Friday, June 08, 2007

PANIK LAGI..

Pedih rasanya ketika membaca berita hari ini.. "Isu gempa dan tsunami bikin resah, sekolah minta diliburkan", begitu Pos Kota memberi judul untuk isu ancaman bencana di Bandung Selatan. Sementara Tempo menurukan berita yang sama, tapi di daerah lain, NTT. Dan isu demi isu bak teror.. Akan ada gempa besar dan akan diikuti oleh tsunami di Pangandaran.. begitu terus. Hal yang dahsyat pun terjadi. Alarm tanda early warning system tiba2 merobek langit serambi mekah, sehari setelah hari lingkungan hidup se-dunia.

it's the real baby in the republic of disaster. real of panic, not issues. Ini benar2 gila. Sinting, gelo alian kentir. Teror yang mencengkram warga seolah tek berkesudahan. traumatik akibat mengalami kejadian bencana atau pobi karena membaca atau menonton berita kejadian2 bencana diseantero jagat bumi yang konon zamrud katulistiwa ini. What are you doing hey pengemban amanat rakyat??????????????

Harus diakui, sejak gempa dan tsunami memporakporandakan sepanjang pesisir barat-utara bumi rencong dan nias, bencana telah menjadi teror. Gempa susulan, banjir bandang, longsor, kebakaran hutan, wabah seolah menjadi menu harian. Belum selesai masa emergency response pada kejadian bencana, muncul bencana ditempat lain. Jika dikalkulasi, hampir setiap hari sepanjang 2006, Negeri ini tidak pernah absen dari bencana. 364 kejadian bencana. Lebih dari 10 ribu jiwa meregang nyawa. 4 juta jiwa pun berstatus sebagai pengungsi pada tahun 2006. Sungguh layak disebut sebagai tahun bencana.


Hak atas Informasi
Besarnya potensi ancaman bencana serta tingginya kerentanan warga, menjadikan bencana sebuah keniscayaan. Mengurangi kerentanan adalah tindakan bijak sebagai upaya reduksi risiko bencana. Salah satunya adalah memberikan informasi kebencanaan sebagai hak mutlak warga.
Panik, cemas, was2 dan kawan2nya adalah bentuk ketidak siapan warga terhadap ancaman bencana. Hal yang paling mendasar dari itu adalah tidak sampainya informasi dasar tenteng kebencanaan. Sehingga, tidak ada juga upaya lain untuk mengurangi kerencanan, baik melalui upaya mitigasi maupun kesiapsiagaan. Sekalipun ada upaya mitigasi struktural oleh pemerintah, ketidak tahuan atas upaya mitigasi menjauhkan fungsi mitigasi itu sendiri. Bahkan ketidak tahuan tersebut kerap memicu tindakan2 yang semakin meningkatkan kerentanan.

Hak yang lain dari warga negara adalah terlindungi dan terselamatkan dari berbagai ancaman. Jika 2 hak itu saja, maka tidak ada alasan bagi pemerintah sebagai "pesuruh" rakyat untuk tidak melakukan tindakan kongkrit. tindakan yang mengarah pada penyelamatan seluruh aset2 kehidupan manusia. Human/jiwa, financial, environment/natural, socioculture and fisik. Tidak ada alasan lagi, bahwa semua informasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada anggaran. Atau menguatkan masyarakat menghadapi ancaman karena belum dianggarkan.

Hal yang paling mendasar adalah, bagaimana menghargai informasi itu sendiri. Sungguh tidak dapat dihitung, berapa banyak ilmu dan pengetahuan serta keterampilan di bumi Indonesia. Perguruan tinggi, pusat-pusat penelitian, dan gedung2 pemerintahan. Sumberdaya tersebut tidak lah kurang untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mensikapi ancaman bencana yang ada. Bahkan jika disadari betul, potensi ancaman yang ada, tidak perlu anggaran khusus untuk pengelolaan bencana. Ini karena semua pembangunan, kebijakan, pendidikan dll terintegrasi dalam rangka mengurangi kerentanan.

Mari belajar.. memahami ancaman
Indah nian, kata orang Jambi ketika sekolah2, dari mulai TK, SD sampai perguruan tinggi menggali informasi dan menyampaikannya kepada siswa dan mahasiwa tentang ancaman yang ada di daerahnya. Erupsi gunungapi, gempa, tsunami, banjir, longsor, kebakaran lahan dll. Dari pengetahuan tersebut, akan muncul berbagai ide, gagasan dll sebagai bagian dari pengetahuan untuk mensikapinya. Mereduksi dan melakukan pola adaptasi. Tidak akan pernah ada kebingungan warga ketika tiba2 terjadi gonjangan bumi. Tidak juga terjadi kepanikan ketika gunungapi tiba2 aktif. Tidak juga terjadi penumpukan jalan2 raya akibat bunyi alarm peringatan dini. Bahkan tereduksi kepanikan susulan warga akibat mencari anggota keluarganya yang terpisah.

Ini semua karena berbagai informasi telah terserap dan menjadi bagian dari hidup. Tahu kemana harus berlindung ketika ancaman datang. Paham bagaimana menuju tempat sementara pengungsian dengan jalan yang paling aman. Apa saja yang harus diselamatkan dari aset-aset kehidupannya.
Pemerintah sendiri, tidak akan panik, bingung dan dihina2 karena tidak siap atau bahkan ketidaktersediaan kebutuhan dasar warga yang terpaksa mengungsi.

Indah... sungguh indah.. Damai... sungguh damai negeri ini. Sekalipun negeri ini 83 % wilayahnya rawan bencana. namun Jika warganya 98 % siap dan mempunyai kemampuan.. pemerintahnya siap dan punya kapasitas, ancaman hanya lah ancaman. Namun, bencana tidak akan pernah terjadi. Gempa, tsunami, letusan gunungapi, banjir, longsor dll.. hanya lah fenomena alam. sama halnya dengan hari yang selalu berubah.. dari pagi menjadi siang dan sore serta malam. sebuah siklus alam yang memang pasti akan terjadi.
Bencana... no way

1 comment:

amee said...

semua harus bisa beklajar dari apa yang telah terjadi, memang pengalaman adalah guru yang terbaik