Friday, August 01, 2008

NIAS; diantara hiruk pikuk rebuilding; part 2

Kebijakan yang menyesatkan
Tidak sedikit para relawan kemanusiaan melihat perubahan status, dari bencana Nasional menjadi Bencana Daerah. apa dasarnya. Bukankah banyak daerah justru menginginkan status bencana nasional. karena dengan status ini, pemerintah nasional lah yang harus turun tangan, termasuk dana yang diambil dari APBN. Kenapa Pemerintah Nias atau Sumut justru sebaliknya?

Banyak spekulasi yang beredar mencikapi hal tersebut. Salah satunya yang cukup beralasan adalah; Pilkada. Ya.. Nias saat itu sedang bersiap untuk pemilihan kepala daerah. status bencana daerah memungkin seluruh penanganan harus dibawah koordinasi Pemda. artinya, bantuan yang mengalir deras ke Nias, dapat dijadikan sebagai alat kampanye sang calon bupati yang saat itu berkuasa. sedangkan analisis kedua adalah; bantuan kemanusiaan jauh lebih banyak dari luar pemerintah. akan lebih menguntungkan jika di kelola sendiri tanpa campur tangan pemerintah nasional. dan kemungkinan lain adalah: eforia otonomi daerah. Lebih untuk menunjukan kemampuan daerah dalam mengatasi masalahnya sendiri.

Apapun alasan yang diajukan Pemda, perubahan status sangat mempengaruhi penanganan bencana di sana. Keluhan sulitnya mendapatkan akses ke lokasi bencana menjadi gunjingan pekerja kemanusiaan. Baru pada hari ke tiga paska bergoyangnya bumi Nias yang ke dua, puluhan NGO's dapat membawa bantuan kemanusiaan melalui bandara mungil dan Pelabuhan.\
Sementara penduduk terkena bencana di sana... telah kehilangan kesabaran akibat ketidak mampuan Pemda menangani bencana yang terjadi. terjadi kerusuhan saat distribusi bantuan dilakukan. Isu bantuan hanya dibagikan kepada kroni dan kantung2 suara sang calon bupati bukan hanya sekedar gosip.

Keterbatasan akses dan sumberdaya, termasuk SDM lah yang menyebabkan penanganan bencana di Nias kacau balau. yang tak kalah pentingnnya adalah sistem dalam menangani bencana itu sendiri. Untuk yang terakhir, jangankan di Nias, di Jakarta sendiri sebagai ibu kota masih belum menyiapkan sistem yang siap pakai.

Akibatnya sudah bisa di tebak... dampak bencana yang begitu luar biasa terhadap kehidupan di Nias semakin tak tertangani dengan baik. penderitaan pun bertambah. jangan kan mendapatkan makanan, selembar terpal plastik pun tidak terdistribusikan secara merata. Namun.. ego untuk mempertahankan kekuasaan nampaknya jauh lebih penting dibandingkan penderitaan warga. Pendapatan dari linangan air mata jauh lebih menggiurkan dibandingkan isak tangis anak2 yang kelaparan. Sebuah kontras yang sengaja di ciptakan tanpa melihat penderitaan warga yang bertumpuk dan terus bertumpuk.

Satu bulan paska Gempa susulan... BRR pun terbentuk. Nias masih ditetapkan sebagai wilayah kerja. Justru disinilah terjadi kerancuan dalam menjalankan kerja-kerja pembangunan kembali. Pemda merasa berhak atau berwenang menjalankan seluruh kerja-kerja pembangunan kembali. karena status bencana daerah memberikan wewenang untuk itu. sementara, BRR dibentuk oleh Pemerintah Pusat. yang tanggung jawab pekerjaannya pun kepada pusat. bukan daerah. tidak ada hubungan langsung dengan daerah secara hirarki. Koordinasi lah yang menghubungkan kerja BRR dengan Pemda Nias atau Sumut.

Friksi terus berlangsung. dari mulai mendata jumlah korban, rumah dan fasilitas publik terkena dampak sampai saat penetapan.. siapa yang berhak mendapatkan "bantuan". Ruwetnya koordinasi, berdampak pada kerja-kerja NGO's yang lebih mementingkan kerja riil dan langsung bekerja bersama masyarakat. Tumburan antar kepentingan pun berimplikasi di level warga sendiri. sang pemilik akses.. sontak memanfaatkan peluang. Lupa sudah.. kejadian gempa dirasakan bersama, sependeritaan. Kondisi ini memperkusut situasi dan kondisi karena bertambahnya masalah; friksi antar masyarakat.

Demikian luas implikasi dari sebuah kebijakan tanpa analisis mendalam. tidak penting memang, apakah status bencana tersebut masuk katagori nasional atau daerah. lebih penting dari itu semua... bagaimana pelayanan negara dalam memenuhi kebutuhan dasar warga terkena dampak. karena memenuhi seluruh kebutuhan dasar merupakan bagian dari HAM. selain memenuhi hak melindungi dan menyelamatkan warga dari ancaman bencana.

tulisan berikutnya akan lebih memotret, hiruk pikuk setelah lebih dari 3 tahun berjalannya rebuilding dilevel masyarakat

No comments: