Kreatif Mencipta Ancaman Bencana
Agak terkejut saat kawanku menyebut istilah itu. Kreatif kok merusak? tapi setelah dia sedikit menjelaskan maksudnya, bener juga apa yang dia sebutkan. Sungguh ngeri jadinya. Apalagi keratifitas tersebut didukung kekuasaan. Maka terciptakah sebuah kerentanan baru yang sebetulnya telah dapat diprediksi dengan mudah.
Kedungombo, tentu kita masih ingat lokasi yang sebetulnya jauh dari keramaian. Tidak jarang disebut2. tapi mendadak nge-top setelah ditetapkan lokasi sebegai project bendungan besar. Sebuah waduk yang dipersiapkan menampung 750 juta M3 air. Peruntukan waduk yang wah telah diworo2 seriring response negatif banyak pihak terhadap rencana yang serat pelanggaran HAM. Waduk yang menelan lahan nyaris sama dengan luas Taman Nasional Merapi tersebut harus menyingkirkan 30.000 jiwa penduduk. Menghasilkan energi listrik 22,5 MW, serta mampu mengairi sawah seluas 70.000 ha. Kedungombo pun akan menciptakan lapangan pekerjaan baru seperti petani ikan dan dari sektor pariwisata. Waduk ini juga menjanjikan dapat mengendalikan banjir.
Selain pelanggaran HAM, prediksi Kedungombo akan menciptakan bencana telah disampaikan. Perubahan secara drastis fungsi alam tentu akan berdampak buruk bagi lingkungan. Daratan yang disulap menjadi lahan basah melalui rekayasa bukan mustahil akan menciptakan kerusakan. Kekeringan dan banjir justru akan terjadi jauh melebihi fungsi DAM yang mampu mengairi 70.000 ha sawah. Krisis air disepanjang DAS yang dibendung, atau kelebihan air yang harus dibuang untuk menjaga bangunan DAM akan menjadi ancaman banjir bandang. Belum lagi kerusakan ekologis yang tercipta akibat pemaksaan daratan menjadi lahan basah. Yang harus tetap diingat adalah, tujuan akhir dari pembangunan yang harus lebih mensejahterakan rakyat.
Pro kontra para akademisi mulai berlangsung. Pengabaian terhadap disiplin ilmu tertentu menjadi lumrah. Masalah teknis menjadi jawara diatas disiplin ilmu yang lain. analisis dampak lingkungan begitu mudah ditutup dengan berbagai pendekatan rekayasa. Dampak sosial yang ditimbulkan cukup ditutup dengan sosialisasi. Jika masih membangkang atau menolak, pendekatan premanisme pun akan menjadi jurus pamungkas.
Kedungombo adalah salah satu contoh, bagaimana perusakan kreatif dilakukan. Hasilnya, terjadi peningkatan kerentanan. Tidak hanya warga yang tergusur dan sampai saat ini masih terus berjuang menuntut haknya. Kemiskinan menjadi kado 30.000 jiwa yang dipaksa angkat kaki. Keadilan masih belum berpihak pada warga Kedungombo, sekalipun telah terjadi pergantian pemimpin Negari ini. Bahkan sampai Presiden yang langsung dipilih oleh rakyat.
Pengrusakan kreatif adalah sebuah upaya yang dilakukan secara sistematis, melibatkan berbagai disiplin ilmu sebagai penguat, melibatkan banyak orang dengan latar belakang berbeda dalam satu komando, dan menciptakan kertanan terhadap bencana dimasa depan jauh melebihi manfaatnya. Dengan mudah kita bisa mendapatkan contoh lain, bagaimana pengurasakan kreatif dilakukan. Eksploitasi hutan yang saat berlangsung seperti HPH, IPPHK, HTI dll adalah contoh kongrit, bagaimana pengrusakan kreatif dilakukan. Demikian juga dengan pembangunan berbagai MAL dipusat kota, perumahan atau kawasan elit maupun pertambangan. Secara sempurna, mereka mengetahui, apa dan bagaimana dampak dari pengurusan alam tersebut akan terjadi. Namun, dengan berbagai dalik science dan didukung oleh kekuasaan, toh pemanfaatan sumber-sumber kehidupan yang mengarah pada kerusakan tetap dilakukan. dan perguruan tinggi menjadi pintu utama atas upaya pengurasakan kreatif tersebut.
Dualisme perguruan tinggi sebagai sarana belajar berbaur dengan peran mencari untung. Project2 penelitian menjadi lahan basah bagi para dosen dan birokrat kampus. AMDAL, menyusun tata ruang, meneliti berbagai dampak akibat beroperasinya perusahaan sampai menjalankan project community development nya perusahaan yang jelas2 merusak lingkungan dan merugikan masyarakat tempatan. Bagaimana kita bisa saksikan, sebuah perguruan tinggi besar di Sulawesi Utara tega mengabaikan penderitaan masyarakat Buyat Pante yang telah sekarat. Kita bisa saksikan, bagaimana Perguruan besar di Jawa Barat, Jogjakarta, Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah mengabaikan dampak negatif akibat dari berbagai project gila. Tambang, perkebunan skala besar sampai lahan gambut sejuta hektar. Bagaimana ketika dampak buruk tersebut telah nyata? Semua akan tutup mata tutup telinga. Atau bahkan ramai2 mencari pembenar. jika perlu ikut2 menghujat sang penguasa penebar gagasan.
Betul2 kreative bukan... dalam merusak dan menciptakan ancaman bencana.
Masih percayakan anak cucu kita dititipkan pada sekolah2 yang jelas2 menciptakan kehancuran. jawabnya.... tidak ada pilihan kawan.....
terlindungi & terselamatkan dari bencana.. adalah HAK DASAR MANUSIA
No comments:
Post a Comment