Tuesday, April 05, 2016

MEMAKNAI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

Dullah yang telah berusia senja, cukup melihat sekumpulan siput laut untuk melihat, seberapa tinggi kemungkinan rob yang akan sampai ke rumahnya. Berpuluh-puluh tahun beliau hanya mengandalkan salah satu hewan kecil laut ini untuk menyiapkan diri. Apakah perlu mengamankan barang2 rumahnya dari banjir pasang surut, atau tidak. Siput laut yang menaiki batang kayu, tembok rumah atau tanaman menjadi salah satu pertanda. Dan selama ini informasi tersebut cukup akurat. Warga cukup melihat mayoritas siput rata-rata berada diketinggian mana. disitulah kemungkinan tinggi banjir rob sampai di Kampung halamannya.

Tidak tahu pasti, sejak kapan pengetahuan lokal itu dipercaya dan menjadi bagian dari kearifan lokal. tanda-tanda alam juga digunakan dengan melihat sekelompok burung migran maupun beragam perkembangan tanaman untuk menandai pergantian musim. Bunga Gadung misalnya saat berkembang menandai musim kemarau. Tidak hanya flora dan fauna, tanda alam lain juga digunakan seperti formasi bintang; lintang luku dan kukusan, planet dll. Tradisi berbasis pengetahuan lokal ini berpuluh tahun selaras. Di Jawa dikenal Pronoto Mongso yang sangat dekat dengan dunia pertanian. Namun, sejatinya, nelayan pun menggunakannya untuk kebutuhan menangkap ikan.   

Paling tidak, 3 tahun terakhir, Pak Dullah maupun ribuan masyarakat yang masih menggunakan tanda-tanda alam dalam melihat perubahan musim atau cuaca mengalami kesulitan. Mulai muncul keraguan -  apakah tanda-tanda alam yang selama ini cukup akurat tidak lagi bisa digunakan? Namun jika dikaitkan dengan penyebabkan -  berbagai pendapat disertai argumentasi kerap terkait dengan hal-hal diluar kontek ilmiah. Misalnya, karena banyak dosa orang kampung atau tidak lagi dilakukannya tradisi, sehingga penguasa lautan atau wilayah-wilayah yang dianggap kramat menunjukan ketidak sukaannya. Tidak banyak argumentasi muncul terkait dengan perubahan-perubahan fisik yang terjadi atau perubahan yang terjadi secara global-seperti pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim.

Tradisi atau pengetahuan dan kearifan lokal yang masih berlangsung -  kerap telah diposisikan sebagai daya adaptasi. daya adaptasi ini ketika dikaitkan dengan perubahan iklim bisa langsung di claim sebagai adaptasi perubahan iklim. Tidak hanya memahami tanda alam, tapi juga berbagai upaya penyesuaian yang dilakukan berdasarkan respon atas perubahan yang terjadi. Sebagai respon, umumnya penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan akan disesuaikan dengan perubahan yang ada. Pada tipe perubahan yang terjadi secara langsung dan tidak lagi terjadi perubahan lanjutan dalam waktu lama, penyesuaian yang dilakukan masyarakat cederung sesuai dengan konteks. Penyesuaian juga akan sesuai dengan kebutuhan pada perubahan-perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan cenderung sama. seperti banjir yang terjadi secara rutin dengan luasan dan waktu yang relatif sama. Tapi akan mengalami kesulitan jika perubahan tersebut berlangsung perlanan dan terjadi peningkatan ancaman. Seperti banjir rob yang semakin lama semakin tinggi yang terjadi di sepanjang pesisir utara jawa.

Adaptasi perubahan iklim dimaknai sebagai kemampuan untuk menyesuaikan dengan dampak perubahan iklim, mengurangi kerusakan, memanfaatkan kesempatan dan mengatasi konsekwensinya. UU No 32.2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai dengan penjelasan pasal 57 ayat 4 (a) adalah; Yang dimaksud dengan ”adaptasi perubahan iklim” adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.

Merujuk pengertian dari adaptasi sebagai kemampuan atau meningkatkan kemampuan untuk dapat menyesuaikan dari dampak perubahan iklim -  terdapat hal substansial yang tidak dapat diabaikan. Apakah berbagai upaya yang telah dilakukan komunitas seperti contoh-contoh di atas dan tentu banyak contoh lain yang serupa dapat dikatakan sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim?

Add caption
Akan ada banyak jawaban tentunya.  Tergantung kita akan memandang dari sudut mana dan atas dasar apa argumen tersebut disampaikan. Dalam kontek operasional -  kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh komunitas dalam mensikapi perubahan yang ada, khususnya terkait dengan iklim menjadi bagian dari upaya adaptasi. Siapa yang akan menyangkal jika warga yang mengganti pola tanam, mengganti bibit tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan atau banjir tidak menjadi bagian kegiatan adaptasi. Siapa juga yang akan menolak, jika warga yang menanam mangrove adalah kegiatan adaptasi. Demikian juga dengan berbagai aktifias lain, seperti menaikan lantai atau tinggi rumah, sampai pada membuat rumah menjadi dua lantai, membuat sumur resapan, membuat tanggul penahan banjir yang secara operasional adalah bagian dari adaptasi.

Pertanyaan yang kerap muncul jika dikaitkan dengan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim adalah, apakah respon tersebut sudah dikaitkan dengan perubahan yang mungkin terjadi untuk masa depan? Paling tidak, dampak perubahan iklim disepakati oleh para ahli untuk rentang masa  antara 30 - 100 tahun ke depan. Bagaimana untuk mengetahui perubahan-perubahan yang mungkin terjadi tersebut?

Kita kita lanjutkan cerita-cerita komunitas dalam mensikapi perubahan -  kita akan dapat melihat dengan jelas. Pak Dullah dan ribuan warga lainnya saat ini mengeluh -  jika cuaca atau musim sudah sulit ditebak. Yang seharusnya sudah masuk musim hujan, malah jadi kemarau. Demikian juga sebaliknya. tidak jarang petani yang merasa tertipu dengan musim. Implikasinya, jika sebelumnya kita banyak mendengar gagal panen akibat banyak sebab -  saat ini juga muncul istilah gagal tanam. Petani yang telah menyiapkan benih, tidak dapat ditanam karena musim hujan yang biasanya jatuh pada bulan diakhiran Ber, tidak lagi melanjutkan hujannya. Buat nelayan pun demikian, masa-masa badai atau cuaca buruk menjadi tidak menentu dan sulit untuk ditebak. Tapi tidak sedikit, petani atau nelayan yang cermat -  dapat memanfaatkan berbagai situasi tidak menentu justru mendapatkan keuntungan.

Kajian kerentanan terhadap perubahan iklim menjadi salah satu media atau alat untuk mengetahui perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Musim kemarau lebih kering dan panjang atau penghujan yang lebih pendek adalah gambaran umum sebagai dampak perubahan iklim. Realitasnya bisa berbeda antar satu wilayah dengan wilayah lainnya. Lingkungan setempat memiliki pengaruh cukup besar atas kondisi iklim setempat. Selain berbagai faktor lain tentunya. Kajian kerentanan yang saat ini juga telah diperkaya dengan ancaman bencana, sehingga mampu memotret risiko iklim mampu memberikan gambaran, bagaimana sebuah wilayah akan terdampak. Kenaikan muka air laut misalnya yang akan berpengaruh terhadap abrasi atau banjir rob. Atau curah hujan yang meningkat sehingga berisiko terhadap peningkatan banjir. 

Dalam kontek macro, seperti perencanaan pembangunan daerah atau bahkan nasional -  informasi terkait dengan dampak perubahan menjadi sangat penting. Bagaimana arah pembangunan harus disiapkan dengan informasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi untuk masa depan. Seperti sebuah wilayah yang saat ini telah mengalami banjir rob seperti wilayah pantura Jawa. Apakah masih mungkin untuk dilakukan upaya meredam risiko atau memang sudah tidak mungkin lagi dilakukan karena terlalu besar anggaran yang dibutuhkan. Besarnya anggaran tentu harus diperbandingkan tidak saja dalam penanggulangan ancaman yang ada, untuk saat ini maupun masa depan, tapi juga harus diperbandingkan dengan upaya relokasi dengan berbagai fasilitas umum yang harus disiapkan. 

