Wednesday, June 20, 2007

Indonesia People Conference

Membangun Kekuatan Kolektif Masyarakat untuk Mereduksi Risiko dan Dampak Bencana Ekologis


Negara Indonesia memiliki tingkat kerentanan bencana yang sangat tinggi. Jajaran gunung api - pacific ring of fire, memunculkan ancaman erupsi gunungapi. Tiga lempeng bumi yang terus bergerak memunculkan ancaman gempa dan tsunami. Kawasan tropis pun berisiko terhadap acaman banjir, longsor, wabah penyakit. Tidak ditempatkannya potensi ancaman bencana dalam segala sektor, menjadikan 83 % kawasan Indonesia menjadi rawan bencana. Kondisi ini semakin diperburuk dengan belum dijadikannya ancaman sebagai pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki rakyatnya. Akibatnya, 98 % dari 220 juta warga tidak siap menghadapi ancaman bencana. Potensi ancaman semakin bertambah dengan dampak pemanasan global yang telah nyata dirasakan banyak negara.

Hasil-hasil pembangunan dapat hilang dalam hitungan detik. Penderitaan warga terkena bencana pun cenderung berkepanjangan kerena pendekatan hanya difokuskan pada saat kejadian bencana. Paska bencana, cenderung terlupakan. Terlupakan oleh adanya bencana lain yang juga mengorbankan jiwa dan harta.

Paska bencana gempa dan tsunami di Aceh – Nias, DPR mengajukan usul RUU Penanggulangan Bencana. RUU PB telah disahkan tanggal 29 Maret 2007. Terlepas kekurangan yang ada, Indonesia telah memiliki payung hukum pengelolaan bencana. Penanggulangan yang tidak hanya dititik tekankan saat terjadinya bencana. Persoalan kelembagaan yang tidak efektif karena bersifat ad hock telah dijawab melalui Badan Nasional/Daerah Penanggulangan Bencana. Badan yang berperan aktif sebelum, saat dan setelah terjadinya bencana.

Tindakan progresif lain dalam pengelolaan bencana di Indonesia adalah disahkannya Rencana Strategis Nasional (RAN) Pengurangan Risiko Bencana (PRB) oleh BAPPENAS – BAKORNAS PBP. Sekalipun tidak mempunyai kekuatan hukum, strategi ini menjadi acuan dalam pembangunan nasional. Beberapa daerah seperti Yogjakarta, Aceh dan Jawa Tengah saat ini dalam proses penyusunan RAD PRB sebagai turunan RAN PRB.

Sisi lain, kebijakan PSDA masih cenderung ekstraktif. Ekstraksi PSDA akan semakin memburuk karena restorasi SDA tidak dilakukan secara maksimal dan serius. Kondisi ini semakin kontras dengan dampak perubahan iklim yang semakin nyata. Pada beberapa daerah yang tidak pernah terkena amukan angin ribut, saat ini terkena. Demikian juga dengan kenaikan air laut menenggelamkan pemukiman dan wilayah pesisir. Kacaunya system alamini pula menyebabkan terjadinya gagal tanam dan gagal panen.


Latar Belakang

Banjir besar di Aceh, menutup tahun 2006. 96 orang tewas dan memaksa 110.000 warga mengungsi dan merelakan aset-aset kehidupannya rusak atau bahkan musnah. Awal Februari, Jakarta, Ibu Kota Negara RI lumpuh. 57 orang tewas. 422.300 jiwa mengungsi di tempat-tempat tidak layak. Berdesakan, bercampur antara bayi, anak-anak serta laki-laki dan perempuan pada ruang sempit. Bahkan di tempat-tempat terbuka.

Bencana di Indonesia adalah keniscayaan. Secara alamiah, Kawasan Indonesia memiliki tingkat kerawanan tinggi. Jalur gunung api pasifik (pasific ring of fire) melewati sebagian besar pulau-pulau Indonesia dari Sumatra, Jawa, Bali-Nustra, Sulawesi dan Maluku. Tiga lempeng bumi yang secara konstan bergerak memunculkan ancaman bencana gempa dan tsunami. Potensi ancaman lain adalah pergerakan tanah, iklim tropis serta lahan gambut.

