Pagi subuh, 17 Mei 2007.. wilayah pantai barat Sumatra tiba2 dikejutkan oleh gelombang besar air laut. Tsunami??? bukan. tapi kekuatannya tidak kalah kuat. ratusan rumah kandas. Infrastruktur publik pun porak poranda. Beberapa ruas jalan terputus aksesnya. Dan.. ada pula korban jiwa. Ribuan pengungsi pun mengalir. Dan ternyata, tidak hanya Sumatra. Sepanjang pesisir utara Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Papua serta sebagian Kalimantan mengalami hal yang serupa. Bencana lagi???? jangan becanda akh...
Ya.. ini sudah menjadi bencana. Karena sebuah kejadian atau rentetan kejadian yang menyebabkan ketergangguan sistem sosial, merugikan jiwa atau harta serta komunitas terkena dampak tidak mampu mengatasi sendiri masuk dalam katagori bencana. Nah.. kalau udah ada ribuan yang ngungsi, rumah pada rusak, bahkan hancur total. mata pencaharian nelayan berenti bahkan ada pula korban jiwa, apa masih mangkir disebut bencana?
Supermarket Bencana, begitu tempo memberi judul liputan khususnya dalam edisi minggu ini. Fakta-fakta kejadian bencana, jauh sebelum mega bencana tsunami dibeberkan. Kejailan2 wartawan profesional mengungkap "goblok"nya Negeri ini mengurus bencana dipajang. Plus bonus sanggahan orang2 yang dipercaya menjabat posisi penting si supermarket.
Udah gak terhitung deh masukan2, nasihat, hujatan sampe caci maki ketidak pedulian negeri ini menghadapi berjuta ancaman bencana. Gak sedikit para pakar, baik yang tulus hati sampe sang penjilat menurunkan tim-nya untuk mengurangi dampak bencana. Dari yang rajin nulis di koran sampe ngocol di seminar2. Apakah para pejabat Negeri ini gak pernah baca koran? nonton berita? karena kalau ngikuti diskusi atau seminar, udah kita udah tahu bersama. Mereka pasti mangkir. Sekalipun datang, mereka enggan untuk mendengar. mereka lebih suka menjadi narasumber atau key note speaker. Yang setelah berkhutbah bak pen-dai, trus ngacir dengan alasan ada acara yang lebih penting. Ketemu presiden lah, dipanggil wapres lah, rapat dengan para menteri lah de el el. yang intinya, mereka enggan mendengar.
Mungkin inilah yang menyebabkan mereka super bodoh. Mereka takut membaca realitas, kalau mereka gak becus ngurus negeri ini. Negeri yang telah mengorbankan jutaan orang untuk memerdekakan diri. Negeri yang juga ditumbali warga2 tak berdosa tergilas rentetan kejadian bencana.
Menjadi sangat logis, Tuhan menurunkan ayat pertama kepada Nabi Muhammad adalah perintah : bacalah!!! Iqra!!! "bacalah atas nama Tuhanmu.." ya... membaca atas nama Tuhan sang pencipta berarti membaca dengan kejujuran hati. Dengan ketulusan jiwa dan raga. Tanpa ada bias apapun, apalagi karena iming2 godaan duniawi. Baca.. liat.. dan analisis. apa yang terjadi? Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban dari kepemimpinannya. begitulah kira2 Nabi Muhammad SAW berpesan. Atas dirinya sendiri saja akan dituntut, apalagi ketika dibebankan tanggung jawab untuk menjaga 220 juta jiwa.
Tapi, apakah pesan religi ini masih bisa efektif? Sepertinya terlalu sulit untuk menjawab "Iya". karena untuk mendapatkan jabatan saja dilakukan dengan cara2 haram. Saat menjabat pun cenderung dimanfaatkan untuk mendapatkan yang haram. Atas nama rakyat, atas nama keadilan, atas nama Tuhan..
Lalu, apakah cukup meminimalisasi ancaman bencana dengan doa? Tablig akbar yang digelar dan disorot media dan disaksikan jutaan pasang mata. Sementara berbagai kebijakannya (diamnya seorang pemimpin adalah kebijakan), mendorong untuk jatuhnya korban jiwa dan harta.
Gelombang pasang kembali memaksa kita untuk melihat, membaca dan menganalisis. Negeri ini memang repubik bencana..
terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA
No comments:
Post a Comment