Saturday, February 11, 2017

RENCANA KONTIJENSI KOMUNITAS

Sudah 5 bulan blog ini tidak terurus. terakhir posting mengambil tulisan Pak Imam Prasojo tentang jembatan gantung yang justru diinisiasi oleh orang luar yang lebih peduli terhadap keselamatan anak bangsa dan kehidupan warga perdesaan. Kehidupan yang jauh dari gegap gempita Pilkada dan segudang isue yang mampu membuat sakit kepala.

Tulisan ini dipicu oleh sebuah kesempatan memfasilitasi pembaharuan rencana kontijensi untuk tiga kelurahan; Pejaringan, Kemal Muara dan Kampung Melayu. Sebuah proses pada  tiga tahun lalu (2013) sempat terlibat aktif dalam persiapan penyusunan awal yang difasilitasi oleh BPBD DKI Jakarta. Sebuah peluang yang juga membuat shock karena diluar kesiapan dan kemampuan yang ada saat itu. Peluang tidak boleh disia-siakan. Itulah yang terpikir oleh sekelompok relawan yang baru saja selesai mengikuti pelatihan untuk fasilitator di Pulau Harapan yang difasilitasi oleh program API Perubahan -  MercyCorps Indonesia. Pelatih berdarah dingin Iskandar Leman, mampu memompa semangat menerima tantangan Pak Edi (Kabid Data Informasi) BPBD DKI Jakarta untuk memfasilitasi 56 Kelurahan di DKI Jakarta yang rawan banjir.

Serangkaian diskusi dilakukan, baik formal maupun non formal diantara para relawan dengan staff BPBD dipimpin langsung oleh sang Kabid. Pembagian peran dengan sendirinya terbagi -  siapa melakukan apa. termasuk pembagian wilayah dalam memfasilitasi Kelurahan secara partisiatif. Berlomba dengan waktu -  itu lah yang terjadi. Karena para relawan, masing-masing tidak hanya memfasilitasi satu atau dua kelurahan. Sehingga dibentuklah Tim Fasilitator yang terdiri dari 3 - 4 orang untuk menangani 5 - 6 Kelurahan. 

Untuk membekali para fasilitator dalam memfasilitasi proses penyusunan -  tersusunlah panduan untuk fasilitator rencana kontijensi untuk kelurahan. sebagai panduan, tentu modul ini bukan lah barang mati. panduan ini bersifat dinamis. dapat dirubah atau disesuaikan mengikuti kondisi setempat. Namun begitu -  ada hal yang secara prinsip bersifat baku. Saya menempatkannya sebagai pra dan syarat dalam proses penyusunan. diantaranya adalah; Komitmen pemangku kepentingan -  khususnya Lurah sebagai kepala pemerintahan pada tingkat kelurahan dan jajarannya serta para tokoh masyarakat setempat. Karena tanpa adanya komitmen, sekalipun dokumen renkon telah tersusun -  dapat dipastikan akan sia-sia. 

selain komitmen dan rasa memiliki, beberapa syarat penting lain adalah; data dan informasi terkait ancaman bencana yang disusun rencana kontijensinya, hasil kajian dan peta risiko atau ancaman bencana, jalur dan tempat evakuasi serta tanda peringatan dini. Pada praktiknya, keseleruhan syarat ini dapat dilakukan bersamaan saat proses penyusunan renkon. Kecuali pra syarat berupa komitmen pemangku kepentingan tentunya.

Sayangnya -  banyak proses penyusunan renkon justru melawatkan pra syarat tersebut. alasannya klasik -  diburu waktu. wal hasil -  dapat ditebak, dokumen renkon yang telah tersusun - akhirnya hanya sebagai pemanis kegiatan dan capaian. namun tidak berdampak pada pelaksanaan tanggap darurat.

harus diakui - membangun komitmen dan rasa memiliki membutuhkan proses. Tidak mudah, apalagi banjir di Jakarta yang telah menjadi agenda tahunan. Banjir terkadang menjadi peluang sebagian orang untuk mendapatkan "keuntungan". Keuntungan ini tidak semata-mata dimaknai dalam bentuk material, tapi juga imatrial. eksistensi, mendapatkan pengaruh atau menjadikan sejata terhadap lawan (politik).

mengawali tulisan ditahun 2017, blog ini hanya akan membagikan file panduan rencana kontijensi kelurahan. semoga apa yang ada dalam modul yang disusun pada tahun 2013 ini dapat bermanfaat. tidak saja untuk kelurahan, tapi juga pada pemerintahan Desa. tentunya dengan menyesuaikan sistem pemerintahan yang ada.
file unduh klick  di sini
  
 

No comments: