Rytem Gitar Bolong diiringi drum dari galon air meniral terdengar begitu ceria. Alunan Balada, country, terkadang diselingi lagu dandut, atau tidak jarang lagu melow - seakan merobek keheningan malam. Tak terlihat ada rasa lelah atau kantuk. Keceriaan itu terlalu berharga untuk dilewatkan. Dan - kopi hitam dan tembakau tidak pernah absen menemani segerombolan anak2 muda bergaya cuek sambil berhaha hihi dengan berbagai topik obrolan disudut-sudut kampus, kontrakan sampai di kaki-kaki gunung dan tebing-tebing yang menjulang.
Suasana meriah, ceria riang gembira tak kan pernah pudar bersamaan sang mentari mulai bergeser menuju peraduannya. Rutinitas seharian yang kadang menjenuhkan - harus diganti dengan suasana penuh keakraban. Menganang masa-masa pendidikan dasar yang penuh cerita, operasi SAR yang kadang menumui hal2 yang tidak umum, atau perjelajahan2 yang telah dilewati bersama. Tapi, kadang topik diskusi bisa bergeser pada hal yang HOT. dari mulai politik sampe gosip murahan para artis dan sinetron. Bebas saja - karena malam adalah masanya untuk mengeskpresikan kegembiraan.
Kopi yang saat ini sudah ditawarkan dengan beraneka rasa menjadi menu wajib. Ya kopi, tanaman yang konon berasal dari Brazil dan masuk ke Indonesia saat masa Kompeni mulai menjarah kekayaan negeri subur ini.
Tanaman kopi menjadi tanaman umum yang dtemui para pencinta alam saat melakukan pendakian selain tanaman teh. Ya, karena tanaman kopi memang cocok ditanam di ketinggian, khususnya jenis arabika. Latimojong sebagai salah satu gunung tertinggi di Bumi Celebes misalnya, merupakan komoditi unggulan. Merapi, saat jalur selatan masih menjadi tempat favorit pendakian di era 90-an, juga tersedia kopi yang ditanam oleh warga Kaliadem dan Kinahrejo. Burni Telong, Bener Meriah, Ijen dan banyak wilayah lain menjadikan kopi sebagai tanaman andalan.
Trend Kopi sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan Indonesia seharusnya mengangkat petani kopi menjadi lebih sejahtera. Menjamurkan kedai kopi, dari mulai kelas teri sampai kelas berat, tentu membutuhkan biji kopi yang semakin besar. Apakah kondisi ini memang demikian?
Realitas di lapangan, nampaknya tidak terjadi garis lurus antara besarnya permintaan pasar atas trend minum kopi dengan kondisi petani. Petani, masih tetep seperti apa adanya. Naiknya permintaan kopi lebih disikapi dengan meluasnya kebun-kebun kopi. Kondisi ini pada satu sisi justru berbahaya bagi lingkungan. Karena lahan2 yang seharusnya dikonservasi, disulap menjadi areal budidaya kopi. seperti lahan2 dengan kemiringan tinggi, wilayah seputar mata air atau dibawah atau atas tebing.
Peran Pencinta Alam dimana?
Sebagai wilayah bermain, tentu ada beban moral bagi pencinta alam mensikapi kondisi ini. Trend kopi perlu disikapi dengan cermat. Naiknya permintaan kopi jika akhirnya merusak lingkungan - tentu menjadi PR besar bagi organisasi pencinta alam yang masih merujuk pada kode etik pencinta alam yang dideklarasikan tahun 1974 di Ujung Pandang. Tidak hanya persoalan lingkungan, beban moral juga seharusnya lekat dengan kontribusi KPA terhadap masyarakat tempatan untuk lebih berdaya dan berkembang.
Peningkatan ekonomi petani atas permintaan kopi tentu tidak harus dijawab dengan perluasan kebun2 kopi. apalagi jika pembukaan lahan2 kebun kopi merusak lingkungan seperti dengan terjadinya konversi hutan menjadi kebun-kebun kopi. Peningkatan ekonomi - sangat mungkin dilakukan dengan mendorong petani untuk mengintensifkan pola budidaya sehingga tanaman kopi dapat berbuah secara maksimal. Harga kopi juga dipengaruhi oleh cara budidaya - dimana trend organic menjadi salah satu parameter dari sebuah kualitas pertanian.
