Friday, September 24, 2010

Pengembangkan usaha berbasis komunitas

Jumat, 24 September 2010 | 10:46 oleh Fahriyadi
SOCIAL ENTREPRENEUR
Tatang gunakan wisata alternatif untuk bantu masyarakat

Mempunyai jaringan pergaulan atau networkingyang luas memang menguntungkan. Tak hanya buat diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Berkat jejaring inilah, Tatang Elmy Wibowo berani menjadi seorang pemandu kunjungan di daerah bencana. Dengan mengajak turis-turis asing, pria ini mendatangi daerah bencana sembari memberdayakan masyarakat. Pergaulan yang luas bisa menjadi modal seseorang untuk menggapai cita-citanya. Kelebihan ini dapat pula menjadi bekal untuk menolong orang lain. Seperti yang dilakukan Tatang Elmy Widodo. Mantan aktivis Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) ini membuat paket jalan-jalan alternatif, berbekal kemampuannya membuat jaringan. Ia menawarkan paket kunjungan ke daerah bencana bagi turis asing. Tapi, jangan dulu, berpikiran sinis bahwa usaha ini hanya menjual penderitaan. Menurut Tatang, paket piknik ke daerah bencana ini bukan sebuah paket rekreasi. "Kunjungan ini untuk bersosialisasi, memberi bantuan sekaligus melaksanakan program pemberdayaan masyarakat," ujarnya.

Sebagai pemandu, Tatang tak pernah menetapkan banderol tarif. "Karena, konteks awalnya adalah kegiatan sosial," imbuhnya. Selain itu, Tatang bilang, dia dan peserta kunjungan itu ingin membantu. Bantuannya bukan berupa bantuan uang, melainkan sokongan moral, termasuk berbentuk usulan penyelesaian masalah dan tenaga. "Yang lebih penting, terbentuk jalinan kekerabatan antara masyarakat dengan para turis tersebut," katanya. Jalinan kekerabatan dalam bentuk pertemanan dan networking inilah yang diharapkan dapat berkembang. Tatang mengisahkan, salah satu hasil yang terlihat dari kunjungan ini adalah pembuatan radio komunitas di sebuah desa di Yogyakarta. Kini, masyarakat di kawasan siaga bencana itu banyak memperoleh manfaat dari keberadaan radio komunitas tersebut. Sebab, segala informasi bencana disiarkan melalui radio. "Manfaat itu terlihat ketika ada gempa di Yogya beberapa waktu lalu," kata Tatang. Contoh lainnya adalah pembuatan peternakan sapi pada 2006. Peternakan sapi yang berada di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta, itu merupakan inisiatif para turis asing. Tatang bilang, para turis merasa prihatin setelah melihat kondisi kehidupan salah satu desa di pegunungan itu. Alhasil, mereka membangun perternakan sapi dengan harapan bisa membantu perekonomian masyarakat setempat. Secara rutin, Tatang juga sering mengunjungi fasilitas peternakan itu. Selain memantau perkembangan peternakan, dia juga ingin memastikan kalau penduduk mendapat manfaat sebesar-besarnya dari kehadiran peternakan tersebut. Kini, peternakan yang dikelola oleh penduduk desa itu sudah memiliki 40 ekor sapi, baik sapi perah maupun sapi potong. Tak hanya membangun fasilitas fisik, sering para turis asing meluangkan banyak waktunya dengan menetap beberapa lama di wilayah bencana. Menurut Tatang, kegiatan ini sangat menguntungkan bagi turis dan masyarakat di sana. Pertama, para turis itu bisa menggali cerita dan pengalaman hidup penduduk di wilayah bencana. Mungkin saja, cerita ini bisa menjadi pengalaman berharga bila menghadapi kondisi atau bencana serupa di negerinya. Kedua, manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Yakni, mereka mendapatkan pendidikan bahasa Inggris secara gratis. Apalagi, pengajaran bahasa internasional ini berlangsung rutin selama keberadaan turis di wilayah itu. Hanya, sampai sekarang, Tatang masih fokus melakukan kunjungan di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Ia tak memungkiri, di kedua provinsi itu masih banyak terdapat desa tertinggal secara ekonomi. Apalagi, beberapa daerah juga masih rawan terhadap bencana alam. Meski demikian, Tatang belum berniat mengadakan kegiatan serupa di wilayah-lain. Sebagai orang yang sudah cukup lama berkecimpung di lingkup bencana alam, Tatang menilai korban bencana di Indonesia tidak selalu disebabkan oleh alam. "Ada juga korban bencana sosial dan hasil kebijakan," tukas dia. Untuk korban-korban bencana sosial dan kebijakan pemerintah, biasanya alumnus Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman ini membuat dokumentasi dalam bentuk film pendek. Dalam film itu, dia merekam realitas sosial sebagai salah satu alat untuk bernegosiasi dengan pihak pembuat kebijakan. Selain terlibat dalam usahanya pemberdayaan masyarakat, secara pribadi Tatang juga menyisihkan pendapatannya. Ia menyisihkan penghasilannya sebesar 20% dari bisnis kain batik. Asal tahu saja, Tatang juga menggeluti usaha produksi batik. Kain-kain batik hasil produksinya itu akan ditawarkan pada para turis asing ketika perjalanan wisata alternatif berlangsung. Hanya, omzet Tatang dalam bisnis batik ini masih mungil.