Sunday, November 26, 2006

WALHI dan Pengelolaan Risiko Bencana

Sejak kelahirannya dan mewarnai dinamika pengelolaan lingkungan hidup, 26 tahun yang lalu, WALHI telah secara langsung bersentuhan dengan persoalan kebencanaan. Peringatan dan peran2 WALHI dalam pengelolaan lingkungan merupakan bagian dari upaya preventif dalam pengelolaan lingkungan hidup. Upaya tersebut semakin nyata dari tahun ke tahun.

Perubahan paradigma kerja-kerja pengelolaan lingkungan semakin memperjelas upaya nyata WALHI dalam pengelolaan risiko bencana tahun 90-an. Karakter WALHI semakin jelas ditunjukan melalui berbagai upaya advokasi yang dilakukan. Suka atau tidak suka, WALHI dengan anggota yang tersebar di seluruh nusantara menjadi momok bagi pengusaha dan birokrat nakal. Terobosan legal standing adalah salah satu record WALHI dalam bidang hukum di Indonesia. Pengelolaan bencana sekalipun tidak secara tegas muncul, namun upaya2 yang dilakukan jelas menunjukan WALHI telah mengembangkan pengelolaan risiko bencana.

Bencana asap akibat kebakaran lahan di Sumatra dan Kalimantan, 1997 memaksa WALHI untuk melihat persoalan bencana menjadi menyeluruh. emergency response yang sebelumnya tidak ditangani WALHI mulai mulai dipertimbangkan. Ratusan ribu warga tercekik asap akibat lahan2 gambut terbakar serta buruknya perhatian pemerintah atas persoalan ini menjadikan WALHI mengambil peran lebih kongkrit. Advokasi pun dilakukan bersamaan dengan kerja-kerja kemanusiaan. Demikian juga saat Jakarta dikepung banjir tahun 2001.

Diskusi panjang ditingkat institusi WALHI terus bergulir. pro kontra atas inisiatif WALHI melakukan kerja2 pengelolaan bencana secara lengkap mewarnai setiap saat. Sekalipun masih belum secara resmi menjadi divisi tersendiri, namun WALHI di daerah sudah mulai mengembangkan CBDM. independensi tiap daerah memungkinkan WALHI di tiap daerah membentuk karakternya sendiri. Menyusun dan menjalankan programnya sesuai dengan kondisi objektif dari daerah itu sendiri. WALHI jogja, bersama KAPPALA Indonesia dan CD Bethesda telah melakukan kerja2 riil pengelolaan bencana berbasis Masyarakat sejak Merapi menghantam dusun Turgo, Februari 1994.

Sekalipun tidak secara lengkap menjalankan program CBDRM, fokus WALHI pada advokasi lingkungan hidup tetap menyandar kuat pada risiko bencana. berbagai kebijakan yang memperbesar kerawanan dan kerentanan menjadi fokus kerja WALHI. penguatan organisasi rakyat maupun pembelaan lingkungan diarahkan pada analisis risiko bencana yang akan terjadi. Demikian juga advokasi dalam penataan dan pemanfaatan ruang. Berbagai analisis tersebut terbukti saat ini. Bencana semakin meluas dan masyarakat menjadi korban utama dari salah urus dan salah kebijakan tersebut.

Mega Bencana Tsunami, 26 Desember 2004 merenggut direktur eksekutif WALHI Aceh bersama 200 ribu lebih warga lain. Kerja-kerja penanganan bencana dilakukan WALHI sejak awal. bersama ratusan relawan yang datang dari berbagai daerah serta kelompok2 masyarakat sipil, WALHI bergerak. Kerja-kerja kemanusiaan berbaur dengan upaya mendorong perdamaian. 30 tahun aceh di cekam ketakutan akibat konflik bersenjata. 30 tahun juga rakyat aceh dibuat tidak pasti dalam menjalani kehidupannya.

Penanganan luar biasa dengan dukungan penuh dari seluruh lembaga anggota, eksekutif daerah serta WALHI Nasional menghantarkan WALHI lebih berperan nyata. WALHI pun dapat disejajarkan dengan berbagai organisasi dunia yang telah berpengalaman menangani bencana. dan melalui pertemuan nasional lingkungan hidup (PNLH), pertemuan tertinggi dalam organisasi WALHI, diputuskan untuk membentuk divisi khusus (desk) untuk menangani bencana dan proses pembangunan kembali Aceh dan Sumatra Utara.

Mandat kelembagaan semakin memposisikan WALHI eksis diantara lembaga-lembaga internasional dalam pengelolaan bencana. Berbagai even tingkat nasional, regional bahkan internasional telah membuktikan WALHI sebagai lembaga dengan konsep yang jelas dalam pengembangan pengelolaan risiko bencana.

Kini, berbagai gagasan WALHI mewarnai berbagai inisiatif pengelolaan bencana di tingkat nasional dan asia pasifik. Dan itu akan terus berkembang untuk mewujudkan tercapainya kehidupan warga negara yang lebih bermartabat. terbebas dari ketakutan atas ancaman bencana...

No comments: