Coretan tak terstruktur ini lanjugan dari pemikiran liar sebelumnya tentang CTL, bagaimana jika diterapkan pada PRB sebagai paradigma manajemen risiko bencana alias penanggulangan bencana. Tentu pemikiran liar ini hanya berupa asumsi yang pasti dibumbui subyektifitas dari hasil bacaan cepat dan mencoba mengkaitkan dengan serangkaian proses yang telah dilalui penulis
Jakarta, dimusim yang seharusnya telah memasuki masa kemarau, masih juga dibayangi mendung yang berpotensi untuk hujan. Ramalan cuaca yang masuk melalui HP adroidku menunjukan - sesiang ini, Rumah Perlawanan JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) yang berada di Mampang Prapatan No 30 B - Jakarta Selatan akan cerah berawan. Menjelang malam, akan terjadi petir. Tapi jangan harap informasi ini benar 100%. Karana yang namanya ramalah - bisa benar, bisa juga salah. Apalagi informasi yang diberikan BMKG sebagai lembaga Negara yang ngurus masalah Meteorologi dan Klimatologi, menyebetnya dengan PRAKIRAAN. Artinya - sebelum dikira2. jadi cukup jadi bahan pertimbangan aja. Tapi bagi mental PRB, tentu informasi apapun yang terkait mengurangi risiko, harus dijadikan landasan untuk berprilaku antisipatif, mitigasi dan siapsiaga.
Siapa yang tidak pernah merasakan bangganya memakai seragam coklat muda dan coklat tua sebagai uniform Gerakan Pramuka Indonesia. Apa lagi jika pada seragam tersebut telah terpasang aneka tanda kecakapan khusus (TKK). Menjadi lebih bangga lagi, jika TKK telah melebih batas di seragam, sehingga harus ditempatkan pada selendang yang menghiasi seragam kebesaran. Jika kita mau jujur - dari keterlibatan dan kesempatan ber Pramuka jua lah, muncul pengembangan-pengembangan kegiatan luar ruang yang beragam. Dari mulai kelompok pencinta alam, kelompok peduli lingkungan, kelompok yang aktif dalam kerja-kerja kemanusiaan (penanggulangan bencana), pertahanan dan keamanan dll. Jayalah Pramuka ku, Pramuka mu, Pramuka kita semua...
Jika sedikit kita merenung mengembalikan pikiran kita ke masa kecil, saat kita masih di sekolah dasar. Maka keriangan mengikuti kegiatan Pramuka, yang saat ini menggunakan hari Jumat siang akan tergambarkan dengan jelas. Yel-yel selalu dikumandangkan setiap Regu untuk menambah spirit kelompok masing-masing. Materi-materi seperti tali temali, mempelajari berbagai sandi, tanda jejak, P3K adalah materi favorit karena sudah dipastikan akan ada praktik. Apa lagi materi diterapkan dilapangan, seperti mencari jejek atau berkemah.
Pramuka memang identik dengan kegiatan luar ruang. Berbagai pengetahuan dan keterampilan begitu mudah diserap saat materi disampaikan dipraktikan dengan susasa yang riang gembira. Namun seingat penulis, sekalipun kegiatan Pramuka yang sempet diikuti sepanjang Sekolah Dasar - tidak begitu banyak materi yang mengkaitkan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Kegiatan lebih banyak diarahkan dengan membekali pribadi dan kelompok pada skill kegiatan luar ruang. Tapi itu dulu. Dan dari sisi tahapannya - memang baru pada tahapan Penggalang Meramu.
Terlepas dari materi-materi yang diajarkan saat itu, hal yang menarik untuk menjadi pelajaran tentu adalah bagaimana materi yang diberikan dapat diserap dengan baik. Sehingga, tidak saja materi dapat dikuasai, tapi juga dapat dipraktikan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk tali temali misalnya - kemampuan menguasai berbagai simpul akhirnya dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga dengan P3K dasar, maupun berbagai upaya menyangkut hidup sehat.
