Thursday, July 31, 2008

NIAS; diantara hiruk pikuk rebuilding; part 1

Dipenghujung tahun 2004, sontak mata dunia terbelalak. Sebagai manusia, kita "dipaksa" untuk iba.
Dipaksa..lah kok dipaksa... apakah kejadian luar biasa itu emang tidak membuat iba? siapapun orangnya.. melihat kehancuran yang luar biasa... pasti iba dong. kenapa harus ada tanda "dipaksa". siapa yang memaksa dan siapa yang dipaksa?

Dipaksa karena kita memang dibuat untuk tidak pernah membayangkan... kejadian se-tragis itu akan terjadi di Negeri yang dikenal dengan zamrud katulistiwa. negeri gemah ripah loh jinawi. negeri yang kaya raya.. baik keragaman hayati, migas maupun mineral. belum lagi pemandangan yang memikat sehingga jutaan turis mengarah ke negeri ini. "Dipaksa" juga, karena akhir tahun umumnya merupakan saat liburan panjang akhir tahun. Sebagian orang (tentu yang memiliki harta berlebih), telah bersiap-siap dengan agenda liburannya. Di "paksa" karena pemberitaan dari pagi ampe dini hari disuguhi kerusakan maha dahsyat akibat gempa yang diikuti gelombang tsunami. Dan juga dipaksa.... karena himbauan, ajakan, atau mungkin sedikit memaksa agar kita terlibat dalam penanganan kemanusiaan terbesar di jagat ini selama 10 tahun terakhir, diluar peperangan.


Apakah dipaksa iba tersebut masih terus berlangsung? bagaimana juga dengan kejadian serupa - bencana, yang terjadi di luar Aceh dan Nias akibat gempa dan tsunami. Jogjakarta, sumatra barat, jember, banjarnegara, atau bahkan Jakarta sang ibu kota?
Aceh telah cukup terkenal sejak masa perlawanan menghadapi penjajah. heroisme rakyat aceh cukup banyak menoreh sejarah. konflik bersenjata dengan segala dinamikanya, pun menjadikan Aceh tetap konstan menjadi pembicaraan. demikian juga SDA yang dimilinya. di eksploitasi untuk memenuhi pundi2 tanah jawa.

Nias.... tidak cukup populer sebelumnya. Nias lebih dikenal sebagai pulau bertanah tandus, miskin, atau sebagai daerah terisolir. Nias hanya menempati pembicaraan pinggiran. Boleh dibilang, hanya sebagai pelengkap kalau pulau seluas 5.625 km2 bagian Indonesia. Pulau yang dihuni 700 ribu jiwa ini secara beruntun mengalami bencana goyangan gempa dengan kekuatan terbesar di dunia sejak tahun 1965 kurang dari satu tahun.

Nias dan status bencana
Nias, 26 Desember 2004 tiba2 jadi pembicaraan. Diantara luluh lantaknya pesisir Aceh. sekalipun hanya kecamatan Sirombu yang dihempas tsunami akibat gempa berkekuatan 8,9 skala richter, tapi bencana yang hebat sampai ke negeri tetangga menjadikan Nias menjadi topik pembicaraan. apalagi Nias mengalami masalah akses menuju lokasi. 122 jiwa meregang nyawa akibat gempa dan Tsunami yang menghantam Sirombu dan Mandrehe. karena bersamaan dengan kejadian di Aceh, maka status bencana pun menjadi satu paket dengan Aceh sebagai bencana Nasional.

Karena besarnya dampak yang ditimbulkan, pemerintah membetuk satu unit khusus institusi negara setingkat Menteri. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias. sebuah organ baru negara yang khusus menangani pembangunan kembali paska bencana. SBY pada 29 April 2005 mengeluarkan Keppres No 63/M/2005 dan menunjuk Kuntoro sebagai ketuanya.

Gempa dan tsunami yang maha dahsyat menempatkan pemerintah untuk memberi status bencana Nasional. tidak lebih dari satu minggu setelah JK mendeklarasikan, penanganan untuk Aceh dan Nias masuk fase rehabilitasi dan rekonstruksi, gempa susulan terjadi. gempa dengan kekuatan 8,7 skala richter mengguncang dan memporak porandakan Nias dan sebagian Aceh. 638 jiwa kembali meregang nyawa. tidak satupun bangunan di Aceh yang tidak terkena dampak. BRR mencatat, 13.000 rumah rusak total, 24.000 rumah rusak berat, dan sekitar 34.000 rumah rusak ringan. Sebanyak 12 pelabuhan dan dermaga hancur, 403 jembatan rusak dan 800 km jalan kabupaten dan 266 km jalan provinsi hancur. Sebanyak 723 sekolah dan 1.938 tempat ibadah rusak.

ajaibnya.. justru karena bencana susulan tersebut, maka status bencana nasional berubah menjadi bencana daerah. Ini atas permintaan dari Pemda Nias yang direspon dengan baik oleh Pemda Sumut. pemerintah pusat pun tidak keberatan dengan usulan tersebut. sekalipun BRR tetap meng-cover Nias sebagai wilayah kerja mereka.

bagaimana dampak kebijakan tesebut.. semoga dalam beberapa hari ini bisa disambung dalam tulisan berikutnya...

menulis... mulai lagi sebagai bagian dari transformasi

lama sekali gak ngisi Blog ini. terlalu sibukkah??? gak juga sepertinya. kalau pura2 sibuk.. sepertinya iya..
awal Juni.. merupakan awal bulan aku tidak lagi bekerja di organisasi lingkungan terbesar di Indonesia ini. Lembaga yang telah membawaku pada pelajaran hidup.. bagaimana melakukan berbagai upaya membela lingkungan dan kepentingan keberlanjutan masyarakat. pilihan untuk istirahat tidak lagi berkutat pada masalah administrasi nampaknya sudah menjadi tekadku. dengan harapan.... lebih banyak waktu untuk berpikir dan berbuat lebih kongkrit..

yach.. cukup sepertinya 14 tahun berjalan bersama organisasi ini sejak di Jogjakarta. karena kejadian tsunami di Aceh.. memaksa langkah bermukim di ibu kota. melanjutkan beberapa agenda proses pembangunan kembali di Aceh.
Namun... kejadian demi kejadian bencana sepanjang 2005 - 2008 memposisikan WALHI, khususnya divisi PRB harus berpikir keras. merubah pendekatan yang tertumpu pada advokasi pada areal kerja humanitarian. respon kedaruratan.

paska tidak lagi di WALHI.... lebih banyak mengisi training bagi organisasi yang sedang menjalankan program disaster risk reduction. Nias, tepatnya kecamatan sirombu adalah kegiatan awal memberikan training. selanjutnya di Nabire. sedangkan fasilitasi workshop dilakukan di Sumatra Utara.

ada kerinduan untuk mengisi blog ini sebagai bagian dari share... apa yang telah aku lakukan.. apa yang aku pikirkan.. atau kejengkelan2 melihat situasi dan kondisi yang ada. intinya.... bagaimana hak terlindungi dan terselamatkan warga negara dapat dipenuhi oleh Negara.

mudah2an.. bisa dilakukan... bersama tekad yang ada...

salam hangattttt...