Pagi yang cerah... teringat permintaan Om Agus Bengkulu (FPRB Bengkulu) untuk minta refrensi tentang laporan pembelajaran. Melalui sohib yang baik hati, Om Google, coba mencari2 materi terkait. Sampailah ke halaman Blog Ahmad Archery yang menyuguhkan Contextual Teaching and Learing (TCL) - (http://ahmadarchery.blogspot.co.id/2014/04/contoh-laporan-analisis-pembelajaran.html).
Sangat menarik ulasan yang disuguhkan sekalipun dalam bentuk laporan. Pikiran pun menerawang kepada Sekolah/Madrasah Aman yang sedang didorong segenap Ornop dan mendapatkan respon positif dari BNPB dan Kemendikbud. Juga inisiasi yang mendorong API PRB untuk menjadi bagian materi dalam Gerakan Pramuka Indonesia. Sebuah pengembangan dari inisiatif di tingkat Global Kepanduan Internasional untuk membuat Bedge atau Tanda Kecakapan untuk isu perubahan iklim. Dengan judul Climate Change Challange Challange Badge, FAO sebagai salah satu unit di PBB menjadi lembaga yang akan mengembangkan di dunia.
TCL menjadi menarik ketika pendekatan yang ditawarkan adalah sebuah strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh. Siswa didorong untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mampu menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Pada masa penulis sekolah, jadi teringat pendekatan yang mulai diperkenalkan saat itu dengan judul CBSA (Cara belajar siswa aktif). Ya, itu kurang lebih 30an tahun yang lalu. Dan masih teringat dengan lekat, bagaimana kegagapan guru-guru untuk menerapkan perubahan kebijakan pendidikan yang sebelumnya cenderung satu arah. Namun jika dicermati, CBSA sebagai pendekatan baru pada dasarnya tidak lah baru. Karena di luar jam sekolah, Guru-guru kami melakukan dialog dengan siswa secara bebas. Tidak jarang memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong siswa untuk mendapatkan jawaban secara mandiri. Tentu di luar materi sekolah. Dan jika ditelisik lebih jauh - proses belajar yang mungkin dianggap bukan menjadi bagian pelajaran di sekolah lebih dapat diterima. Misalnya, Guru meminta siswa untuk membawa tanaman dari rumah untuk ditanam di sekolah. Jika menjadi tugas sekolah, maka permintaan itu sekedar membawa jenis tanaman tertentu dan segera ditanam di depan kelas. Berbeda saat guru melepaskan diri dari tuntutan pelajaran. Guru kami akan meminta juga mempelajari bagaimana tanaman tersebut tumbuh, bagaimana merawatnya juga manfaat dari tanaman tersebut. sehingga terjadi dialog yang lebih konstruktif dari permintaan membawa tanaman. Dan ini yang kami rasakan sebagai CBSA yang sesungghnya.
Dalam Blognya yang diambil dari Laporan Observasi Lapangan yang dilakukan di SD Pancasila Lembang, Ahmad S.Pd, M. Pd menekankan tiga hal yang perlu dipahami dari konsep CTL.
Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan siswa hanya menerima pelajaran saja, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapa memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.