Jika dilihat secara substansial - apa yang ada dalam CTL telah diterapkan pada Kepramukaan. Tentu penerapan tersebut harus dilihat dari sisi tingkatannya dalam Pramuka itu sendiri. Hal yang perlu diperdalam dan dikembangkan adalah, bagaimana proses belajar mengajar dilakukan untuk mendorong terjadinya penemuan-penemuan pengetahuan baru dari pengetahuan yang sudah ada. Selanjutnya memaknai pengetahuan secara substansial dan mempraktikan dalam kehidupan nyata.
Kondisi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Pembina Pramuka, bagaimana mensistematisasi proses belajar mengajar. Pembina Pramuka dengan fungsi fasilitator dan memiliki agenda untuk mencapai sebuah tujuan, hasil dan capaian yang jelas dan terukur.
Prinsip-prinsip CTL yang didasarkan atas pengetahuan diperoleh bukan didasarkan atas informasi yang didapat, tapi lebih diperoleh dari sebuah porses menemukan dan merekonstuksikannya sendiri. Informasi yang diterima, hanya sebuah media awal yang mengantarkan, apakah akan menjadi sebuah pengetahuan atau tidak. Pendapat ini bisa saja berbeda dari sudut pandang yang lain. seperti Pengetahuan terbentuk dari faktor luar dan dalam. artinya, informasi disini telah dipehami sebagai sebuah pengetahuan. Dan menjadi pengetahuan yang sempurna saat terjadi rekonstruksi dari diri orang tersebut.
Berkaca dari proses pembelajaran pada kegiatan Pramuka, tentu banyak sekali informasi-informasi atau bisa dikatakan pengetahuan yang diberikan. Pengetahuan yang diberikan yang bersumber dari luar. Seperti pengetahuan tentang berbagai sandi; sandi morse, smapur, rumput dll, tali temali, P3K dll. Dianggap dari luar, karena pengetahuan tersebut telah ada dan berkembang dan memiliki pakem tersendiri - dan bukan berasal dari lokal. Berbagai sandi yang ada, berlaku untuk seluruh dunia.
Dalam kontek pendekatan CTL, pengetahuan apapun bentuknya, baik dari luar atau dalam - hal yang terpenting adalah bagaimana dapat direkonstruksi. Untuk sampai disana, tentu kita perlu meyakinkan diri - apa manfaat dari materi tersebut bagi diri orang yang mempelajari. atas kehidupan sehari-hari maupun pada waktu tertentu (bersifat khusus). Memahami tentang pentingnya materi bagi orang yang akan mempejari merupakan kata kunci. Sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih bergairah. Disinilah pentingnya Pembina atau narasumber memehami substansi pengajaran. Pemberian materi tidak saja hanya dibatasi oleh jadwal atau silabus - sehingga terjebak dengan pendekatan administtratif.
CTL juga dicirikan dengan proses pencarian dan penemuan melalui proses berpikir. Menemukan sebuah jawaban dan solusi dari sebuah masalah menjadi amat menantang dalam proses pembelajaran di Pramuka. Mendapatkan jawaban tidak harus melalui tanya jawab, tapi juga dapat dikemas dalam bentuk-bentuk lain yang menarik. seperti diskusi kelompok, permainan, roll play atau bahkan praktik-praktik yang menjadi ciri khas kegiatan Pramuka. Inkuiri (Inquiry) hanya sebuah gambaran sedangkan teknisnya menjadi tantangan bagi Pembina Pramuka untuk mengembangkannya.
Masyarakat belajar (Learning Community) sebagai karakteristik lain dalam CTL telah ada dalam Pramuka. Melalui pembentukan regu, atau kegiatan yang mendorong antar regu untuk bekerjasama, metode masyarakat belajar telah ada. Pada banyak kegiatan, metode ini juga diperluas dengan praktik-praktik di masyarakat secara langsung. Dalam kontek pembelajaran - tentu ini menarik untuk dikembangkan berdasarkan prinsip TCL. Seperti bagaimana merekonstruksi pengetahuan untuk menemukenali pengetahuan secara substansif. Masyarakat belajar juga dapat menjadi bagian dari proses mengejarkan proses bermusyawarah dan pengambilan keputusan.