Kondisi ini semakin diperparah dengan diabaikannya dan tidak dipedulikannya ancaman dalam seluruh aspek kenegaraan. Ketidaksiapan menyebabkan ancaman dengan mudah berubah menjadi bencana. Gempa dan tsunami di Aceh-Nias serta gempa bumi di Jogjakarta adalah contoh kongkrit. Sekalipun pemicu bencana adalah alam, namun tidak ditempatkannya potensi ancaman oleh manusia menyebabkan dampak bencana menjadi lebih besar. Kondisi seperti ini merata di seluruh wilayah Indonesia.

Ketidaksiapan (kerentanan) atas risiko dan dampak bencana merupakan kunci atas terjadinya bencana. Kondisi ini menentukan banyaknya korban jiwa, harta maupun rusaknya lingkungan. Masih lemahnya daya kritis masyarakat terhadap haknya sebagai warga negara, memposisikan negara masih belum menempatkan hak-hak rakyat untuk dipenuhi. Hak terlindungi dan terselamatkan dari berbagai ancaman bencana. Hak pemenuhan kebutuhan dasar bagi warga terkena bencana serta dan jaminan menjalani kehidupan bermartabat paska bencana. Hal yang terpenting dan masih terabaikan adalah : penanganan bencana seharusnya menjadikan kondisi dan warga terkena dampak bencana menjadi lebih baik, lebih kuat dan lebih siap menghadapi ancaman dan dampak bencana berikutnya.

WALHI mencatat, selama 2006 telah terjadi 135 kejadian bencana ekologis. Lebih dari 7.000 jiwa meninggal dan lebih dari 10 juta warga terpaksa menjadi pengungsi. Tingginya intensitas bencana menyebabkan Negara harus merubah anggaran negara (APBN) tahun 2006 dari Rp 500 milyar menjadi Rp 2,9 triliyun pada APBN Perubahan tahun 2007 untuk penanganan bencana di Indonesia. Kondisi ini menunjukan, daam penyusunan anggaran negara, potensi ancaman dan kerentanan warga belum dijadikan dasar. Demikian juga berbagai upaya integral pengurangan risiko dan dampak bencana.

Hal yang positif adalah telah disahkannya RUU PB dan RUU Tata ruang menjadi kebijakan resmi Negara. Terlepas kekurangan yang ada, masih dibutuhkan perangkat perundangan lain untuk mengimplementasikannya, baik berupa peraturan pemerintah atau Keputusan Presiden. UU memandatkan pemerintah untuk membuatnya perangkat operesional tersebut dalam waktu 6 bulan sejak diundangkan. Itidakat positif lain adalah telah ditetapkannya Rencana Aksi Nasional Pengurangan risiko bencana (RAN PRB).

Kebijakan lain terkait pengurangan risiko bencana adalah yang masih proses pembahasan adalah Pengelolaan Sumberdaya Alam, pesisir dan keluatan serta pulau-pulau kecil, Migas, Ilegal logging, persampahan, dan Ibu Kota Negara. Rancangan Undang-undang ini perlu mendapatkan pengawalan maksimal sehingga dapat secara sinergis mampu meredam risiko bencana.

Sisi lain, terdapat kebijakan yang cenderung dan potensial meningkatkan risiko bencana. Perpres 36/2004, Perpu No 1/2001 tentang pertambangan dikawasan lindung, UU Investasi, Maupun kebijakan-kebijakan ekstraktif. Kontradiksi kebijakan dapat melahirkan benturan kepentingan. Pendekatan kekuasaan cenderung mengalahkan berbagai pertimbangan ilmiah maupun sosial kultur. Kondisi ini akan terus belanjut jika masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya sebagai warga negara. Perubahan iklim (climate change) adalah realias. Dampak perubahan iklim telah nyata menjadi ancaman bagi kehidupan di bumi. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) dalam “Climate change impact, adaptation and vulnerablity” menunjukan berbagai ancaman berpotensi menjadi bencana besar. Bahkan beberapa sumber memvonis, ancaman bencana akibat perubahan iklim lebih menyeramkan dari terorisme. Krisis air dan pangan, kesehatan, badai, kekeringan, banjir-longsor adalah hal telah mulai dirasakan dampaknya.

