilih telah menyatakan Propinsi Banten dalam kondisi KLB (Kondisi Luar Biasa). Karena 343 kasus telah terdeteksi menderita DBD. dari kasus yang terdeksi, jauh lebih besar kondisi yang sebebernya. 10 x atau mungkin 50 x. Pemda telah mengambil langkah2 : menggratiskan pengobatan RSUD kls 3, pengadaan alat fogging 204 bh serta menyediakan ABATE yang bisa diakses gratis di puskesmas.
Apakah sudah memadai tindakan Pemda untuk melindungi dan menyelamatkan warga dari ancaman bencana wabah? Efektifkan langkah yang diambil untuk bisa menghilangkan wabah yang dibawa nyamuk dengan daya jelajah 100 m dan daya jangkau tertinggi 6 meter (bisa lebih tinggi karena terbawa oleh manusia ke lantai yang lebih tinggi).
K3 adalah gerakan masyarakat yang telah cukup lama dihembuskan. tapi sampai saat ini tidak berjalan dengan efektif. sudah kah diketahui penyebabnya?
Fogging, apakah sudah diselidiki lebih jauh efektifitasnya. karena pada negeri korupsi ini, bukan tidak mungkin korupsi pun terjadi disini. dengan mengurangi zat adiptif dan diganti dengan zat lain.
NEGARA MELINDUNGI SEGENAP TUMPAH DAN DARAH DAN BANGSA.. apakah hanya semboyan..
Selamat Jalan Hilma ku tercinta...
Sampaikan kepada Tuhan dan para malaikat di alam sana...
Untuk menghukum para pemimpin korup dan tidak mengemban amanah...
kematian adalah keniscayaan..
Namun kematian akibat kelalayan dan kesalahan Negara.. adalah sebuah penghianatan
dari pamanmu yang berduka...
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
Subscribe to:
Posts (Atom)