Dari dua aspek ini saja, petani kopi sudah dapat meningkatkan produktifitas tanpa harus memaksakan diri mencetak lahan kopi baru. Tentu harga kopi menjadi lebih tinggi karena perlakukan organic yang diterapkan. Artinya - bisa jadi hasil kopi yang lebih banyak atau mungkin sama tanpa mencetak lahan baru - namun dari sisi harga jauh lebih tinggi.
Kualitas kopi yang ditentukan dengan cara panen, dari mulai hanya kopi yang sudah matang yang dipetik menjadi salah satu yang menentukan kualitas kopi. Selain pola pengelolaan paska panen. Seperti pengupasan dan pengeringan. pola tradisional tanpa diimbangi dengan pengetahuan - menyebabkan kopi-kopi produksi petani dihargai rendah. Ditambah informasi harga pasaran kopi kerap tidak sampai ke petani. kebutuhan uang cash yang tinggi - kerap menempatkan petani tidak memiliki posisi tawar, karena hasil panen telah dibeli sebelum masa panen (sistem ijon).
Berbagai persoalan yang dihadapi petani kopi - tentu menjadi menantang bagi KPA jika berkehendak untuk mewarnai kegiatan2 luar ruangnya lebih bermakna. Tidak hanya sekedar naik gunung dan turun lagi dengan membawa cerita selama perjalanan pendakian, tapi juga ada cerita berbagi dengan masyarakat desa. berbagi pengetahuan, keterampilan atau bahkan membentuk jejaring pemasaran kopi.
Merasa tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang kopi, kerap menjadi masalah yang seolah tidak ada solusi di banyak KPA. Harap maklum, bidang ilmu yang didalami bukan pertanian. jadi apa yang bisa dilakukan untuk membantu petani? KPA kerap melupakan kekuatan jejaring. KPA tentu memiliki kawan2 lain - baik sesama organisasi pencinta alam maupun diluar OPA. kenapa tidak digunakan sumberdaya tersebut untuk saling mengisi. Akan indah tentunya, jika pendakian yang disertai sosialisasi bisa mendatangkan juga orang2 yang memahami tentang perkopian. Misalnya mengajak KPA pertanian, perdagangan, perindustrian atau bahkan kita bisa mengundang dosen - yang tentu akan lebih mudah, jika sang dosen adalah alumi dari OPA. artinya, tidak dimilikinya pengetahuan dan skill - bukan lah persoalan. kembali ke niat dan tujuan - apakah kita mau mewarnai kegiatan pendakian kita lebih bermakna? bagi lingkungan maupun masyarakat?
Persoalan lain terkait kualitas kopi, selain bentuk biji kopi (green bean) yang baik - juga adalah kadar air. Ini menjadi tantangan tentunya - bagaimana pengetahuan dan ketrampilan ini juga dimiliki oleh petani. dan yang terakhir, tentu jika produksi kopi juga dikembangkan tidak hanya sekedar menjual dalam bentuk green bean, tapi juga bagaimana mengolah dalam bentuk jadi. Artinya, penduduk ada yang memiliki kemampuan untuk roosting kopi dengan kualitas yagn baik tentunya. karena dari sini, warga sudah bisa mulai memasarkan bentuk siap saji untuk para pencinta kopi. dan di desa terakhir sebelum pendakian, kita akan disuguhi nikmatnya kopi asli dengan kualitas baik yang juga akan menjadi bagian dari cerita pendakian.
Para pencinta alam yang menikmati cerianya malam - pun tiak lagi menikmati kopi sobek yang tidak jelas asal usulnya. Bahkan dibanyak kajian - kopi sobek berdampak buruk bagi kesehatan.
sooooo.... mari kita nikmati malam dengan ceria bersama kopi petani - dimana kita berkontribusi terhadap peningkatan kualitas kopinya dan tentu peningkatan ekonomi bagi sang petani kopi. Bukan hanya bagi pedang dan melupakan sang penanam. Bukankan kita jauh lebih bangga menjadi PENCINTA ALAM?
No comments:
Post a Comment