Indonesia tidak lepas dari dampak pemanasan global. Akibat naiknya air laut, diperkirakan 14.000 desa di wilayah pesisir akan hilang pada tahun 2015. Banjir-longsor serta badai akan semakin parah. Perubahan iklim pun akan menurunkan produktifitas pangan. Perubahan suhu dan curah hujan memungkinkan pemindahan distribusi nyamuk malaria dan demam berdarah. Penyakit lain yang akan mengancam sampai pada kematian adalah diare dan kolera.

WALHI sebagai organisasi masyarakat sipil melihat, persoalan-persoalan di atas perlu direspon dan disikapi secara serius. Ancaman bagi kehidupan dan keberlanjutannya merupakan hal terpenting untuk segera diterjemahkan dengan berbagai tindakan nyata. Kerja kolektif seluruh unsur, khususnya ditingkat masyarakat akan menentukan kehidupannya itu sendiri. Kehidupan yang bermartabat. Sebagaimana mandat berdirinya Negara Republik Indonesia : “Melindungi segenap bangsa dan tumpah darah..” termasuk dari seluruh ancaman bencana.

Tujuan
1. Menghimpun pengetahuan kolektif masyarakat sipil untuk pengurangan risiko dan dampak bencana ekologis berbasis hak
2. Mengkonsolidasikan kekuatan rakyat sebagai kekuatan penekan untuk memastikan berjalannya berbagai upaya mengurangi risiko dan dampak bencana
3. Merumuskan resolusi-resolusi progresif sebagai respon atas ketidakpastian keberlangsungan kehidupan yang bermartabat dari berbagai potensi ancaman bencana.
4. Melakukan tekanan politik untuk mengubah arah kebijakan/ pola pembangunan

Hasil yang diharapkan
1. Terhimpunnya pengetahuan kolektif masyarakat sipil untuk pengurangan risiko dan dampak bencana ekologis berbasis hak
2. Terkonsolidasinya kekuatan rakyat sebagai kekuatan kontrol dan penekan untuk memastikan berjalannya berbagai upaya mereduksi risiko bencana.
3. Adanya rumusan resolusi-resolusi progresif sebagai respon atas kondisi ketidakpastian keberlangsungan kehidupan yang bermartabat dari berbagai pontensi ancaman bencana
4. Adanya agenda kolektif – implemantatif untuk menjalankan resolusi-resolusi yang terumuskan

Jenis Kegiatan
Bentuk kegiatan adalah :
1. Seminar/stadium general dan lokakarya:
2. Dialog
3. Workshop perumusan
4. Public campaign
5. Civil society declaration on disaster risk reduction.

1. Pra kegiatan
a. Pengelolaan dan disiminasi data - informasi
b. fokus group diskusi di tingkat wilayah
c. musyarakat wilayah

2. Konferensi Rakyat Indonesia
a. Seminar/stadium general : Mensinergiskan gerakan sosial, kebijakan dan rencana aksi pengurangan risiko bencana dalam system kehidupan dan kenegaraan berbasis hak.
b. Lokakarya : a) pengurangan risiko bencana dan b) management bencana
c. Dialog tematik : Perubahan iklim, ancaman bencana dan tantangan adaptasi.
d. Workshop perumusan “civil society declaration on disaster risk reduction”
e. Hight level policy dialog and Public hearing
f. Campaign public : a) press briefing, b) pameran dan c) dialog tematik dan pentas budaya
g. Civil society declaration on ecological disaster risk reduction

3. Paska kegiatan – keberlanjutan project
a. pengelolaan dan disiminasi data - informasi
b. high level policy dialog ditingkat wi- layah
c. Public hearing ditingkat wilayah
d. Kampanye dan pengorganisasian publik ditingkat nasional dan wilayah
e. Policy monitoring

Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan ini bertempat di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta telp. 021. 80883155, dari tanggal 30 Juni - 4 Juli 2007. Peserta telah sampai ke lokasi kegiatan maksimal 30 Juni 2007.

Peserta Kegiatan
Peserta Konferensi Rakyat Indonesia untuk pengurangan risiko bencana ekologis direncanakan dapat dihadiri 1.165 orang perwakilan dari 150 Kabupaten di 26 propinsi di Indonesia.

Dampak
Posisi tawar rakyat dengan pemangku kepentingan semakin kuat sehingga upaya reduksi risiko bencana tidak lagi didominasi oleh pemerintah, akademisi atau kelompok lain dengan mengatasnamakan Rakyat. Reduksi resiko bencana akan lebih melibatkan masyarakat berdasarkan kekuatan kolektif dan sumberdaya lokal.

Proses pembahasan penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan reduksi bencana (RUU Pengalolaan Sumberdaya alam) maupun kebijakan yang berpotensi meningkatkan kerentanan (RUU Minerba) semakin termonitor dan menjadi persoalan publik. Proses ini juga akan berdampak pada penterjemahan ditingkat daerah dalam berbagai upaya pengurangan risiko bencana, seperti penyusunan RAD PRB sebagai terjemahan dari RAN PRB,
Raperda penaggulangan Bencana, anggaran belanja daerah dll. Dan Terlibatnya warga masyarakat dalam agenda mengurangi risiko bencana secara masif.
Memberi kontribusi bagi terwujudnya proses demokratisasi dan akselarasi pengelolaan Sumber Daya alam yang berkeadilan, berkedaulatan rakyat dan berkelanjutan.

Indikator
Dari sisi kuantitas, indikator akan dilihat dari kehadiran jumlah peserta. Kegiatan akan berhasil jika dihadiri 75 % dari target peserta. Kegiatan pun akan dikatakan berhasil jika sesuai dengan waktu, agenda sesuai dengan yang direncanakan serta dan pendanaan tidak melebihi 15 % kelebihan anggaran.

Sedangkan dari sisi kualitas, indikator keberhasilan dalam dilihat dari :
• Keberagaman gender; ada keseimbangan antara jumlah peserta laki-laki dan perempuan serta dari sisi usia.
• Keberagaman perwakilan ; peserta mewakili seluruh wilayah sebagai target group kegiatan
• Keluaran hasil ; hasil-hasil kegiatan sesuai dengan capaian yang direncanakan; rencana aksi masyarakat sipil untuk pengurangan risiko bencana dan deklarasi masyarakat sipil untuk pengurangan risiko bencana serta perumusan rekomendasi isu sektoral

•Untuk publikasi dan mejadi awal gerapan massa;
kegiatan di liput selama : 2 minggu sebelum dan 2
minggu sesudah kegiatan :
•Delapan Televisi Nasional, 10 Radio nasional dan internasional, 12 Koran/Majalah Nasional dan 8 Koran lokal

Informasi lebih lanjut “Indonesia People Conference” :
Hubungi hotline
WALHI Eksekutif Nasional
Jl. Tegal Parang Utara No 14 Jakarta 12790
Telp : 021.794 1672, 7919 3363
Fax : 021.794 1673
www.walhi.or.id
email : info@walhi.or.id
Kontak person : Andi Armansyah (0815 1066 5310), Riza Damanik
(0818 77 3515), Syahrul Sagala (0813 8667 2188), Sofyan (0811 18 3760)
Eksekutif Daerah WALHI di masing-masing propinsi.

1 comment:

Raflis said...

Kedaulatan Rakyat Atas Ruang Harus Segera Diwujudkan