Namun, saat kita berbicara terkait metode atau pendekatan, tentu kajian risiko bencana tidak serta merta harus mengikuti satu atau dua metode/pendekatan. sekalipun metode tersebut telah ditetapkan sebagai piranti yang diakui. Seperti kehadiran Perka BNPB No 2/2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Dalam kontek mengurangi risiko bencana - tidak ada ikatan mutlak untuk menggunakan satu metode. Namun dari sisi prinsip kajian - tentu harus dipatuhi dan memenuhi unsur-unsur substansifnya. Seperti Kajian risiko bencana harus mampu menemukenali penyebab dan pembentuk risiko bencana itu sendiri. Baik terkait dengan hazard (bahaya), vulnerability (kerentanan) maupun capacity (kapasitas).
Disadari, kajian risiko bencana merupakan proses rumit dan multi disiplin ilmu serta lintas pemangku kepentingan. Kajian risiko bencana juga bukan sekedar untuk mengetahui kelas (tinggi, sedang atau rendah) sebuah risiko bencana yang selanjutnya diaktualisasikan melalui bentuk peta dengan tiga warga (merah, kuning dan hijau atau gradasi warna dari ketiganya) untuk menunjukan lokus yang berisiko. Tidak sekedar itu. Kajian risiko bencana adalah sebuah proses membangun komitmen bersama, mengidentifikasi dan memutuskan bersama atas upaya dan tindakan yang harus dilakukan secara sinergis untuk mengurangi risiko-risiko yang berpotensi terjadi akibat bencana. Komitmen akan tumbuh dan berkembang jika para pihak mengetahui dan menyadari serta timbul kesadaran atas risiko dan pentingnya upaya bersama. Lebih lanjut - tentu kesadaran tersebut akan mendorong mendalami (identifikasi dan analisis) atas risiko yang ada. Kenapa risiko bisa muncul - baik dari aspek bahaya, kerentanan maupun kapasitas.
Pertanyaan yang kerap muncul adalah - seberapa besar kemampuan para pihak (pemerintah dan seperangkat sumberdaya dan kewenangannnya), sektor bisnis dan masyarakat memiliki kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana yang ada? Untuk mendapatkan jawaban seberapa besar - tentu dibutuhkan kajian yang mendalam yang mampu mengidentifikasi sampai pada tingkat faktor penyebab maupun pembentuknya.
Banjir bisa datang setiap tahun. Sebab banjir dapat teridentifikasi - selain masuknya musim hujan, juga terkait dengan intensitas curah hujan yang ada. Apakah hanya itu sebagai penyebab banjir? tidak, tapi banjir juga dipengaruhi oleh tipikal dari DAS, kemiringan lahan, wilayah cekungan, jenis tanah, daya dukung lingkungan (tutupan lahan misalnya dalam menyerap air), drainase, sampah dll. Jika berbicara Risiko banjir, tentu tidak hanya ditentukan oleh hal-hal diatas. tapi juga tentang seberapa besar ketidak mampuan (kerentanan) aspek manusia, sosial budaya, ekonomi, lingkungan dan infrastruktur dalam menghadapi ancaman. Ini memberikan pengertian lebih luas lagi. Apakah masyarakat mendiami lokasi yang terpapar, berapa banyak, komposisi laki-laki dan perempuan, dari sisi usia dll. Juga mata pencaharian masyarakat diwilayah terpapar, apakah terpengaruh terhadap ancaman banjir atau tidak. apakah memiliki mata pencaharian alternatif saat banjir? apakah memiliki akses terhadap lembaga keuangan? apakah memiliki asuransi untuk meminimalisasi kerugian dst.. dst.
Menemukenali pembentuk dan penyebab risiko dalam proses kajian merupakan hal krusial. Karena akan menjadi dasar - upaya apa yang perlu dilakukan dalam kerangka mengelola risiko risiko bencana, sehingga risiko menjadi berkurang. Jika persoalan teridentifikasi sebagai risiko adalah mata pencaharian, maka upaya mengelola risiko akan terfokus pada mata pencaharian yang lebih tahan terhadap ancaman yang ada. Misalnya petani yang membutuhkan jenis tanaman yang lebih tahan terhadap genangan banjir, memanfaatkan banjir sebagai sumber mata pencaharian, atau menyiapkan mata pencaharian alternatif untuk menghadapi banjir. Hal yang sama dilakukan untuk komponen lainnya, seperti infrastuktur yang perlu disesuaikan dengan ancaman, baik dari sisi fungsi maupun dari sisi kekuatan.
Kajian risiko bencana pada levil komunitas - akan lebih mudah mendapatkan unsur penyebab dan pembentuk risiko bencana. Jika proses kajian dilakukan dengan pendekatan partisipatif berbasis pemberdayaan. Bukan pendekatan partisipatif alakadarnya. Yang hanya mengandalkan keterwakilan masyarakat dan waktu terbatas karena alasan terbatasnya pendanaan atau waktu yang tersedia. Karena partisipatif, bukan sekedar berorientasi pada output berupa dokumen atau kelas dari risiko. Tapi hal lebih krusial adalah, bagaimana terjadi transfer pengetahuan dan kemampuan, tumbuhnya kesadaran serta terbangunnya komitmen bersama. Untuk itulah, pendekatan partisipatif cenderung lebih lama dan membutuhkan kesabaran. Karena di tingkat masyarakat sendiri - tidak serta merta dapat menerima setiap gagasan atau usulan yang datang dari luar. Secara alami, masyarakat akan melihat, mengkaji dan menguji - seberapa penting inisiatif tersebut bermanfaat bagi mereka.
Kajian risiko bencana komunitas yang berkembang saat ini, pada umumnya mengembangkan metode yang telah ada. Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah metode yang paling banyak digunakan sebagai dasar pengembangan. Beberapa alat (tools) dikembangkan sesuaikan dengan kebutuhan dalam mengidentifikasi dan menganalisis serta menentukan rencana tindak (action plans). Seperti peta desa atau peta sumberdaya, dikembangkan juga untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah terpapar. Demikian juga dengan sejarah desa yang dikembangkan untuk mengidentifikasi dan menggali informasi secara lebih mendalam terkait kejadian bencana, dampak maupun respon yang dilakukan oleh masyarakat. Perubahan dan kecenderungan dikembangkan untuk melihat terjadinya perubahan-perubahan yang terjadi serta kecenderungannya melihat bencana dari waktu ke waktu. apakah ada perubahan seiring dengan perubahan kondisi alam, perubahan iklim dll.
Dari rangkaian pengalaman mendampingi komunitas dalam mengelola risiko bencana berbasis komunitas, terkumpul metode yang mungkin bisa menjadi landasan dalam melakukan kajian risiko bencana komunitas. Modul ini merupakan bagian dari proses konvergensi API PRB pada level komunitas. Modul dapat di unduh disini