Sedangkan praktik pemodelan telah menjadi bagian dari ciri khas dari kegiatan Pramuka. Dapat dikatakan, semua materi atau kegiatan Pramuka dikemas dalam bentuk modeling. Tantangan ke depan adalah - bagaimana modeling tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk tujuan yang lebih nyata di masyarakat. Model kebun tanaman obat misalnya dapat dikembangkan dengan pemanfaatan pekarangan rumah sesuai dengan kontek lokal yang ada. Untuk perkotaan, model vertikal garden atau hidroponik mungkin menjadi pilihan. demikian juga dengan jenis tanaman yagn memang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Dan hal yang lebih penting, bagaimana mengolahnya untuk menjadi obat keluarga. Dan untuk menjadikan sebuah model, perlu juga dikenalkan bagaimana mendesign sebuah perencanaan berdasarkan hasil riset yang mencukupi.
PRB dalam Kegiatan PRAMUKA
Jika memahami PRB sebagai paradigma dalam PB - dapat dikatakan seluruh kegiatan Pramuka adalah PRB. Karena PRB itu sendiri adalah sebuah konsep dalam penanggulangan bencana yang meliputi pra, saat dan paska bencana dengan menekankan pada pengurangan risiko. Mengurangi risiko, bisa terkait denga mengurangi tingkatan ancaman bencana, mengurangi kerentanan maupun meningkatkan kapasitas. Kita bisa lihat secara kasap mata, bahwa kegiatan Pramuka tidak lepas dari upaya peningkatan kapasitas individu pramuka itu sendiri, sehingga memiliki kemampuan lebih terhadap lingkungannya. Kegiatan pramuka juga mendorong untuk memunculkan cinta terhadap lingkungan dan alam sekitar, masyarakat maupun sistem kehidupan yang berkeadilan. Pada banyak kegiatan, Pramuka pun terlibat dalam upaya mitigasi bencana, seperti penanaman pohon, terlibat dalam pembuatan tanggul penahan longsor, atau membersihkan drainase serta bersih sampah.
Tidak jarang kita menyaksikan kelompok berseragam coklat muda dan tua terlibat dalam kegiatan tanggap darurat. dari mulai proses evakuasi, mengelola pengungsian maupun kegiatan pendidikan pada penduduk terkena bencana. So, tidak dapat dipungkiri - jika Pramuka telah menjadi bagian dari manajemen risiko bencana secara nyata.
Salah satu karakteristik pengurangan risiko bencana adalah memahami risiko. Dan untuk paham atas risiko, baik yang didomunasi oleh ancaman, kerentanan maupun kapasitas - dibutuhkan pengkajian risiko bencana. Sebuah proses identifikasi secara cermat atas komponen dan indikator-indikator yang mempengaruhi risikonya. Mengidentifikasi tidak hanya sekedar tahu, tapi harus sampai pada tahap memahami yang selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan pola hubungan atau keterkaitan antar variabel yang ada.
Disinilah urgensinya, saat kita berbicara tentang RPB, apakah kegiatan atau program kita telah ber - PRB ria? Dari sisi implementatif, bisa jadi telah masuk pada ranah PRB, yakni mengurangi risiko. Tapi sebagai konsepsi, nampaknya kita harus bersabar untuk melihat kembali - apakah kita telah betul ber PRB? dan yang paling sederhana dengan melakukan refleksi - apakah kita telah memahami risiko yang ada dari apa yang kita hendak kurangi? apakah upaya kita berkontribusi terhadap pengurangan risiko? apakah upaya kita tidak memunculkan risiko baru atau meningkatkan risiko dari ancaman bencana yang lain?
Pada kontek teoritik, upaya-upaya meredam risiko dari ancaman yang ada dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat - sehingga terbentuk pola kehidupan adaptif atas ancaman dikenal dengan copyng mechanism. Upaya tersebut muncul karena sifat naluriah manusia atas kejadian atau situasi yang mengancam hidup dan kehupannya untuk tetap selamat dan terlindungi. sifat naluriah atau juga dikenal dengan insting juga terhadap pada seluruh mahluk hidup. Semut yang gelisah karena akan terjadi badai atau banjir, hewan liar yang turun dari hutan-hutan gunungapi menjelang erupsi atau burung yang melakukan migrasi saat pergantian musim adalah contoh kasus - bagaimana satwa liar mencari keselamatan untuk kehidupannya.
Copying Mechanism adalah bentuk respon atas ancaman yang potensi bencana. Adanya kejadian yang berulang yang cenderung sama, mendorong manusia untuk melakukan penyesuaian. Seperti rumah panggung karena wilayahnya banjir atau masih terdapat satwa liar buas, mencari jenis padi yang lebih tahan terhadap genangan air, pola tanam tumpang sari dll. Copying mechanism juga kerap dianggap sebagai kearifan lokal jika telah berlangsung lama dan menjadi bagian dari sistem kehidupan masyarakat. Sedangkan penjabaran atas kearifan lokal dalam kontek keilmuan dikenal dengan pengetahuan lokal (local knowledge) - penulis tidak menyukai istilah pengetahuan tradisional (traditional knowledge) yang juga digunakan oleh beberapa pakar.
Risiko bencana tidak terikat dengan ruang dan waktu. artinya, risiko bencana bersifat dinamis dan dapat berubah seiring dengan ruang atau waktu yang ada. Bencana pada sebuah wilayah bisa berbeda risiko/dampaknya karena perbedaan tingkat kerentanan dan kapasitas komunitasnya. Risiko sendiri dapat berbeda didasarkan atas waktu kejadiannya. Risiko akan tinggi jika terjadi pada saat komunitas lengah. Misalnya saat komunitas tidur (tengah malam), atau saat jam sibuk/kerja atau saat ada keramaian. Kejadian erupsi Merapi tahun 1994, dimana saat yang sama ada acara pernikahan menyebabkan korban menjadi lebih besar. Dan risiko bencana pun dapat berkurang seiring dengan terjadinya perubahan-perubahan yang mempengaruhi komponen risiko.
Banyaknya komponen dan faktor yang mempengaruhi risiko bencana, menempatkan PRB sebagai konsep dari manajemen risiko bencana menempatkan kajian atas risiko sebagai hal yang krusial. Kajian yang harus mampu memahami faktor-faktor pembentuk dan penyebab dari risiko bencana. Tidak sekedar membuat kelas/tingkatan sebuah wilayah dengan katagori risiko tinggi, sedang atau rendah. Kondisi ini menempatkan, copying mechanism sebagai upaya penyesuaianan perlu diperkuat dengan upaya lain, yakni mengenai risiko bencana, baik dari sisi ancaman, kerentanan maupun kapasitas untuk dapat dikatakan sebagai bagian dari PRB.
Kontek yang sama pada kegiatan atau aktifas Pramuka. Sekalipun secara implementatif telah memasuki ranah manajemen risiko bencana, namun untuk dikatakan telah ber PRB, tentunya membutuhkan sebuah refleksi mendasar. Apakah kegiatan yang telah dilakukan tersebut telah berdasarkan atas pemahaman risiko bencana yang ada? Jika belum - maka Pramuka perlu melengkapinya dengan mendalami komponen-komponen risiko yang akan diintervensi.
Kajian Risiko Bencana (KRB) sebagai alat, tentu memiliki keleluasan dalam menentukan metode dan pendekatan. Prinsip KRB harus mampu mengetahui faktor pembentuk dan penyebab risiko lah yang menempatkan KRB dapat dioperasionalkan. KRB dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Rumusan R = H*V/C telah disepakati bukan rumus matematis. Tapi lebih sebagai formula untuk melihat pola hubungan antar komponen dari masing-masing variabel dalam membentuk risiko bencana. Sedangkan dari sisi pendekatan - partisipatif atau melibatkan para pihak telah menjadi bagian tidak tidak terpisahkan dari KRB. Ini tidak terlepas dari kebutuhan multi disiplin ilmu serta keterlibatan multi pihak untuk terlibat dalam mengelola risiko bencana yang ada.
Pramuka sebagai bagian dari komponen bangsa, menjadi tertantang tentunya untuk terlibat dalam PRB dari sisi yang paling mendasar. Memahami tentang bagaimana KRB dilakukan dan mampu memfasilitasi masyarakat dalam melakukan KRB. Hasil kajian ini tentu akan menjadi dasar berbagai upaya yang dilakukan dalam penanggulangan bencana.
Aktifitas Pramuka yang dilakukan dengan cara riang gembira - tentu menjadi tantangan lain. bagaimana metode KRB dapat dikemas secara asyik dan tidak melelahkan. sebalinya menjadi bagian dari proses pembelajaran yang menyenangkan. Dan jika KRB telah menjadi bagian dari aktifas PRB pada Gerakan Pramuka, tentu aktifias lain terkait PB merupakan bagian tidak terpisahkan sebagai upaya PRB. PRB sebagai paradigma PB.
Tidak jarang kita menyaksikan kelompok berseragam coklat muda dan tua terlibat dalam kegiatan tanggap darurat. dari mulai proses evakuasi, mengelola pengungsian maupun kegiatan pendidikan pada penduduk terkena bencana. So, tidak dapat dipungkiri - jika Pramuka telah menjadi bagian dari manajemen risiko bencana secara nyata.
Salah satu karakteristik pengurangan risiko bencana adalah memahami risiko. Dan untuk paham atas risiko, baik yang didomunasi oleh ancaman, kerentanan maupun kapasitas - dibutuhkan pengkajian risiko bencana. Sebuah proses identifikasi secara cermat atas komponen dan indikator-indikator yang mempengaruhi risikonya. Mengidentifikasi tidak hanya sekedar tahu, tapi harus sampai pada tahap memahami yang selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan pola hubungan atau keterkaitan antar variabel yang ada.
Disinilah urgensinya, saat kita berbicara tentang RPB, apakah kegiatan atau program kita telah ber - PRB ria? Dari sisi implementatif, bisa jadi telah masuk pada ranah PRB, yakni mengurangi risiko. Tapi sebagai konsepsi, nampaknya kita harus bersabar untuk melihat kembali - apakah kita telah betul ber PRB? dan yang paling sederhana dengan melakukan refleksi - apakah kita telah memahami risiko yang ada dari apa yang kita hendak kurangi? apakah upaya kita berkontribusi terhadap pengurangan risiko? apakah upaya kita tidak memunculkan risiko baru atau meningkatkan risiko dari ancaman bencana yang lain?
Pada kontek teoritik, upaya-upaya meredam risiko dari ancaman yang ada dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat - sehingga terbentuk pola kehidupan adaptif atas ancaman dikenal dengan copyng mechanism. Upaya tersebut muncul karena sifat naluriah manusia atas kejadian atau situasi yang mengancam hidup dan kehupannya untuk tetap selamat dan terlindungi. sifat naluriah atau juga dikenal dengan insting juga terhadap pada seluruh mahluk hidup. Semut yang gelisah karena akan terjadi badai atau banjir, hewan liar yang turun dari hutan-hutan gunungapi menjelang erupsi atau burung yang melakukan migrasi saat pergantian musim adalah contoh kasus - bagaimana satwa liar mencari keselamatan untuk kehidupannya.
Copying Mechanism adalah bentuk respon atas ancaman yang potensi bencana. Adanya kejadian yang berulang yang cenderung sama, mendorong manusia untuk melakukan penyesuaian. Seperti rumah panggung karena wilayahnya banjir atau masih terdapat satwa liar buas, mencari jenis padi yang lebih tahan terhadap genangan air, pola tanam tumpang sari dll. Copying mechanism juga kerap dianggap sebagai kearifan lokal jika telah berlangsung lama dan menjadi bagian dari sistem kehidupan masyarakat. Sedangkan penjabaran atas kearifan lokal dalam kontek keilmuan dikenal dengan pengetahuan lokal (local knowledge) - penulis tidak menyukai istilah pengetahuan tradisional (traditional knowledge) yang juga digunakan oleh beberapa pakar.
Risiko bencana tidak terikat dengan ruang dan waktu. artinya, risiko bencana bersifat dinamis dan dapat berubah seiring dengan ruang atau waktu yang ada. Bencana pada sebuah wilayah bisa berbeda risiko/dampaknya karena perbedaan tingkat kerentanan dan kapasitas komunitasnya. Risiko sendiri dapat berbeda didasarkan atas waktu kejadiannya. Risiko akan tinggi jika terjadi pada saat komunitas lengah. Misalnya saat komunitas tidur (tengah malam), atau saat jam sibuk/kerja atau saat ada keramaian. Kejadian erupsi Merapi tahun 1994, dimana saat yang sama ada acara pernikahan menyebabkan korban menjadi lebih besar. Dan risiko bencana pun dapat berkurang seiring dengan terjadinya perubahan-perubahan yang mempengaruhi komponen risiko.
Banyaknya komponen dan faktor yang mempengaruhi risiko bencana, menempatkan PRB sebagai konsep dari manajemen risiko bencana menempatkan kajian atas risiko sebagai hal yang krusial. Kajian yang harus mampu memahami faktor-faktor pembentuk dan penyebab dari risiko bencana. Tidak sekedar membuat kelas/tingkatan sebuah wilayah dengan katagori risiko tinggi, sedang atau rendah. Kondisi ini menempatkan, copying mechanism sebagai upaya penyesuaianan perlu diperkuat dengan upaya lain, yakni mengenai risiko bencana, baik dari sisi ancaman, kerentanan maupun kapasitas untuk dapat dikatakan sebagai bagian dari PRB.
Kontek yang sama pada kegiatan atau aktifas Pramuka. Sekalipun secara implementatif telah memasuki ranah manajemen risiko bencana, namun untuk dikatakan telah ber PRB, tentunya membutuhkan sebuah refleksi mendasar. Apakah kegiatan yang telah dilakukan tersebut telah berdasarkan atas pemahaman risiko bencana yang ada? Jika belum - maka Pramuka perlu melengkapinya dengan mendalami komponen-komponen risiko yang akan diintervensi.
Kajian Risiko Bencana (KRB) sebagai alat, tentu memiliki keleluasan dalam menentukan metode dan pendekatan. Prinsip KRB harus mampu mengetahui faktor pembentuk dan penyebab risiko lah yang menempatkan KRB dapat dioperasionalkan. KRB dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Rumusan R = H*V/C telah disepakati bukan rumus matematis. Tapi lebih sebagai formula untuk melihat pola hubungan antar komponen dari masing-masing variabel dalam membentuk risiko bencana. Sedangkan dari sisi pendekatan - partisipatif atau melibatkan para pihak telah menjadi bagian tidak tidak terpisahkan dari KRB. Ini tidak terlepas dari kebutuhan multi disiplin ilmu serta keterlibatan multi pihak untuk terlibat dalam mengelola risiko bencana yang ada.
Pramuka sebagai bagian dari komponen bangsa, menjadi tertantang tentunya untuk terlibat dalam PRB dari sisi yang paling mendasar. Memahami tentang bagaimana KRB dilakukan dan mampu memfasilitasi masyarakat dalam melakukan KRB. Hasil kajian ini tentu akan menjadi dasar berbagai upaya yang dilakukan dalam penanggulangan bencana.
Aktifitas Pramuka yang dilakukan dengan cara riang gembira - tentu menjadi tantangan lain. bagaimana metode KRB dapat dikemas secara asyik dan tidak melelahkan. sebalinya menjadi bagian dari proses pembelajaran yang menyenangkan. Dan jika KRB telah menjadi bagian dari aktifas PRB pada Gerakan Pramuka, tentu aktifias lain terkait PB merupakan bagian tidak terpisahkan sebagai upaya PRB. PRB sebagai paradigma PB.
1 comment:
Casino Bonus Codes, Codes, & Promotions 2021 - DrMCD
Learn 과천 출장안마 about the 과천 출장샵 best no deposit casino bonus codes, promo codes, promo codes, promo codes, 오산 출장샵 promos, and more for Casino 포항 출장안마 Bonus Codes, 군포 출장샵 Promotions, Casinos,
Post a Comment