rumah di dusun Bedono -  Sayung
Apakah pilihannya hanya itu? Tentu tidak. Karena dalam adaptasi, terdapat pilihan-pilihan. Pilihan tidak hanya ditentukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang memiliki tanggung jawab untuk menjamin warganya aman, damai dan sejahtera. terpenuhi seluruh hak dasar, baik pangan, air bersih, pemukiman yang sehat, pendidikan, kesehatan dll. Pilihan juga ada pada komunitas terkena dampak atau yang akan terkena dampak dari perubahan iklim. Dan untuk mendapatkan pilihan, informasi terkait dampak, baik saat ini maupun dampak ke depan perlu diketahui bersama. sehingga pilihan yang diambil didasarkan atas berbagai pertimbangan. Termasuk pilihan untuk tetap tinggal dilokasi terdampak. apapun pilihan yang diambil, tidak menghilangkan tanggung jawab negara dalam memenuhi kewajiban atas kebutuhan dasar warganya. Namun diluar itu, warga pun memiliki tanggung jawab selain hak yang harus terpenuhi tentunya.

Kajian Kerentanan dan Risiko Iklim 
kajian kerentanan terhadap dampak perubahan iklim (vulnerability assessment) umum digunakan dalam mengukur tingkat kerentanan wilayah terhadap dampak perubahan iklim. rumusan dan metode terus berkembang sampai saat ini. Namun terlepas dari metode yang ada, hal yang menjadi krusial adalah bagaimana menempatkan kajian tersebut sebagai dasar pengambilan kebijakan maupun menyusun rencana aksi atau pengambilan keputusan. Termasuk keputusan bagi masyarakat terdampak saat ini untuk menentukan, apakah tetap tinggal atau relokasi.

Pada kasus komunitas yang tinggal pada pesisir seperti Pantura Jawa;  seperti Indramayu, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Demak dll, Rob yang dirasakan semakin lama semakin tinggi. Sekalipun kenaikan muka air laut diyakini bukan satu-satunya penyebab -  namun informasi di masa depan kondisinya seperti apa, dapat menjadi gambaran untuk mengambil keputusan. Bisa dibayangkan -  pengeluaran terbesar tahunan sebagian besar warga adalah membeli sirtu alias pasir dan batu. Ya, matrial yang diperuntukan untuk mengamankan tempat tinggalnya dari banjir rob. Jajan tahunan tersebut akan terus dilakukan tanpa kejelasan akan sampai kapan. Kasus kampung yang tenggelam di Kecamatan Sayung idealnya menjadi pembelajaran bagi penduduk dengan kondisi wilayah yang serupa. Investasi keluarga untuk mempertahankan rumah ternyata berakhir sia-sia. Jika informasi tersebut diketahu jauh-jauh hari, tentu penduduk Sayung akan mendapatkan pilihan tanpa harus berupaya tanpa kejelasan yang akhirnya menjadi sia-sia. Pemukiman yang telah diupakan sekuat tenaga, tetap harus ditinggalkan karena tidak lagi dianggap layak sebagai tempat tinggal.

Banyak manfaat atas informasi terkait perubahan iklim maupun perubahan lingkungan yang akan terjadi. Kajian secara komprehensif yang memadukan risiko bencana dan kerentanan dan risiko iklim pada kasus-kasus dimana ancaman bencana telah terjadi - akan menjadi bahan pertimbangan yang dapat menentukan keberlanjutan sistem kehidupan. Bagi pemerintah daerah atau pemerintah, tentu pertimbangan yang akan memperparah kondisi lingkungan yang berimplikasi pada kehidupan masyarakat menjadi hal yang utama. Reklamasi salah satu contoh kasus yang memperparah lingkungan dapat dihindari. sekalipun dalam jangka pendek pada wilayah tersebut cukup menguntungkan dan menjanjikan pendapatan untuk daerah. Namun jika dikaitkan dengan dampak ekologis dan dampak terhadap masyarakat, keuntungan atau pendapatan untuk negara tidak akan ada apa-apanya. karena upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan jauh membutuhkan dana lebih besar. Demikian juga alih fungsi lahan kawasan fungsi lindung seperti hutan bakau, atau penambangan pasir laut.

Kajian kerentanan dan risiko iklim kerap dianggap sesuatu yang sulit. Sehingga hanya menjadi domain dari perguruan tinggi dengan para peneliti berderat gelar akademik. Kondisi ini seolah dipertahankan dengan berbagai aturan main yang seolah tidak mungkin dilakukan oleh masyarakat. Apakah sedemikian rumit dan sulitnya, sehingga tidak ada kesempatan bagi masyarakat untuk mempelajarinya dan menguasainya? Bukankan apapun ilmu pengetahuan didunia itu bisa dipelajari oleh siapapun? Apakah petani tanpa gelar akademik bahkan tidak pernah sekolah -  sama sekali tidak punya hak diakui sebagai ilmuan atas ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dikuasainya. Padahal realitasnya, tidak sedikit petani yang memiliki kemampuan melebihi para akademisi dengan sederat gelar. 

Realitas yang ada, ditambah dengan kemajuan teknologi saat ini, kajian kerentanan maupun risiko iklim dapat dilakukan oleh siapapun. Kajian kerentanan dengan basis data statistik dapat diperoleh dengan mudah, baik di kantor kelurahan, kecamatan maupun BPS. Info lain yang dibutuhkan dalam kajian kerentanan pun dapat diperoleh dari instansi terkait lain. misalnya untuk data kesehatan dapat diperoleh dari Puskesmas atau rumah sakit. Data pertanian di dinas pertanian atau bahkan petugas petani lapang dst. Tinggal bagaimana warga diberikan pengetahuan teknik mengolahnya. Dan dengan teknologi komuter yang hanya mengandalkan mouse dengan perintah yang cukup jelas, tidak sulit untuk ditransfer. 

Ini bukan omong kosong. Karena banyak pengalaman membuktikan itu. Pengalaman penulis, bersama LSM Rumpun Bambu Aceh membutikan, bagaimana masyarakat yang sebelumnya belum pernah mencoba menggunakan komputer, hanya dalam waktu 5 hari pelatihan secara intensif -  mampu membuat peta risiko bencana Tanah Longsor di Kabupaten Bener Meriah. peta tersebut tidak hanya sekedar peta yang disusun dari atas meja, tapi juga telah didasarkan ground check dengan menggunakan alat bantu kompas dan GPS. Tim kajian yang terdiri dari anggota Tagana Kabupaten Bener Meriah, juga melakukan wawancara semi terstruktur untuk melengkapi angka-angka yang diperoleh dari statistik. Hasilnya -  sebuah peta yang mampu menunjukan tingkat risiko bencana yang cukup akurat. termasuk apa yang perlu dilakukan untuk mereduksi risiko yang ada.

Contoh lain juga dilakukan oleh SKPD di Kabupaten Manggarai, Sumba Timur dan Sabu Raijua untuk melihat risiko bencana terkait iklim. Mereka pun mampu membuat peta dan melakukan analisis atas risiko serta berbagai upaya yang perlu dilakukan.

Kondisi ini menunjukan, kajian dapat dilakukan oleh siapapun. Niat atau komitmen yang diwujudkan dengan aksi adalah kunci. Selebihnya adalah upaya yang disusun secara sistematis, baik dalam pengumpulan data dan informasi, mengolah dan menyusun kesimpulan dan rekomendasi. Tindak lanjutnya tentu berupa aksi-aksi yang diperlukan untuk mengurangi kerentanan dan risiko yang mungkin terjadi.

Prinsip utama kajian kerentanan dan risiko iklim maupun risiko bencana adalah -  kajian tidak hanya sekedar menghasilkan peta dengan aneka warga yang menunjukan kelas kerentanan dan risiko (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah). Kajian harus mampu menunjukan akar masalah atau penyebab dan pembentuk kerentanan dan risiko. Dan untuk mendapatkan hal tersebut, angka-angka dari statistik tidak seluruhnya mampu memberikan informasi yang mumpuni. Untuk itu, masih dibutuhkan data dan informasi yang diperoleh secara langsung dari lapangan. baik melalui interveiw atau wawancara maupun proses dialog dengan para pemangku kepentingan. Pendekatan kuantitatif dan kualitatif ini menjadi bagian yang saling melengkapi. Dan pendekatan partisipatif tentu akan semakin menyempurnakan hasilnya.



No comments: