Press release – mendialogkan
(kembali) harimau Jawa dan keberlanjutan
hutan Pulau Jawa
Foto yang diunggah petugas TN
Ujung Kulon (25/8) kembali mengangkat wacana “kepunahan” Harimau Jawa (panthere tigris sondaica). Sekalipun
hasil identifikasi foto mengarah pada sosok Macan Tutul (Panthera Pardus), namun tidak menyurutkan keraguan atas pernyataan
punah dari IUCN (1973) atau WWF (1996) dan beberapa peneliti carnivor besar.
Berbagai data dan informasi kembali mengemuka tentang masih eksisnya Harimau
Jawa. Tidak saja di TN Merubetiri sebagai salah satu kawasan yang ditetapkan
sebagai habitat Harimau Jawa. Tapi juga di banyak wilayah-wilayah hutan yang
tersisa di Jawa.
Sejak 20 tahun yang lalu (1997),
pengumpulan data dan informasi secara terstruktur dilakukan. Melalui ekspedisi
pencinta alam dan pemerhati lingkungan melalui PL KAPAI (Pendidikan Lingkungan
untuk Kelompok Pencinta Alam) menjadi awal dimulainya pencarian sosok Harimau
Jawa. Tidak hanya menunggu, tapi juga menjemput berbagai informasi dari
berbagai sumber.
Menelusur hutan-hutan, memasang
kamera trap, mengumpulkan bukti sampai mendengar dengan tekun aneka cerita dari
berbagai sumber menjadi bagian dari proses panjang pembuktian keberadaan sang
raja hutan jawa. Beragam data dan informasi tersebut saat ini terkelola dengan
apik. Dari mulai feses (kotoran), gip jejak kaki, bulu/rambut, kulit, taring,
kuku maupun foto-foto berupa cakaran serta rangkaian kalimat dari berbagai
sumber.
Opini punah atas Harimau Jawa nampaknya masih cukup kuat. Sehingga
apapun informasi maupun bukti-bukti yang mengarah keberadaan “macan gembong”
ditempatkan sebagai rumor. Bahkan tidak jarang dikaitkan dengan klenik.
Berbagai argumentasi kerap dikeluarkan untuk menepis bukti-bukti yang diajukan
terhadap keberadaan Sruni atau Lareng sebagai sebutan lain dari Harimau Jawa.
Para aktifitis yang secara
swadaya mencoba mengumpulkan dan menyajikan informasi keberadaan Harimau Jawa
kerap dihadapkan respon negatif. Tidak saja argumentasi yang terkesan
menyudutkan[1],
tapi juga dianggap tidak pernah ada.
“Setiap infomasi (tentang harimau jawa), dari mana pun itu adalah
sangat berharga. Masyarakat pinggiran hutan jelas memiliki pengetahuan lebih
dalam membedakan spesies. Apalagi para pemburu. Mereka bisa membedakan spesies
didasarkan atas harga, demikian juga si pembeli. Gak mungkin penjual atau pembeli bertransaksi
dengan barang yang salah”. Demikian mas Didik Raharyono menganalogikan
tentang informasi keberadaan Harimau Jawa di banyak tempat. Tahun 2012 pemburu
medapatkan Harimau Jawa di Jawa Timur. Dan tahun 2014, juga Harimau Jawa
tertangkap.
Lebih lanjut, Mas Didik juga
menunjukan kebaradaan harimau Jawa tidak harus melalui foto yang saat ini
seolah menjadi tuntutan. Berbagai temuan yang saat ini ada, sudah lebih dari
cukup menjadi dasar analisis. Selain rambut yang dapat dibuktikan lewat test
DNA, juga jejak kaki dengan ukuran yang mengarah pada Harimau Jawa dengan besar
jejak di atas 14 x 16 cm. atau cakaran di atas 180 cm ke atas pada pohon di
hutan sebagai habitat harimau jawa.
Perjalanan panjang yang dilakukan
oleh Tim Pembela dan Pencari Fakta Harimau Jawa (TPPFJ) selama ini, keberadaan
Harimau Jawa teridentifikasi di hutan-hutan diantaranya : Jawa Barat; Ciamis, Gunung Ciremai, Garut Selatan, Tasikmalaya. Banten di seputaran TN Ujung Kulon dan
hutan diseputaran Baduy. Jawa Tengah;
gunung Slemet, pegunungan Dieng – Banjarnegara, Blora dan Jawa
Timur pada hutan-hutan di Gunung
Lawu, Gunung Semeru, Bojonegoro, Gunung Argopuro, Gunung Raung, TN Merubiri dan
TN Alas Purwo.
Hal utama dalam melindungi dan
menyelamatkan Harimau Jawa adalah menghilangkan dulu asumsi punah. Penilaian
subyektif ini, apalagi telah ada di kepala pemilik kebijakan atau orang-orang
yang memiliki kewenangan jelas akan menghambat bebagai data dan informasi
maupun upaya yang dilakukan para pihak dalam membuktikan keberadaan Harimau
Jawa. Penurunan tim oleh TN Ujung Kulon untuk melacak keberadaan Harimau Jawa
patut diapriasi. Dan ini akan menjadi langkah awal untuk dikembangkan ke
wilayah-wilayah lain yang teridentifikasi menjadi bagian habitat Harimau Jawa.
Lebih jauh, keberadaan Harimau
Jawa juga dapat menentukan keberlanjutan Hutan-hutan di Jawa. Perlakukan hutan
Jawa saat ini mengalami tekanan yang sangat luar biasa. Hutan Gunung Slamet
misalnya, saat ini mengalami tekanan akibat pembangunan PLTG. Pembukaan hutan
untuk pembangunan energi bersih seolah melegalkan perusakan hutan dan abai
dampak buruk yang dapat ditimbulkan. Dari mulai mengganggu fungsi hidrologi
sampai risiko bencana. Selain itu, Gunung Slamet sebagai salah satu yang
teridentifikasi sebagai habitat Harimau Jawa untuk wilayah jawa tengah dapat
saja terganggu.
Siti Maimunah sebagai salah satu
peserta Ekspedisi Harimau Jawa tahun 1997 juga mengingatkan. Bagaimana TN
Merubetiri sebagai kawasan konservasi, saat itu juga terancam eksploitasi tambang
emas. Status punah terhadap Harimau Jawa dapat saja menjadi salah satu alasan
penurunan status kawasan yang akhirnya melegalkan aktifitas penambangan yang
secara jelas akan menghancurkan fungsi-fungsi ekologis kawasan.
Talkshow mendialogkan (kembali) Harimau
Jawa mendapatkan antusias dari kalangan luas. Seluruh peserta sepakat jika
Harimau Jawa masih ada. Bukti-bukti yang disampaikan Didik Raharyono sebagai
narasumber semakin memperkuat keyakinan keberadaan Harimau Jawa. Tinggal,
bagaimana para pihak mengambil peran sesuai dengan keahliannya masing-masing
saling mendukung upaya perlindungan dan penyelematan harimau jawa dan
hutan-hutan tersisa di Pulau Jawa sebagai habitatnya. Gagagan ini disampaikan
oleh Melir dari Lingkar Yogyakarta yang melihat banyak peluang untuk membangun
sinergis. Baik dari pihak pemerintah, akademisi maupun organisasi
non-pemerintah.
Informasi lebih lanjut tentang
Harimau Jawa
- Didik Raharyono : 0815 658 0056
Informasi pelaksanaan kegiatan
talkshow
- Sofyan eyanks : 0811 18 3760
Livestreaming proses talkshow : https://www.facebook.com/sofyan.eyanks
[1]
Saat menunjukan jejak kaki dengan ukuran besar (14 x 16 atau lebih) , dianggap
jejak macan terpeleset atau ditanah lunak, sehingga jejak menjadi lebih besar
dari ukuran sebenarnya.