Monday, June 25, 2007

KETIDAK PEDULIAN & KERENTANAN BENCANA

"Yang mampu menyelesaikan masalah yang ada di Negeri ini adalah rakyat itu sendiri"..
Rakyat sendiri???? bisakah? bukankah pemerintah dibentuk untuk melayani warga negara. warga negara berarti ya rakyat itu sendiri. Lha kok malah rakyatnya yang harus menyelesaikan sendiri. Lalu fungsinya pemerintah apa? Bukankan mereka menerima segara fasilitas dari dan atas nama rakyat untuk menjalankan mandat itu.

Tapi kalau dipelototin dengan baik dan benar... itulah yang terjadi. tidak akan pernah terjadi sebuah perubahan kalau si rakyat tidak menginginkan perubahan tersebut. Gak akan pernah... dan gak pernah ada sejarah mencatat kalau perubahan itu datang dari sang pegawai negara.
Kekuasaan itu cenderung korup. atau lebih tepat... kekuasaan itu menghantarkan orang baik jadi jahat..
betulkah???

Indonesia, sebagai negara terkorup membuktikan itu. Logikanya, untuk menjadi seorang pegawai negara, harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Paling enggak.. untuk penerimaan pegawai negara republik indonesia, secara terbuka dipatok antara Rp. 40 jeti. Tidak semua sih... ada beberapa gelintir yang memang menjadi pegawai negara tanpa harus menjual sawah, menjual ternak atau ngutang ke sanak saudara. tapi prosentase... kecccciiiilllllll.

Kondisi ini gak perlu pembuktian kan. karena memang udah bukan rahasia umum.
Jangankan untuk jadi pegawai negara, yang terjamin kehidupannya lewat pensiun. Untuk masuk sekolah SD, ngurus KTP, bahkan surat keterangan kehilangan dan kematian, kita perlu merogoh kocek. Untuk bekerja biar aman gak terganggu, pun dibutuhkan sogokan. uang keamanan bilangnya.

Korupsi dan Kerentanan Masyarakat
Sudah jelas, sangat erat kaitannya korupsi menciptakan kerentanan. Akibat korupsi yang telah mendarah daging, maka terjadi kerentanan warga negara. Apalagi tingkat kerawanan kawasan yang sangat tinggi di negeri ini. Bukan rahasia umum jika negari ini dilewati cincin api atau kerennya ring of fire. Adalah fakta juga kalau negari ini dihimpit tiga lempeng bumi aktif yan g saling menekan. So.. gempa dan tsunami serta erupsi gunungapi merupakan realitas akan dihadapi. topografi yang bergunung2 dengan jenis tanah yang beragam pula menyimpan ancaman lain. Ditambah dua musim yang mencengkram negari ini. Banjir, longsor, wabah pun menjadi keniscayaan.

Apa hubungannya dengan korupsi? Pengabaian dan ketidak pedulian atas potensi ancaman yang ada karena korupsi. Para pengambil kebijakan seharusnya tahu implikasi dari kebijakan yang dikeluarkannya. Namun kerena pelicin yang diterimanya, mengabaikan risiko dan dampak yang akan terjadi. Pemberian izin pemanfaatan hutan (HPH) misalnya. Apakah mereka yang diberi wewenang ngurus hutan buta tuli jika eksploitasi hutan dilakukan? Apalagi secara besar2an. Apakah mereka juga gak paham jika pembukaan hutan untuk perkebunan sawit akan menciptakan bencana?
Demikian juga dengan kebijakan lain. Tambang, tata ruang, kelautan atau air dan tanah. Tidak tahu, tidak peduli atau...????

Tidak ada yang tidak selesai dengan uang. Semakin berisiko maka semakin besar sogokan yang harus dikeluarkan. Sogokan akan bertambah jika dampak yang dihasilkan telah berbuah bencana. karena akan muncul pemeras2 lain dengan mulut penuh liur. penegak hukum. Industri media pun kadang ikut bermain jika gak tahan godaan. Preman2 pun akan ikut hajatan ketika tekanan semakin besar.

Wuihhhhh.... gak peduli, bencana yang tercipta telah menyengsarakan 10, 100, 1.000, 10.000 atau 1.000.000 bahkan lebih. Gak penting.. toh dia dan keluarganya gak kena. sekalipun kena... yang penting tidak terkena untuk dirinya sendiri. Bahkan bisa menciptakan keuntungan baru. Itulah wajah rakyat kita.

Ketidak pedulian atas kehidupan kolektif inilah yang menyebabkan negari ini terus terkungkung dalam derita. Tidak peduli atas nasib yang menimpa orang lain dan membiarkan mereka berjuang hidup sendiri. Ketika mereka yang tergusur, menderita dan sekarat melakukan protes, yang muncul justru cibiran. Bahkan umpatan karena membuat perjalanannya terganggu (macet boooo karena ada aksi demonstrasi).

Mengapa begitu sulit menghimpun kekuatan kolektif rakyat. Padahal.. secara kongrit, mereka pun bagian dari korban dari sistem, korban dari kebijakan dan korban perampasan hak. hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan kesehatan, hak mendapatkan air bersih, hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan hak mendapatkan perlindungan dan keselamatan dari ancaman bencana.
Tidak merasa atau takut.. atau memang tidak peduli.. asalkan tidak menimpa dirinya sendiri.

4 comments:

Giel said...

semakin kagum dan salut dengan sosok seorang Eyank yang sangat lugas dan jelas menyuarakan sebagian besar jeritan hati masyarakat biar hanya dengan tulisan yang di posting di rumah ini....

Gila... baca semua tulisannya gil semakin tau.. Eyank sosok yang penuh peduli...
terusin perjuangannya Eyank...
keep posting ya...

Eyanks said...

makasih agil.. mudah2an bisa tetep mempertahankan ya.. ikutan yu...

Anonymous said...

Masih ingat kita kan? SEPERAK mati suri. Yanks boleh gw muat gak' tulisan eyank yg ini di SEPERAK #10 sbgai tanggapan seorang pemerhati lingkungan?thanks...

Anonymous said...

boleh.. semua tulisan boleh dimuat kok..
SEPERAK... he.. he.. sorry, lupa2 inget.. maklum nih udah tua...