Friday, June 10, 2011

DESIGN TATA RUANG RELOKASI

Angga, bocah kecil yang masih duduk di kelas 5 SD begitu bersemangat menorehkan pinsil pada buku gambarnya. Ada gambar rumah, bangunan, jalan, jajaran tanaman yang menyimbolkan pertanian, hutan dll. tak bergeming di tempatnya di meja makan bambu tua hasil karya sang ayah, 10 tahun yang lalu. telah cukup banyak gambar telah dibuatnya. Namun, tidak membuatnya puas. sehingga harus mengulang dan mengulang lagi. Tak menarik hatinya, sepiring nasi goreng sebagai makanan favoritenya tak jauh dari hadapannya. Juga segelas susu sapi segara hasil perahan pagi buta sang ibu yang dihangatkan sang kaka.

Sang bocah masih merekam dengan jelas, saat ada orang kota datang ke desa. berdiskusi dengan para orang dewasa tentang bagaimana pentingnya membuat gambar kampung sediri secara lengkap dan teratur. Dengan adanya gambar yang jelas, semua orang akan mengerti, dimana letak rumah, bangker, post ronda maupun bangunan lainnya. juga kebun, hutan atau sungai. sang bocah kecil yang saat itu diajak oleh sang ayah mengikuti sebuah pertemuan "pemetaan partisipatif" untuk pengurangan risiko bencana samar2 menyimak. tidak begitu jelas, untuk apa harus dilakukan. yang jelas, Angga suka dengan media gambar yang digunakan sang orang kota.

Saat itu, angga kecil bisa membayangkan, kemana harus lari jika awan panas Merapi datang. Kenapa harus menggunakan jalan tersebut karena arah awan panas datang dari arah mana. Dimana tempat yang aman sekaligus sebagai tempat untuk bertemua para penduduk yang mungkin akan tercerai berai karena panik.

-----------------oooooOoooooo----------------

Imajinasi Angga trus menerabas melebihi batas kemampuannya. Obrolan seru para orang dewasa tentang "harus" pindahnya seluruh penduduk desa sangat menyita pikirannya. "Pindah kemana?". Angga kecil tidak dapat membayangkan dia dan keluarganya serta temen2nya harus meninggalkan kampung halamannya. Kampung yang sejuk, tenang dan damai. Hanya terkadang mencekam menjelang sang Merapi menunjukan kekuatannya. Memamerkankan perangainya, kalau dibalik kebaikan dan keramahannya - juga memiliki sifat "bahaya".

Bayangan Angga tertuju pada sebuah Mall di kawasan Malioboro. Sebuah tempat yang amat menarik hatinya. Semua barang indah dan menarik hati terpampang disana. dari mulai pakaian, sepatu, makanan, sampai mainan beraneka ragam. Sungguh menyenangkan kalau dia dan keluarganya pindah dan memiliki rumah di sekitar Mall tersebut. pikiran kecilnya menari2 pada tempat tersebut. Dia juga masih ingat, bagaimana sepanjang jalan tersebut sangat ramai. Bahkan banyak "bule" yang berlalu lalang. Akhhhh.. indah sekali rasanya.

Dengan cepat, Angga pun membuka lembaran baru kertas gambarnya. Tapi, dia sedikit kecewa. Kertas gambarnya hanya tersisa satu lembar saja. sedikit ragu untuk memulainya. Mall, akan ditaro dimana lokasi tersebut pada jajaran rumah2 penduduk yang digambarkan mewakili rumah2 kawan2 mainnya. apakah Mall tersebut ditempatkan di dekat rumahnya. Kalau iya, berarti akan menggeser rumah Anto, Andi dan Ijong. Kasian mereka tidak mempunyai rumah. atau sedikit agak jauh? mengganti kebun atau sawah. tidak, nanti kita tidak bisa lagi berkebun dan tidak dapat "uang". ahhaaaaaaa..... kenapa gak mengganti hutan saja? Tidak ada yang protes kalau menggunakan hutan. Toh, rumah dan kebun-kebun penduduk yang akan ditinggalkannya juga akan dijadikan hutan. jadi, apa salahnya???????

Angga pun mulai menorehkan pinsilnya. kembali dia menggambar dengan semangat; satu demi satu; rumah, sekolah, puskesmas, jalan, bangker, kebun, dan pasar serta MALL tentunya, menggantikan HUTAN.

-----------------oooooOoooooo----------------

Apa yang dipikirkan dan dituangkan dalam gambar oleh Angga adalah sebuah gambaran kongkrit, bagaimana seorang bocah menangkap dan mengaktualisasikan sebuah tata ruang. Gambaran didasarkan atas sebuah realitas yang dia lihat sehari-hari serta seberapa besar informasi yang di dapat.

Memindahkan penduduk secara massal dari satu tempat ke tempat lain bukan hal sederhana. Bukan hanya sekedar memindahkan manusia saja, apapun alasannya. Termasuk dalam rangka/upaya preventif sebagai bagian dari penanggulangan bencana. Tapi akan memindahkan kehidupan secara utuh. Untuk itulah, relokasi adalah pilihan terakhir, jika masih ada alternatif lain; baik mitigasi maupun membangun kesiapsiagaan. Apalagi jika bahaya tidak datang setiap hari, setiap bulan atau setiap tahun.

Jika komunitas dan pemerintah daerah dapat meminimalisasi risiko bencana yang ada, baik melalui peningkatan kapasitas, peningkatan kemampuan atau upaya sistematis lainnya... tidak memilih relokasi adalah lebih baik.

Apalagi jika wilayah relokasi yang disusun tidak lebih baik dari yang dibuat oleh Angga, sang bocah kecil yang baru kelas 5 SD. yang dengan mudah mengalihkan fungsikan sesuatu dengan pikirannya sendiri. didasarkan atas keterbatasan informasi dan pengetahuan maupun pengalamannya.







No comments: