Sunday, January 14, 2007

RUU PENANGGULANGAN BENCANA
mampukah menjamin perlindungan warga dari ancaman bencana?

Hampir 2 tahun RUU Penanggulangan Bencana (RUU PB) dibahas di DPR. Lembaga respresentasi dari 195 juta jiwa rakyat Indonesia. RUU sebagai respon atas kekagetan kejadian tsunami yang melumpuhkan propinsi yang 29 tahun terus di goyang konflik bersenjata. RUU begitu dibanggakan sebagian DPR karena inisiatif DPR. Namun kenapa gak jadi2 ya?

Kabar terakhir, pertarungan memasuki persoalan kelembagaan. Panja yang dibentuk konon tidak mampu menyelesaikan RUU dan mengembalikan mandatnya kepada PANSUS. Selain pertarungan di DPR sendiri karena kepentingan politik, di pemerintahan sendiri tidak kalah seru. masing2 instansi teknis merasa "paling" kedekatan dengan RUU ini. paling tidak, sub kecil pekerjaannya menyangkut ke masalah penanggulangan bencana lah. Pekerjaan Umum misalnya, merasa seluruh pekerjaannya sangat erat dengan kebencanaan. dari mulai bikin jalan, bikin rumah, tanggul sampai ngurusin sungai. Dept. Sosial pun tidak kalah galak, dimana setiap kejadian bencana, mereka merupakan gugus paling depan untuk meresponse. Dept. kesehatan pun demikian. lainnya adalah LH, dan tentu saja Kumdang dan HAM sebagai instansi yang langsung ngurus per-kebijakan di Indonesia.

Sudah berapa banyak UU di Indonesia? konon sudah ribuan. dan semua masih berlaku. Karena bangsa ini memang terkenal hobi bikin UU. setiap ada masalah, pasti yang dilihat adalah kebijakannya dulu. sudah ada aturannya belum. lalu diinisiasi untuk bikin UU. Asal tahu saja, untuk bikin UU dibutuhkan dana rakyat yang tidak sedikit lho. Bisik2 tetangga menyatakan, paling enggak 43 Milyar harus tersedia untuk memfasilitasi wakil rakyat yang terhormat bekerja. Kalau digabung lagi dengan intervensi di luar DPR, wah.. akan bertambah lagi. kelompok masyarakat sipil yang memang gak percaya sama kapasitas dan kredibilitas sang wakil rakyat, tidak kecil menginvestasikan dana untuk memastikan, UU yang di susun gak ngawur...

bagaimana setelah RUU tsb diundangkan? setelah menjadi bagian dari hukum di Indonesia? Ya, seperti biasanya. kalau tidak bersentuhan langsung dengan pendapatan atau kepentingan, hanya sebagai simbol saja. simbol kalau negeri ini sudah punya aturan berupa UU. karena sangat gampang untuk meng-amandemen kebijakan yang telah menghabiskan milyaran rupiah tersebut untuk kepenitangan jangka pendek, sekalipun plus bonus meningkatkan ancaman bencana.

PERPU No 1/2004 adalah sebuah kado luar biasa pemerintah RI. Perpu yang membolehkan hutan2 yang masuk katagori lindung untuk di buka usaha pertambangan. UU No 41/99 yang melarang tidak mampu membendung upaya eksploitasi tersebut. UU Lingkungan hidup bernasib lebih tragis lagi. UU yang telah ada 22 tahun yang lalu, cuma jadi simbol saja. Sama sekali tidak memiliki kekuatan. Kasus lumpur panas lapindo adalah salah satunya. demikian juga dengan ijin HPH. AMDAL adalah sebuah lelucon berkedok hukum.

Tapi kalaupun begitu, toh hampir sebagian manusia yang jadi warga negara RI masih tetep percaya.. kalau UU adalah salah satu yang bisa mengatur. Sekalipun pada sisi yang lain, mereka frustasi. Apakah nasib RUU PB kan sama dengan UU yang lain? bagaimana RUU yang nanti setelah disahkan di posisikan? menjadi dasar hukum. Nah kalau gak dijalankan sebagaimana UU LH, lalu apa yang dilakukan oleh rakyat. Memaklumi karena memang negari ini tidak mampu menjalankan, atau... menggugat negara untuk menjalankan secara konsisten. kalau gak mampu ya... harus mundur berjamaah. selain itu, ya tentu harus bertanggung jawab atas ketidakmampuannya tersebut di depan hukum..
Mungkinkah akan terjadi???



terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA

Monday, January 08, 2007

Paska tsunami yang melanda Aceh, 2 tahun yang lalu..
Hampir semua warga sudah mulai belajar jadi peramal bak mama loren. Hebatnya, semua ramalan sudah pasti tepat.. Saat kemarau panen asap, saat penghujan panen banjir dan longsor.
Itu yang mengemuka, bencana lain.. tentu saja ngantri di belakangnya. wabah flu burung sampe sekarang jalan2 dari satu daerah satu ke daerah yang laen. konflik sosial juga begitu.. sesekali dikejutkan dengan ajojing bumi pada kawasan2 yang sudah jauh2 hari diprediksi rawan goyangan bumi.

Ajaibnya, ya belum ada upaya signifikan untuk mengurangi risiko bencana tersebut. Kalau seremonial sih buanyak bgt. ada yang simulasi kejadian tsunami, simulasi gempa (kalau pun salah kaprah...), seperti yang di Bali baru2 ini.. sebuah lelucon massal yang mahal.. demikian juga simulasi gempa dan tsunami di jogja..

Menjelang 2 tahun tsunami, aceh mendapatkan kado istimewa. 11 kecamatan terendam banjir. 110 ribu warga menjadi pengungsi karena rumahnya terendam luapan air, atau hancur diterjang kayu2 glondongan.
sigap kah penanganan disana? no ways..
persoalan klasik kembali terjadi. Kacaunya koordinasi dan ketidak mampuan menggunakan resources yang ada.
67 warga meninggal akibat bencana tersebut agaknya bukan ukuran untuk Negara mengerahkan seluruh kekuatannya menyelamatkan warga terkena dampak bencana.
Sangat berbeda dengan pencarian pesawat Adam Air. Begitu luar biasa Negara ini merespon. TNI AL mengerahkan 3 pesawat. Polri 2 pesawat. AD pun tidak mau kalah. belum lagi kapal laut dan perintah operator untuk mendekeksi signal HP.

Mengapa terjadi pembedaan dalam cara meresponse?
Apakah warga terkena dampak bencana hanyalah orang udik, sehingga gak perlu ditangani dengan baik. Apakah karena dulu mereka melakukan perlawanan fisik sehingga diberi ganjaran gak dilayani. Atau kerena GAM menang, trus diberi hadiah dibiarkan.
Gak juga sih.. karena warga di Sumut pun mengalami hal yang sama. Juga di Sumbar dan Riau.
mmmm... mungkin masalahnya karena mereka warga kelas teri, orang udik, sehingga mereka layak untuk mendapatkan bencana....
Itu yang sementara ini terlihat...



terlindungi & terselamatkan dari bencana..
adalah HAK DASAR MANUSIA